Monday, July 31, 2017

PERANAN BIOETIK DALAM PENGEMBANGAN REKAYASA GENETIKA MANUSIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDEBATAN MENGENAI ISU MORAL DAN ETIKA

PENDAHULUAN
            Rekayasa genetika merupakan manipulasi materi genetik yang dilakukan untuk memperoleh organisme unggul ataupun demi kepentingan manusia. Saat ini rekayasa genetika telah berkembang sangat pesat hingga hampir semua aspek dalam kehidupan ini direkayasa mulai dari makanan, minuman, hingga kapas yang digunakan juga merupakan produk rekayasa genetika dan masih banyak lagi. Pada umumnya penerapan aplikasi rekayasa genetika yang melibatkan organisme hewan dan tumbuhan mengalami pengembangan yang sangat pesat karena penelitian tentang hal tersebut terus menerus dilakukan tanpa adanya hambatan berupa isu moral dan etika namun berbeda halnya jika yang menjadi objek penelitian rekayasa genetika adalah manusia itu sendiri, hal ini akan menjadi lebih rumit karena akan bersinggungan dengan berbagai aspek baik moral maupun etika. Walaupun demikian sikap skeptis para peneliti, kemajuan teknologi, keinginan untuk mengatasