BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perubahan-perubahan pada
populasi mendorong perubahan pada komunitas. Perubahan-perubahan yang terjadi
menyebabkan ekosistem berubah. Perubahan ekosistem akan berakhir setelah
terjadi keseimbangan ekosistem. Keadaan ini merupakan klimaks dari ekosistem.
Apabila pada kondisi seimbang datang gangguan dari luar, kesimbangan ini dapat
berubah, dan perubahan yang terjadi akan selalu mendorong terbentuknya
keseimbangan baru.
Rangkaian perubahan mulai dari ekosistem tanaman perintis
sampai mencapai ekosistem klimaks disebut suksesi. Terjadinya suksesi dapat
kita amati pada daerah yang baru saja mengalami letusan gunung berapi.
Rangkaian suksesinya sebagai berikut.
Mula-mula daerah tersebut gersang dan tandus. Setelah
beberapa saat tanah akan ditumbuhi oleh tumbuhan perintis, misalnya lumut
kerak. Tumbuhan perintis ini akan menggemburkan tanah, sehingga tanah dapat
ditumbuhi rumput-rumputan yang tahan kekeringan. Setelah rumput-rumput ini
tumbuh dengan suburnya, tanah akan makin gembur karena akar-akar rumput dapat
menembus dan melapukan tanah, juga karena rumput yang mati akan mengundang
datangnya dekomposer (pengurai) untuk menguraikan sisa tumbuhan yang mati.
Dengan semakin subur dan gemburnya tanah maka biji-biji semak yang terbawa dari
luar daerah itu akan tumbuh, sehingga proses pelapukkan akan semakin banyak.
Dengan makin gemburnya tanah, pohon-pohon akan mulai tumbuh. Kehadiran
pohon-pohon akan mendesak kehidupan rumput dan semak sehingga akhirnya tanah
akan didominasi oleh pepohonan. Sejalan dengan perubahan vegetasi, hewan-hewan
yang menghuni daerah tersebut juga mengalami perubahan tergantung pada
perubahan jenis vegetasi yang ada. Ada hewan yang datang dan ada hewan yang
pergi. Komunitas klimaks yang terbentuk dapat berupa komunitas yang homogen,
tapi dapat juga komunitas yang heterogen. Contoh komunitas klimaks homogen
adalah hutan pinus, hutan jati. Contoh komunitas klimaks yang heterogen
misalnya hutan hujan tropis.
Uraian diatas menunjukkan perkembangan dari suatu ekositem
dimana didalamnya terjadi suksesi dan untuk mencapai mekanisme yang klimaks
didalam ekosistem tersebut. Keberhasilan perkembangan ekosistem ini sangat
dipengaruhi oleh organisme yang hidup di dalamnya, kelentingan ekosistem, dan
daya dukung ekosistem.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dibuatlah makalah
yang berjudul “Perkembangan Ekosistem”.
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagimanakah
perbedaan antara habitat dan relung ekologis, kelentingan dan daya dukung
ekosistem?
2. Bagaimanakah
konsep homeostatis ekosistem, suksesi dan mekanisme klimaks?
3. Bagaimanakah
keseimbangan ekositem dan penyebab gangguan keseimbangan ekosistem?
4. Apakah
dampak aktivitas manusia pada ekosistem?
5. Bagimanakah
kaidah-kaidah di dalam ekosistem?
Adapun tujuan yang akan dicapai
adalah :
1. Untuk
mengetahui perbedaan antara habitat dan relung ekologis, kelentingan dan daya
dukung ekosistem.
2. Untuk
mengetahui konsep homeostatis ekosistem, suksesi dan mekanisme klimaks.
3. Untuk
mengetahui keseimbangan ekositem dan penyebab gangguan keseimbangan ekosistem.
4. Untuk
mengetahui dampak aktivitas manusia pada ekosistem.
5. Untuk
mengetahui kaidah-kaidah di dalam ekosistem.
Manfaat yang diharapkan dapat
diperoleh adalah :
1. Menambah
wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam hal perkembangan ekosistem dan
menyedari perannya didalam ekosistem.
2. Mahasiswa
mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep dasar ekologi dan menelaah baik
secara teoritis maupun praktek untuk memecahkan masalah lingkungan dalam upaya
perbaikan dan konservasi.
1.
Habitat
Eksistensi dan penyebaran suatu spesies
organisme di muka bumi ini di tentukan oleh habitat dan relung ekologi (niche). Habitat dan relung ekologi
adalah dua istilah tentang kehidupan organisme yang memerlukan pemahaman yang
mantap agar pemakaian kedua istilah itu tidak keliru.
Habitat merupakan tempat dimana
organisme tertentu hidup dari pengaruh lingkungan luar, baik secara langsung
maupun tidak langsung sedangkan niche adalah cara pandang atau
propesi suatu organisme dalam habitatnya dimana propesi tersebut menunjukkan
fungsi dari organisme tersebut di dalam suatu habitat. Habitat secara umum
menunjukkan corak atau keragaman lingkungan yang ditempati populasi organisme,
sedangkan relung ekologi menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi
organisme itu terhadap berbagai faktor abiotik dan biotik lingkungannya. Secara
biologis, habitat seringkali diibaratkan sebagai “alamat” atau tempat tinggal
suatu organisme, sedangkan relung ekologi diibaratkan sebagai “profesi” atau
“status fungsional” suatu populasi organisme di alamatnya. Relung atau niche merupakan tempat makhluk hidup berfungsi di
habitatnya, bagaimana cara hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut. Jadi
pada dasarnya makhluk hidup secara alamiah akan memilih habitat dan relung
ekologinya sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti bertempat tinggal,tumbuh
berkembang dan melaksanakan fungsi ekologi pada habitat yang sesuai dengan
kondisi lingkungan (misalnya iklim), nutrien, dan interaksi antara makhluk
hidup yang ada. Dalam ekologi,seluruh peranan dan fungsi makhluk hidup dalam
komunitasnya dinamakan relung atau niche ekologi. Jadi relung ekologi merupakan
semua faktor atau unsur yang terdapat dalam habitatnya yang
mencakup jenis-jenis organisme yang berperanan, lingkungan, dan tempat
tinggal yang sesuai dan spesialisasi populasi organisme yang terdapat dalam
komunitas
Habitat makhluk hidup adalah tempat tinggal berbagai jenis organisme
hidup melaksanakan kehidupannya. Dalam ekosistem yang menjadi habitatnya dapat
bermacam-macam, seperti perairan,daratan, hutan atau sawah. Istilah habitat
dapat berarti juga sebagai tempat tinggal atau tempat menghuni seluruh populasi
atau komunitas makhluk hidup dalam ekosistem. Bagi tumbuhan dan makhluk hidup
lainnya, sebagai habitat selain lokasi atau tempat yang bersifat fisik juga
berbaga jenishubungan (asosiasi) yang terjadi dalam habitat tersebut. Pada
umumnya tumbuhan dan makhluk hiduplainnya mempunyai preferensi ekologi
(persyaratan faktor ekologi yang dibutuhkan untuk hidupnya yang sesuai)
tertentu. Misalnya tumbuhan mangrove mempunyai preferensi ekologi habitat rawa
payau di tepi pantai yang berlumpur dengan salinitas bervariasi sesuai dengan
frekuensi, kedalaman danlumpur, dan ketahanan jenis mangrove terhadap arus dan
ombak.
Berbagai jenis tumbuhan mempunyai habitat yang berbeda-beda, serupa atau
sama sesuai dengan preferensi ekologinya. Berdasarkan kondisi habitatnya
dikenal 2 tipe habitat, yaitu habitat mikrodan habitat makro. Habitat makro
merupakan habitat bersifat global dengan kondisi lingkungan yangbersifat umum
dan luas, misalnya gurun pasir, pantai berbatu karang, hutan hujan tropika,
dansebagainya. Sebaliknya habitat mikro merupakan habitat local dengan kondisi
lingkungan yang bersifatsetempat yang tidak terlalu luas, misalnya, kolam, rawa
payau berlumpur lembek dan dangkal, danau,dan sebagainya.
Secara garis
besar habitat di dalam biosfer dikenal ada 2 golongan utama, sebagai berikut:
a.
Habitat Teresterial (daratan)
b.
Habitat akuatik (air asin, air tawar, air payau)
Habitat berdasarkan
lingkungan fisiknya, dikenal ada 4 tipe utama, yaitu:
-Habitat
teresterial (daratan)
-Habitat
perairan tawar
-Habitat
perairan estuaria (payau)
-Habitat
perairan bahari
Masing-masing
kategori utama itu dapat dibagi lagi tergantung corak kepentingannya atau
mengenai aspek yang ingin diketahui.
2. Kelentingan Ekosistem (Reselience)
Suatu sistem
dalam ekosistem akan memberikan tanggapan terhadap suatu gangguan, baik
gangguan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggapan ekosistem
tersebut sesuai dengan keadaan kelentingan yang dimilikinya. Kelentingan
merupakan sifat dari suatu sistem yang memungkinkannya kembali pulih seperti
keadaan semula (stabilitas), bahkan untuk menyerap dan memanfaatkan gangguan
yang menimbulkan dinamika atau perubahan kecil.
Gangguan
kecil terhadap suatu sistem dapat diserap secara berangsur-angsur, terutama
apabila tidak ada tanda-tanda akan munculnya suatu batas-batas bahaya. Dalam
suatu sistem dengan kelentingan yang besar penyerapan gangguan itu akan
mengubah stabilitas sistem ini. Sebaliknya sistem yang mempunyai kelentingan
kecil, dapat berubah menjadi sistem baru.
3. Daya Dukung (Carrying Capacity)
Batasan daya
dukung yang berhubungan dengan populasi adalah jumlah individu atau populasi
yang dapat didukung oleh satuan luas sumber daya dan ling-kungan yang dapat
memberikan sumber daya dan lingkungan dalam keadaan se-jahtera.
Ekosistem
yang kuat mempunyai daya dukung yang tinggi misalnya di lokasi yang landai
dengan ketinggian yang rendah dari permukaan laut, suhu yang tinggi, tanah yang
subur. Sebaliknya pada daerah daratan tinggi dengan suhu yang rendah, terjal
dan tanah tidak subur, ekosistem tersebut daya dukungnya lebih rendah, rapuh
dan mudah terganggu.
Daya dukung
lingkungan merupakan batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi, di batas
mana jumlah populasi itu tidak lagi dapat didukung oleh sarana, sumberdaya dan
lingkungan yang ada. Ada organisme yang mempunyai strategi hidup sangat
memperhatikan daya dukung lingkungan, organisme tersebut mampu menekan jumlah
individu populasinya apabila jumlahnya sudah mendekati batas da-ya dukung
lingkungannya dimana mereka hidup. Namun juga ada organisme yang tidak peduli
dengan batas daya dukung lingkungannya dan mereka akan berkem-bang biak menurut
nalurinya saja.
Dalam
pengelolaan margasatwa, konsep daya dukung dalam hal ini merupa-kan jumlah
individu yang dapat di dukung oleh suatu habitat. Sedangkan dalam pe-ngelolaan
peternakan adalah jumlah individu hewan ternak yang dapat didukung oleh habitat
dalam keadaan sehat dan kuat.
1. Homeostatis Ekosistem
Ekosistem
merupakan tingkatan organisasi di alam yang lebih tinggi dari komunitas, atau
merupakan kesatuan dari komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubungan
keteraturan. Keteraturan ini terjadi oleh adanya arus siklus materi dan aliran
energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem
itu, dimana setiap komponen mempunyai fungsi. Keseimbangan itu tidak bersifat
statis, melainkan dapat berubah-ubah (dinamis), perubahan ini dapat terjadi
secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia. Keseimbangan dinamis
tercapai akibat adanya proses pengaturan diri erhadap setiap perubahan dari
energi dan materi yang masuk atau beredar dalam sistem
Dalam
ekosistem terdapat suatu mekanisme keseimbangan yang dikenal dengan istilah homeostatis
(steady state), yaitu kemampuan
ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan.
Keseimbangan ini diatur oleh berbagai faktor yang rumit dan didalamnya termasuk
mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan
or-ganisme, produksi, dan dekomposisi bahan organik. Meskipun suatu ekosistem
mempunyai daya tahan yang besar sekali terhadap perubahan, tetapi biasanya
batas mekanisme homeostatis tersebut dengan mudah dapat diterobos oleh kegiatan
ma-nusia. Sebagai contoh sungai yang menerima limbah dan sampah yang tidak
terlalu banyak, maka sungai dapat menjernihkan kembali airnya secara alami,
sehingga air sungai dianggap tidak tercemar. Tetapi bila limbah dan sampah yang
masuk itu ba-nyak dan kontinyu, apalagi mengandung bahan beracun, maka batas
homeostasis alami sungai akan terlampaui, sehingga mungkin saja sistem sungai
tersebut tidak memiliki lagi sistem homeostasis alami dan secara permanen
airnya berubah atau rusak sama sekali.
Ekosistem
memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi manusia un-tuk dipelajari
dalam mengelola dan pelestarian lingkungan. Informasi dalam hal ini dapat
dirumuskan sebagai suatu simbol atau sebagai indikator tentang sesuatu yang
terjadi atau yang ada di masa lalu, maupun di masa akan datang pada komponen
ekosistem, baik secara individu maupun secara keseluruhan pada sistem itu.
Sebagai contoh dari gejala alam yang memberikan informasi adalah :
-
Fosil yang terkandung dalam tanah dan batuan,
memberikan informasi tentang masa lalu dari sistem tersebut.
-
Jejak telapak kaki dan kotoran gajah, memberikan
informasi keberadaan gajah di ekosistem tersebut.
-
Adanya sinar merah pada saat matahari akan terbenam
memberikan informasi pada manusia bahwa besok hari udara akan baik dan cerah.
-
Keberadaan organisme tertentu dalam ekosistem dapat
dijadikan petunjuk, mi-salnya adanya kunang-kunang di suatu daerah menunjukkan
adanya ekosistem tersebut padang rumput ataupun hutan mangrove.
-
Warna yang beraneka ragam pada hewan, misalnya kuning
belang pada hari-mau, warna ular kuning berbintik hitam dll. Warna yang
beraneka ragam mem-punyai maksud, dan memberi informasi kepada jenisnya maupun
jenis lainnya, yang dapat menolong kedua belah pihak. Informasi tersebut ada
yang maksud-nya untuk tidak mudah terlihat oleh musuhnya, agar mudah dikenal
pasangan-nya, memberi peringatan harus dijauhi dan hati-hati. Warna ini juga
memberikan informasi identitas dari spesies tertentu.
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang telah ba-nyak digali dan ditemukan
informasi yang berguna bagi manusia, misalnya dalam usaha pendeteksian
menggunakan sistem radar, yang mencontoh dari sistem navi-gasi kelelawar dll.
2. Suksesi
Perubahan
komposisi dan struktur dalam komunitas dapat dengan mudah diamati atau terlihat
dan seringkali perubahan itu berupa pergantian satu komunitas oleh komunitas
lain setelah beberapa gangguan, seperti kebakaran besar atau ledakan gunung
berapi. Daerah yang terganggu itu bisa dikolonisasi oleh berbagai varietas spesies,
yang secara perlahan-lahan digantikan oleh suatu komunitas spesies lain.
Proses
perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung
lambat secara teratur, pasti dan terarah serta dapat diramalkan disebut
suksesi. Suksesi terjadi akibat modifikasi lingkungan fisik dan komunitas atau
ekosistem, dan terjadinya faktor persaingan di antara satuan-satuan vegetasi
menyebabkan perubahan ke arah tertentu.
Suksesi terjadi sebagai akibat dari
modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi
berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai
keadaan seimbang (homeostatis).
Suksesi
merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya permulaan,
perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks. Klimaks
merupakan fase kematangan yang final, stabil memelihara diri dan berproduksi
sendiri dari suatu perkembangan vegetasi dalam suatu iklim.
Interaksi
dari semua faktor lingkungan yang berpengaruh akan menentukan komposisi jenis
vegetasi komunitas. Dengan demikian keberadaan tegakan vegetasi akan bervariasi
antar satu tipe dengan tipe lainnya bahkan terdapat variasi antar unit hu-tan.
Faktor lingkungan yang membatasi jumlah spesies yang hidup pada suatu tahap
suksesi dikenal ke dalam dua kategori, yaitu (Mueller (1974) :
ü Faktor
lingkungan yang mengakibatkan stres terdiri dari fenomena-fenomena yang
membatasi hasil fotosintesa seperti cahaya, air, unsur hara tanah dan suhu;
ü Faktor yang
berhubungan dengan terjadinya kerusakan baik kerusakan sebagian maupun
keseluruhan biomassa vegetasi seperti serangan hama, patogen atau manusia.
Umumnya
komunitas tumbuhan terbentuk mulai dari tingkat pioner yang kemudian digeser
oleh seri tumbuhan yang lebih dewasa sampai pada komunitas yang relatif stabil
dan berada dalam keseimbangan dengan lingkungan setempat. Perubahan dalam
suksesi bersifat kontinu, dimana rentetan suatu perkembangan dan pergantian komunitas
merupakan suatu seri komunitas yang terbentuk pada keadaan tertentu disebut
sere, dan komunitas yang sudah mencapai kemantapan dan permanen disebut
klimaks. Proses suksesi yang berakhir dengan suatu komunitas atau ekosistem
klimaks, dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan
internalnya sebagai akibat dari respon (tanggapan) yang terkoordinasi dari
komponennya terhadap setiap rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau
fungsi normal komunitas.
Laju
pertumbuhan populasi dan komposisi spesies berlangsung dengan cepat pada fase
awal suksesi, kemudian menurun pada perkembangan berikutnya. Kondisi yang
membatasi laju pertumbuhan populasi dan komposisi spesies pada tahap berikutnya
adalah faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup
permudaan jenis-jenis tertentu. Dalam suksesi terjadi suatu proses perubahan
secara bertahap menuju suatu keseimbangan. Clements menyusun urutan kejadian
secara rasional ke dalam 5 fase, yaitu:
·
Fase 1. NUDASI : proses awal terjadinya pertumbuhan
pada lahan terbuka/kosong.
·
Fase 2. MIGRASI : proses hadirnya biji-biji tumbuhan,
spora dan lain-lainnya.
·
Fase 3. ECESIS : proses kemantapan pertumbuhan
biji-biji tersebut.
·
Fase 4. REAKSI : proses persaingan atau kompetisi
antara jenis tumbuhan yang telah ada/hidup, dan pengaruhnya terhadap habitat
setempat.
·
Fase 5. STABILISASI: proses manakala populasi jenis
tumbuhan mencapai titik akhir kondisi yang seimbang (equilibrium), di dalam
keseimbangan dengan kondisi habitat lokal maupun regional.
Suksesi lebih lanjut tersusun atas
suatu rangkaian rute perjalanan terbentuknya komunitas vegetasi transisional
menuju komunitas dalam kesetimbangan. Clements memberi istilah untuk tingkat
komunitas vegetasi transisi dengan nama SERE/SERAL, dan kondisi akhir yang
seimbang disebut sebagai Vegetasi Klimaks. Untuk komunitas tumbuhan yang
berbeda akan berkembang pada tipe habitat yang berbeda.
Beberapa
ahli berpendapat bahwa proses suksesi selalu progresif (selalu meng-alami
kemajuan), sehingga membawa pengertian ke dua hal :
a.
Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang
biasanya pergantian itu dari habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan
vegetasi.
b.
Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life
form).
Namun
demikian perubahan-perubahan vegetasi tersebut bisa mencakup hilangnya
jenis-jenis tertentu dan dapat pula suatu penurunan kompleksitas struktural
sebagai akibat dari degradasi setempat. Keadaan seperti itu mungkin saja
terjadi mi-salnya hilangnya mineral dalam tanah. Perubahan vegetasi seperti itu
dapat dikatakan sebagai suksesi retrogresif atau regresi (suksesi yang mengalami
kemunduran).
Konsep lama
tentang suksesi menyatakan bahwa suksesi berlangsung secara teratur, pasti,
terarah, dapat diramalkan, dan berakhir dengan komunitas klimaks, konsep ini
masih diterima. Sedangkan menurut konsep mutakhir, suksesi ini tidak lebih dari
pergantian jenis-jenis pionir oleh jenis-jenis yang lebih mantap dan dapat
menyesuai-kan secara lebih baik dengan lingkungannya.
Suksesi ada
dua tipe, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaaan dua tipe
suksesi ini terletak pada kondisi habitat awal proses terjadinya suksesi.
a. Suksesi
primer (Primary succession)
Suksesi primer merupakan suatu
tahapan perubahan komunitas biotik ke komunitas biotik lain, yang dimulai dengan kehadiran tumbuhan
pioner disuatu tempat berbatu yang belum pernah dijumpai adanya komunitas
biotik tersebut sebelumnya, kemudian menjadi ekosistem hutan klimaks (climax
forest ecosystem). Terjadi bila komunitas asal mengalami gangguan berat sekali,
sehingga mengakibatkan komunitas asal hilang secara total, dan di tempat
komunitas asal terbentuk ko-munitas lain di habitat baru tersebut.
Pada habitat baru ini tidak ada lagi
organisme yang membentuk komunitas asal tertinggal, gangguan ini dapat terjadi
secara alami seperti letusan gunung api, tanah longsor, endapan lumpur dimuara
sungai, endapan pasir di pantai, maupun akibat aktivitas manusia seperti
pertambangan, dll. Pada habitat tersebut secara perlahan, searah, dan pasti
akan berkembang menuju suatu komunitas yang klimaks dalam waktu lama, proses
ini disebut suksesi primer. Proses suksesi primer ini membutuhkan waktu yang
lama sampai ratusan tahun.
Suksesi primer dimulai di atas
bongkahan batu pada pulau yang baru timbul, delta yang baru terbentuk, danau
baru dan sebagainya. Pelapukan batu-batuan pada ekosistem yang rusak total
karena pengaruh iklim (hari panas, kering dan waktu hujan, dingin atau basah),
mengandung bahan unsur mineral dan organik yang dapat ditumbuhi oleh tetumbuhan
pioner (lumut kerak dan algae). Pengaruh iklim te-us berlangsung hingga bahan
mineral dan bahan organik semakin tebal sehingga dapat ditumbuhi oleh tumbuhan
herba dan tahunan. Jika jalannya suksesi dipengaruhi atau ditentukan oleh iklim
disebut dengan klimaks-klimatis. Jika dipengaruhi oleh habitat / tanah disebut
klimaks edaphis. Tumbuhan atau organisme yang mampu menghuni untuk pertama
kalinya substrat yang baru digolongkan sebagai organisme pionir yang mempunyai
toleransi besar terhadap berbagai faktor lingkungan yang ekstrim.
Gangguan ini dapat terjadi secara
alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru
di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena
perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh
yang terdapat di Indonesia adalah terbentuk-nya suksesi di Gunung Krakatau yang
pernah meletus pada tahun 1883. Di daerah bekas letusan gunung Krakatau
mula-mula muncul pioner berupa lumut kerak (likenes) serta tumbuhan lumut yang
tahan terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai
mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah
sederhana. Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai.
Zat yang terbentuk karma aktivitas peng-uraian bercampur dengan hasil pelapukan
lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini,
biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput
yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh
menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak
menjadikan pioner subur tapi seba-liknya. Sementara itu, rumput dan belukar
dengan akarnya yang kuat terns meng-adakan pelapukan lahan.Bagian tumbuhan yang
mati diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi lebih tebal. Kemudian
semak tumbuh. Tumbuhan semak menaungi rumput dan belukar maka terjadilah
kompetisi. Lama kelamaan semak menjadi dominan kemudian pohon mendesak tumbuhan
belukar sehingga terben-tuklah hutan. Saat itulah ekosistem disebut mencapai
kesetimbangan atau dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni perubahan yang
terjadi sangat kecil sehingga tidak banyak mengubah ekosistem itu.
b. Suksesi sekunder
Proses suksesi sekunder relatif sama
dengan yang terjadi pada suksesi primer. Perbedaannya terletak pada keadaan
kerusakan dan kondisi awal dari habitatnya. Terjadinya gangguan menyebabkan
komunitas alami tersebut rusak baik secara alami maupun buatan, dimana gangguan
tersebut tidak merusak total komunitas dan tempat hidup organisme sehingga
substrat lama (substrat tanah sudah terbentuk sebelumnya), masih ada komunitas
awal yang tersisa. Maka pada substrat tersebut terjadi perkembangan komunitas
yang selanjutnya disebut suksesi sekunder. Proses kerusakan komunitas disebut
denudasi, yang dapat disebabkan oleh api, pengolahan, angin kencang, banjir,
gelombang laut, penebangan hutan, dan kegiatan-kegiatan biotis lainnya
menyebabkan vegetasi asal musnah. Proses suksesi se-kunder ini membutuhkan
waktu sampai puluhan tahun.
Pada suksesi sekunder benih ataupun
biji-biji bukan berasal dari luar tetapi dari dalam habitat itu sendiri.
Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kebakaran, banjir, angin kencang dan
gelombang laut (tsunami) secara alami dan penebangan hutan secara selektif,
pembakaran padang rumput secara sengaja dan kegiatan biotis menyebabkan
vegetasi asal musnah. Contoh seperti tegalan, semak belukar bekas ladang,
padang alang-alang dan kebun karet dan kebun kelapa sawit yang ditinggalkan,
adalah sebagian dari contoh komunitas sebagai hasil dari contoh ko-munitas
sebagai hasil suksesi. Komunitas ini masih mengalami perubahan menuju kearah
komunitas klimaks, kecuali bila dalam proses tersebut terjadi lagi gangguan,
maka suksesi akan mundur lagi dan mulai kembali dari titik nol. Penelitian di
dekat Samarinda, Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa pembentukan padang
alang-alang terjadi hanya dalam waktu 4 tahun setelah penebangan hutan primer
atau hutan klimaks, memperlihatkan perubahan yang terjadi setelah ditebang
habis dan kemudian dibakar setiap tahun untuk dijadikan ladang padi.
Proses
pergantian antar tingkat dalam suksesi primer untuk mencapai klimaks, dapat
membutuhkan waktu puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun. Sedangkan waktu yang
dibutuhkan suksesi sekunder lebih cepat dibandingkan dengan suksesi primer.
Tingkat perubahan komunitas berlangsung dalam periode pendek dengan
perkem-bangan yang cepat, hal ini disebabkan habitat (tanah dan air) sudah
terbentuk untuk menyokong pertumbuhan vegetasi. Proses yang terjadi selama
proses suksesi dapat diringkaskan sebagai berikut :
- Perkembangan
sifat substrat atau tanah yang progresif, misalnya terjadinya pertam-bahan
kandungan bahan organik sejalan dengan perkembangan komunitas yang semakin
kompleks dengan komposisi jenis yang lebih beraneka ragam daripada sebelumnya.
- Semakin
kompleksnya struktur komunitas, peningkatan kepadatan, dan tingginya tumbuhan,
sehingga dalam komunitas terbentuk stratifikasi.
- Peningkatan
produktifitas sejalan dengan perkembangan komunitas dan perkem-bangan tanah.
- Peningkatan
jumlah jenis sampai pada tahap tertentu dari suksesi.
- Peningkatan
pemanfaatan sumber daya lingkungan sesuai dengan peningkatan jumlah jenis.
- Perubahan
iklim mikro sesuai dengan perubahan komposisi jenis bentuk hidup (life form)
tumbuhan dan struktur komunitas.
- Komunitas
berkembang menjadi lebih kompleks.
Kecepatan
proses suksesi pada suatu komunitas atau ekosistem dipengaruhi oleh faktor,
antara lain :
- Luasnya
komunitas asal yang rusak karena gangguan
- Jenis-jenis
tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu
- Kehadiran
tumbuhan pemencar biji dan benih
- Iklim,
terutama arah dan kecepatan angin yang membawa bjiji, spora dan benih la-in,
serta curah hujan yang mempengaruhi perkecambahan biji dan spora dan
per-kembangan semai selanjutnya.
- Macam atau
jenis substrat baru yang terbentuk
- Sifat-sifat
jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.
Jika
vegetasi yang ada kemudian musnah dan timbul lahan kosong disebut la-han
sekunder atau lahan terdenudasi. Suksesi sekunder mempunyai tahap yang lebih
sedikit daripada suksesi primer, dan biasanya klimaks pada suksesi sekunder
lebih cepat dicapai.
Sebaliknya
proses suksesi primer berjalan lambat, hal ini disebabkan oleh ke-adaan iklim
batuan yang kering yang disertai belum terbentuknya tanah. Karenanya hanya
tumbuhan tertentu yang dapat hidup pada keadaan tersebut. Spesies pertama hidup
di atas habitat yang belum pernah ditumbuhi tumbuhan disebut tumbuhan pioner,
contoh lumut. Tumbuhan lumut umumnya sangat sedikit pengaruhnya dalam
penghan-curan bongkah batuan menjadi tanah. Lumut dan tumbuhan berpembuluh
merupakan penyokong terbesar dalam pembentukan tanah dan vegetasi.
-
Ada beberapa macam tipe suksesi berdasarkan habitatnya
yaitu:
a) Hidrosere
Tipe suksesi yang berkembang di daerah (habitat) perairan yang biasanya
disebut Hidrarch. Vegetasi yang sering berganti dalam hidrarch disebut
hidrosere. Tipe suksesi ini tidak selalu memerlukan komunitas aquatik untuk menuju
ke perkem-bangan komunitas daratan. Jika air yang ada dalam jumlah cukup besar
dan sangat dalam atau jika air selalu bergerak kuat (gelombang) atau adanya
kekuatan fisik lain, suksesi menghasilkan suatu komunitas aquatik yang stabil
dan sukar meng-alami pergantian.
b) Halosere
Suksesi yang dimulai pada tanah bergaram atau air
asin, biasanya dimulai dari jenis tumbuhan yang tahan kadar garam tinggi,
seperti Spindifec, Ipomea pescapre dll.
c) Xerosere
Suksesi vegetasi yang berkembang
pada daerah xerik (kering), disebut Xerarch. Suksesi xerik biasanya terjadi
pada lahan yang tinggal batuan induknya saja. De-ngan demikian tumbuhan yang
mampu hidup disitu hanyalah tumbuhan yang ta-han kering dan mampu hidup di
tanah miskin.
Beberapa
faktor penyebab suksesi baik alami maupun tidak alamai atau buatan berikut ini
adalah :
a. Iklim :
tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu
yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang membawa akibat rusaknya ve-getasi
baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong)
berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan meng-ubah kondisi
iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa ke-adaan yang
tidak menguntung-kan pada vegetasi.
b. Topografi :
suksesi terjadi karena perubahan kondisi tanah, antara lain :
·
Erosi : erosi dapat terjadi karena angin, air dan
hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji
oleh angin (migrasi) dan ak-hirnya proses suksesi dimulai.
·
Pengendapan (sedimentasi) : erosi yang melarutkan
lapisan tanah, disuatu tem-pat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang
ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali
di tempat ter-sebut.
c. Biotik :
pemakan tumbuhan seperti serangga yang menjadi pengganggu di lahan pertanian
demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang
penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali
dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.
d. Bencana Alam
: peristiwa bencana alam dapat menghilangkan semua jenis mahluk hidup disuatu
tempat atau hanya menghilangkan sebagian, demikian pula pada ha-bitat. Kemudian
di habitat yang baru secara perlahan muncul komunitas baru kembali.
3. Konsep Klimaks
Tingkat akhir dari suksesi suatu komunitas tumbuhan,
adalah tercapainya keseimbangan dengan keadaan lingkungan. Jadi pada tingkat
ini hubungan langsung antara tumbuhan dengan lingkungannya telah mencapai suatu
stabilisasi. Tumbuhan lain yang datang bermigrasi ke dalam komunitas tumbuhan
itu tidak akan mudah mendapatkan tempat yang sesuai untuk perkembangannya.
Beberapa ciri komunitas klimaks antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Mampu menyokong kehidupan seluruh spesies yang hidup
di dalamnya.
2) Mengandung lebih banyak makhluk hidup dan macam –
macam bentuk interaksi dibandingkan komunitas suksesional.
Jika berubah habitat menjadi ekstrem, sehingga tidak memenuhi syarat untuk
tumbuhnya tumbuhan awal maka akan digantikan oleh tumbuhan lainnya yang sesuai
dengan lingkungan yang baru, kemudian tumbuhan sehingga tumbuhan baru bisa
menjadi dominan. Setelah beberapa kali mengalami pergantian semacam itu, suatu
saat habitat akan terisi oleh spesies-spesies yang telah teradaptasi dan mampu
bereproduksi dengan baik, hal inilah yang disebut suatu kimunitas telah
mencapai komunitas klimaks yang matang, dapat memelihara dirinya sendiri dan selanjutnya
bila ada pergantian, maka pergantian itu relatif sangat lambat.
Di dalam
kondisi klimaks ini spesies-spesies dapat mengatur dirinya sendiri dan dapat
mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan invasi baru.
Di dalam konsep klimaks ini Clements berpendapat:
1.
Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda,
tetapi akhirnya punya klimaks yang sama.
2.
Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim
tertentu, sehingga klimaks dengan iklim itu saling berhubungan, kemudian
klimaks ini disebut Klimaks Klimatik.
3.
Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai
klimaks.
Karena iklim
sendiri menentukan pembentukan klimaks maka dapat dikatakan bahwa klimaks
klimatik akan tercapai pada saat kondisi fisik di sub stratum tidak ekstrem
untuk terjadinya perubahan terhadap keadaan iklim di suatu wilayah. Terkadang
klimaks dimodifikasi begitu besar oleh kondisi fisik tanah seperti topografi
dan kandungan air, klimaks seperti ini disebut Klimaks Edafik. Secara relatif
vegetasi dapat mencapai kestabilan lain dari klimatik di suatu wilayah, hal ini
disebabkan adanya faktor edafik yang mempunyai karakteristik yang tersendiri.
Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena beberapa
faktor selain iklim. Misalnya adanya penebangan, penggembalaan ternak,
keterge-nangan dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan
yang ti-dak sempurna (tahap sebelum klimaks) baik oleh faktor alam atau buatan,
keadaan ini disebut Sub Klimaks. Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung
untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor penghalang/penghambat
dihilangkan.
Gangguan terhadap modifikasi klimaks yang sebenarnya dapat menyebabkan
terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi), dan keadaan ini disebut
Disklimaks (Ashby, 1971). Sebagai contoh vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh
dan berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan tanah bekas terbakar tersebut.
Odum (1971) mengistilahkan klimaks tersebut dengan pyrix klimaks. Tumbuhan yang
dominan pada pyrix klimaks misalnya antara lain : Melastoma polyanthum,
Macaranga sp, dan Melaleuca leucadendron. Jika pergantian iklim secara temporer
menghentikan perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan
maka disebut Pre Klimaks
Pada keadaan iklim dimana vegetasi dilindungi dari manusia, penyakit,
serangga dan api, maka kecambah yang tumbuh akan hampir sama jenisnya dengan
vegetasi dominan. Vegetasi berada dalam keadaan seimbang dengan iklim, tanah
dan hewan herbivora. Semua unsur-unsur lingkungan tidak berubah, bentuk
vegetasi dengan pola jenis-jenis utamanya akan tetap demikian. Vegetasi yang
berada dalam keseimbangan dinamis dengan lingkungannya, kemungkinan masuknya
jenis lain hampir tidak ada, karena bekerja faktor-faktor pembatas, sedangkan
pertumbuhan vegetasi dikendalikan oleh pengaruh dari faktor-faktor pembatasnya
untuk vegetasi tertentu. Vegetasi yang demikian sekarang dikatakan berada dalam
keadaan klimaks.
Tingkat
akhir dari perkembangan komunitas tumbuhan ini disebut “klimaks”. Ada dua
pendapat mengenai bagaimana klimaks ini dapat dicapai oleh suatu komunitas
tumbuhan, yaitu :
1. Teori
Monoklimaks
Berpendapat bahwa tiap daerah hanya
mengalami satu kali klimaks saja. Ekolo-giawan pioner seperti Braun-Blanquet
dan Clements mengatakan bahwa klimaks itu adalah perkembangan suatu vegetasi
dan pembentukan tanah yang telah mencapai titik akhir setelah dipengaruhi dan
ditentukan oleh faktor iklim. Konsep ini disebut konsep “monoklimaks”, sebab
disini hanya satu faktor alam saja yang ditonjolkan dan dianggap memegang
peranan penting, yaitu faktor iklim.
Dalam konsep monoklimaks, Clements memperkenalkan pula beberapa istilah
yang berhubunga de-ngan tingkat-tingkat vegetasi dalam mencapai klimaks.
Istilah itu hanya menun-jukkan saja kesukaran menentukan klimaks dalam skala
waktu.
-
Subklimaks :
tingkat yang hampir berakhir dari suatu suksesi tetapi tetap bertahan dalam
keadaan tersebut dalam masa yang panjang, dan pada akhirnya tercapai juga
tingkat klimaksnya.
-
Disklimaks :
yang berubah setelah tercapainya klimaks disebabkan adanya gangguan terhadap
alam lingkungan.
-
Postklimaks dan
preklimaks : perubahan iklim menurut garis lintang bumi me-nimbulkan perubahan
vegetasi meskipun kurang jelas. Bila terjadi suatu fluktuasi keadaan iklim,
maka akan timbul pula perubahan pada vegetasinya. Misalnya, bila iklim berubah
menjadi dingin dan lebih basah dari kondisi biasa menimbulkan postklimaks.
Sedangkan bila keadaan menjadi lebih hangat dan kering akan menimbulkan
vegetasi yang preklimaks.
2. Teori
Poliklimaks
Berpendapat bahwa semua komunitas
dalam daerah iklim tertentu tidak mencapai klimaks yang sama, hal ini
dipengaruhi kedaaan fisik habitat bervariasi. Odum dan para ahli ekologi
lainnya, terutama angkatan lebih muda berpendapat bahwa klimaks merupakan suatu
komunitas tumbuhan yang telah mencapai tingkat akhir dan stabil, setelah
mencapai atau melampaui seri-seri suksesi, kestabilan dan peng-abadian
komunitas tumbuhan. Tercapainya pengabadian karena komunitas tum-buhan telah
dapat menyesuaikan dengan satu atau beberapa faktor alam. Oleh karena itu,
konsep terakhir ini disebut “polyklimaks”.
3. Konsep
Whittaker (1953)
Menyatakan bahwa sebetulnya tidak ada klimaks yang
mutlak untuk tiap habitat, susunan klimaks mempunyai arti yang relatif untuk
suatu keadaan lingkungan dan untuk semua faktor-faktor ekosistem yang ada.
Sehingga baik monoklimaks dan poliklimaks tidak memenuhi kriteria sesuai dengan
kenyataan, karena klimaks me-rupakan suatu keadaan seimbang dari produktivitas,
struktur dan populasi dengan keseimbangan dinamis dari populasi-populasi yang
menentukan. Keanekaragaman vegetasi klimaks tergantung dari keanekaragaman
lingkungan dan macam populasi yang ada. Keseimbangan di antara pergantian
populasi dengan perubahan-per-ubahan dalam lingkungan, dan vegetasi klimaks
merupakan suatu pola dari popu-lasi yang berhubungan dengan pola penurunan
lingkungan
4. Teori informasi
(Odum 1971)
Dikemukakan oleh Odum yang merupakan jalan tengah
antara teori mooklimaks dan teori poliklimaks. Odum berpendangan bahwa suatu
komunitas baik hewan maupun vegetasi selalu memerlukan enersi dan informasi dan
pada saatnya akan menghasilkan energi dan informasi. Suatu sistem berkembang,
pada permulaannya memerlukan energi dan informasi sehingga disebut sistem
tersubsidi. Pada suatu saat setelah dewasa akan menghasilkan enersi dan
informasi. Sistem ini dikatakan mencapai klimaks bila perbandingan masukan dan
keluaran energi dan informasi sama dengan satu atau hasil energi dan informasi
sama besar dengan masukan energi dan informasi, sistem yang demikian ini oleh
Odum disebut Klimaks.
Kedua konsep
/ teori monoklimaks dan poliklimaks memiliki perbedaan, dima-na yang satu hanya
menekankan kontrol dari alam lingkungan terhadap vegetasi kli-maks itu kepada
satu faktor alam saja yaitu iklim, sedangkan yang lainnya menganggap bahwa
tidak hanya iklim saja yang dapat menentukan klimaks dari suatu vegetasi itu,
tetapi mungkin juga faktor-faktor alam lainnya, seperti faktor tanah, faktor
biotik dll.
Sangat sukar
untuk memberi batasan pada apa yang disebut stabilisasi komu-nitas tumbuhan
yang telah mencapai klimaks tanpa mempertimbangkan soal waktu. Persoalannya
sekarang adalah suatu batas waktu tertentu untuk membedakan
komu-nitas-komunitas yang masih mengalami suksesi dan sudah mencapai klimaks.
Bila di-ukur dengan waktu geologi yang panjang dimana iklim selalu
berubah-berubah, ve-getasi dimuka bumi dapat dikatakan tidak pernah mencapai
klimaks dan selalu dalam keadaan suksesi. Kalau demikian adakah vegetasi yang
mencapai klimaks. Dalam hal ini kita perlu meninjau masalah klimaks ini dalam
ukuran waktu yang relatif, bukan dalam ukuran waktu yang absolut. Hanya dengan
cara begitu maka konsep klimaks ini ada manfaatnya bagi ilmu pengetahuan.
Aspek yang
sangat jelas dari pengertian klimaks secara teoritis adalah harus di-tinjau
dari sudut kecepatan perubahan dalam bentuk suksesinya. Pada tingkat-tingkat
permulaan suksesi tumbuhan, biasanya perubahan bentuk dan komposisi tumbuhan
relatif cepat sekali. Makin tua umur suksesi makin lama pula
perubahan-perubahan ve-getasi terjadi. Kemudian kalau dapat diperkirakan bahwa
perubahan yang lama ini ka-rena vegetasi itu telah mengarah kepada penyesuaian
terhadap alam lingkungan (iklim bagi konsep monoklimaks atau aneka ragam faktor
alam bagi konsep poly-klimaks), maka perubahan itu memang akan berhenti dalam
bentuk vegetasi klimaks.
C. Gangguan dan Ketidakseimbangan Ekosistem
Dalam
suatu ekosistem mempunyai keteraturan, berwujud sebagai kemampuan untuk
memelihara diri sendiri, mengatur sendiri atau menahan berbagai perubahan serta
mengadakan keseimbangan kembali, kecuali jika secara serius terganggu oleh
aktivitas manusia. Fokus pandangan “keseimbangan alami” ini adalah
pendefinisian faktor-faktor, terutama interaksi antar spesies yang kelihatannya
memeperhatikan stabilitas dalam komunitas yang dapat mengembalikan stabilitas
ke daerah yang terganggu. Stabilitas dalam konteks ini adalah kecenderungan
suatu komunitas untuk mencapai dan mempertahankan suatu keseimbangan atau
kondisi yang relatif konstan dalam menghadapi gangguan.
Gangguan
terhadap ekosistem dapat diakibatkan oleh alam dan aktivitas manusia. Gangguan
seringkali menciptakan kesempatan bagi spesies-spesies sebelumnya tidak
menempati habitat tersebut untuk memantapkan dirinya disitu. Banyak hewan
merupakan penyebab gangguan komunitas, gundulnya padang rumput dan hutan dapat
disebabkan oleh hewan-hewan seperti rusa, jerapah, gajah, sapi dan kelompok
herbivora lainnya akibat terjadinya perumputan (over grassing), Gangguan ini bahkan disebabkan oleh aktivitas
manusia, yang dapat memiliki dampak paling besar pada komunitas secara
keseluruhan di muka bumi.
Penebangan
dan pembukaan hutan untuk pengembangan perkotaan, pertambangan dan pertanian
telah mengurangi hamparan hijau yang sangat luas menjadi kumpulan-kumpulan
kecil rumpun pepohonan yang tidak saling berhubungan dibanyak tempat di dunia
ini sehingga mempertinggi gejala efek api. Gangguan manusia umumnya mengurangi
keanekaragaman spesies dalam komunitas. Gangguan dapat mempengaruhi struktur
komunitas pada hampir semua skala. Gangguan skala kecil seringkali meningkatkan
ketidakseragaman lingkungan yang dapat sangat penting bagi pemeliharaan
keanekaragaman spesies dalam satu komunitas.
D. Dampak Aktivitas Manusia Terhadap Ekosistem
Ketika
populasi manusia tumbuh hingga mencapai suatu jumlah yang sangat besar,
aktivtas dan kemampuan teknologi kita dan lain hal telah mengganggu dinamika
sebagian ekosistem di biosfer. Bahkan saat kita masih belum secara sempurna
merusak suatu sistem alamiah, tindakan kita telah mengganggu struktur tropik,
aliran energi, dan siklus materi ekosistem pada sebagian besar wilayah dan
daerah disunia. Pengaruh itu kadang bersifat lokal atau regional, akan tetapi
dampak ekologis manusia dapat menyebar luas atau bahkan secara global.
1. Perusakan
Hutan
Hutan menurut undang-undang nomor 41 tahun 1999 adalah
suatu kawasan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan sebagai sekumpulan ekosistem dimana
saling berhubungan erat antara hutan dan lingkungan baik itu berupa pepohonan,
benda-benda hayati dan non hayati, lingkungan pendukung (jasa) dimana semua
yang ada diatas selalu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Hutan secara
keseluruhan merupakan kumpulan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.Keanekaragaman
hayati dalam suatu kawasan hutan alam terdapat beragam jenis pepohonan, umur
yang beragam dan tingkat kerapatan yang tidak teratur dan pertumbuhan.
Faktor-faktor
penyebab kerusakan hutan yaitu sebagai berikut
adalah ilegal logging
(penebangan liar), kebakaran hutan, perambahan hutan, program pembangunan,
serta serangan hama dan penyakit. Selain faktor-faktor tersebut adanya Kebijakan
pemerintah yang tidak memihak kepada lingkungan misalnya, dalam penyusunan tata
ruang, yang seharusnya suatu lahan itu adalah kawasan hutan, menjadi kawasan
pertanian, pemukimam dan lain-lain juga menjadi faktor penyebab kerusakan
hutan.
2. Pencemaran Tanah
Definisi dan
Pengertian dari Pencemaran tanah adalah kerusakan lapisan tipis bumi yang
bermanfaat yaitu tanah produktif untuk menumbuhkan tanaman sebagai sumber bahan
makanan.Tanpa tanah yang subur, petani tidak bisa bercocok tanam dan
menghasilkan makanan untuk orang di seluruh dunia.
Tanah yang
subur dipengaruhi juga oleh organisme seperti bakteri, jamur, dan organisme
lain yang menguraikan limbah dalam tanah dan menyediakan unsur hara. Unsur hara
memberikan pertumbuhan bagi tanaman.Pupuk dan pestisida dapat membatasi
kemampuan organisme tanah untuk menguraikan limbah.Akibat penggunaan pupuk dan
pestisida berlebihan dapat merusak produktivitas tanah.
Oleh hasil
pembuangan limbah yang mengandung bahan-bahan anorganik yang sukar terurai
dalam tanah seperti plastik, kaca, dan kaleng. Bahan-bahan ini sukar diuraikan
oleh organisme dan mengakibatkan produktivitas tanah akan berkurang.
Jika limbah
atau sampah yang dibuang mudah terurai oleh mikroorganisme, bahan-bahan itu
akan mengalami proses pembusukan kemudian terurai dan menyatu dengan tanah
sehingga tidak menimbulkan pencemaran.
Dampak
langsung akibat limbah yang dirasakan manusia adalah timbulnya bau yang tidak
sedap dan kotor. Dampak yang tidak langsung diantaranya tempat pembuangan
limbah dapat menjadi tempat berkembangnya organisme penyebab penyakit.Organisme
ini dapat menyebabkan pernyakit ataupun hanya sebagai vektor (pembawa) penyakit
yang merugikan manusia. Adapun penyakit yang dapat berkembang pada daerah
berlimbah yang tidak terjada sanitasinya seperti pes, kaki gajah, malaria,
demam berdarah ataupun penyakit yang lain.
3.
Pencemaran Air
Air biasanya
disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak
bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami
pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung komunitas penyusun
biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti gunung berapi, algae blooms, badai,
dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan besar dalam kualitas air dan status
ekologi air.
Pencemaran
air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda.
·
Sampah organik seperti air comberan (sewage)
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang
mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh
ekosistem.
·
Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air
limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah
tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air. Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai
seperti di sungai citarum
·
Pencemaran air oleh sampah
·
Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan
Akibat yang
ditimbulkan oleh pencemaran air antara lain yaitu dapat menyebabkan
banjir, erosi, kekurangan sumber air,
dapat membuat sumber penyakit, tanah longsor, dapat merusak ekosistem sungai,
dan kerugian untuk Nelayan.
4. Pencemaran Udara
Pencemaran
udara diakibatkan oleh gas yang dikeluarkan oleh idusttri, kendaraan bermotor,
dan kegiatan rumahtangga. Gas-gas tersebut berupa gas hasil pembakaran fosil
(minyak bumi, batu bara) dan pengguna gas berbahaya, misal gas CFC
(klorofluorokarbon).
a) Gas Hasil
Pembakaran
Hasil pembakaran fosil (minyak bumi, batu bara) berupa gas buangan dalam
bentuk gas karbon dioksidaCO2 dan belerang dioksida (SO, SO2).
CO2 dikeluarkan oleh pabrik, mesin, mobil, sepeda motor,
kom[por minyak, pesawat terbang, dan pembakaran kayu. Dengan semakin besarnya
populasi manusia dan semakin meningkatnya kesejahteraann, akan meningkatkan
pembakaran yang mengakibatkan gas buangan CO2 semakin besar.
Pencemaran udara di perkotaan dan daerah industri lebih tinggi daripada di
pedesaan.
Meningkatnya CO2 di udara dapat menyebabkan efek rumah kaca.Pada
sketsa efek rumahkaca yang dibandingkan dengan kondisi yang dialami oleh planet
ini.Bumi diselubungi oleh CO2 dan gas-gas pencemaran lainnya,
seolah-olah bumi yang diselubungi kaca.Pana matahari yang mencapai permukaan
bumidipantulkan ke angkasa.Akan tetapi, karana bumi diselubungi gas pecemaran
ini menyebabkan panas matahari terperangkap sehingga suhu bumi
meningkat.Peningkatan suhu bumi dikenal dengan istilah pemanasan global.
Dampak dari meningkatnya suhu bumi adalah terjadi perubahan iklim dan es di
kutub mencair. Jika ini terjadi, permukaan air laut akan meningkat dan beberapa
pentai akan tenggelam.
Meningkatnya belerang oksida (SO, SO2) dapat meninggalkan hujan
asam. Gas-gas tersebut dengan air hujan membentuk asam sulfat,
menyebabkan air hujan bersifat asam. Hujan asam mengakibatkan tumbuhan mati,
organisme telah mati, besi dan logam berkarat sehingga membahayakan bangiunan
dan jembatan. Akibat yang lain ialah kerusakan bangunan sejarah, seperti candi.
Hujan asam membuatnya cepat kropos dan rusak. (gambar pohon mati karena hujan
asam).
b) Gas CFC
CFC (klorofluorokarbon) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak beracun. Gas inni banya digunak sebagai gas pengembang (pembuat karet
busa), pendingin (AC, kulkas), dan menyemprot (hair spray parfum). Semaki
banyaknya penggunaan CFC akan menyebabkan semakin banyak gas tersebut yang
terlepas ke udara dan mencapai lapisan stratosfer.
Di stratosfer terdapat gas Ozone (O3) yang merupakan lapisan
pelindung bumi dari cahaya ultraviolet. Adanay lapisan ozone menyebabkan
cahaya ultraviolet terpantul ke ruang angkasa dan hanya sebagian kecil yang
mencapai bumi.
Gas CFC ddi stratosfer dapat bereaksi dengan gas Ozone dan menyebabkan
Ozone berkurang sehingga terbentuk lubang ozone. Melalui lubang ozone teersebu,
cahaya ultrsviolet mencapai bumi dan mengakibatka tumbuhan menjadi kerdil, alga
di laut punah, terjadi mutasi genetic (perubahan sifat organisme),
menyebabkan kanker kulit dan mata. Menurut pengamatan, lobang ozone angg
terjadi diatas kutub selatan semakin meluas.
4. Pencemaran Suara
Pencemaran
suara dapat ditimbulkan oleh adanya suara bising yang disebabkan oleh suara
mesin pabrik, mesin penggilingan padi, mesin las, pesawat, kendaraan bermotor
yang berlalu-lalang, dan suara kereta api sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. Kep 48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat
kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Suara-suara
bising ini dapat menyebabkan terganggunya pendengaran manusia. Selain itu,
lama-kelamaan suara bising ini akan menimbulkan berbagai keluhan pada tubuh
kita, misalnya, pusing, mual, jantung berdebar-debar, sulit tidur, badan kaku,
dan naiknya tekanan darah.
E. Kaidah-Kaidah dalam Ekosistem.
Di dalam ekosistem interaksi makhluk hidup
(biotik) dengan lingkungannya (abiotik) akan mengikuti kaidah-kaidah alam
sebagai berikut :
1. Suatu Ekosistem diatur
dan dikendalikan secara ilmiah
2. Suatu
Ekosistem mempunyai daya kemampuan yang optimal dalam keadaan berimbang. Di
atas kemampuan tersebut ekosistem tidak lagi terkendali, dengan akibat
menimbulkan perubahan perubahan lingkungan atau krisis lingkungan dan tidak
lagi dalam keadaan lestari.
3. Terdapat
interaksi antara seluruh unsur-unsur lingkungan yang saling mempengaruhi dan
bersifat timbal balik.
4. Interaksi
terjadi antara : Komponen biotis dengan komponen abiotis, Sesama komponen
biotis, Sesama komponen-komponen abiotis
5. Interaksi
itu senantiasa terkendali menurut suatu dinamika yang stabil, untuk suatu
optimum mengikuti setiap perubahan yang dapat ditimbulkan terhadapnya dalam
ukuran batas-batas kesanggupannya.
6. Setiap
ekosistem memiliki sifat yang khas disamping yang umum dan secara bersama-sama
dengan ekosistem lainnya mempunyai peranan terhadap ekosistem keseluruhannya .
7. Setiap
ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu dan
masing-masing membentuk basis-basis perbedaan di antara ekosistem itu sendiri
sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas.
8. Antara
satu dengan yang lainnya, masing-masing ekosistem juga melibatkan diri untuk
memilih interaksinya pula secara tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya maka disimpulkan sebagai berikut :
1.
Secara biologis, habitat seringkali diibaratkan
sebagai “alamat” atau tempat tinggal suatu organisme, sedangkan relung ekologi
diibaratkan sebagai “profesi” atau “status fungsional” suatu populasi organisme
di alamatnya. Kelentingan merupakan sifat dari suatu sistem yang
memungkinkannya kembali pulih seperti keadaan semula (stabilitas) dan daya
dukung lingkungan merupakan batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi, di
batas mana jumlah populasi itu tidak lagi dapat didukung oleh sarana,
sumberdaya dan lingkungan yang ada.
2.
Homeostatis merupakan kemampuan ekosistem untuk
menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan, suksesi merupakan
proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya permulaan, perkembangan dan
akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks sedangkan klimaks adalah tingkat
akhir dari suksesi suatu komunitas tumbuhan, adalah tercapainya keseimbangan
dengan keadaan lingkungan.
3.
Stabilitas dalam komunitas dapat mengembalikan
stabilitas ke daerah yang terganggu adapun gangguan terhadap ekosistem dapat
diakibatkan oleh alam dan aktivitas manusia.
4.
Aktivitas manusia dapat berakibat langsung pada
lingkungan baik berupa aktivitas yang membawa dampak positif maupun negatif
seperti pembakaran hutan dan pencemaran limbah.
5.
Di dalam ekosistem interaksi makhluk hidup (biotik)
dengan lingkungannya (abiotik) akan mengikuti kaidah-kaidah alam.
B. Saran
Berdasarkan
pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh maka penulis menyarankan :
1.
Kepada mahaiswa agar menjaga lingkungan disekitarnya
karena sebagai manusia kita juga memegang peranan penting di dalam perkembangan
ekosistem.
2.
Kepada mahasiwa agar memahami dan menghayati konsep
tentang perkembangan ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Ekologi Tumbuhan Ekosistem. http://pustakabiolog.files.wordpress. com/2012/10/bab-4-ekosistem-1.docx diakses 23 Februari
2013 pukul 20.30 WITA
Anonim.2012.Ekologi Tumbuhan Suksesi. http://pustakabiolog.files.wordpress.
com/2012/10/bab-5-suksesi.docx
diakses 23 Februari 2013 pukul 19.10 WITA
Fitri,
Dwi Eka.2012. Klimaks. http://diwimothy.blogspot.com/2012/04/
klimaks.html diakses 23 Februari 2013 pukul 19.15 WITA
Hairad,
Andika.2012.Dampak Kegiatan Manusia terhadap Lingkungan.
http://andhikahairad.blogspot.com/2012/11/karya-tulis.html diakses 23
Februari 2013 pukul 19.20 WITA
Pradewa.2012.Tahap-Tahap Suksesi. http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012
/02/tahap-tahap-suksesi.html diakses 23 Februari 2012 pukul 19.34 WITA
Umar,
Muhammad Ruslan.2010.Modul Bahan Ajar
Ekologi Umum.Makassar: Universitas Hasanuddin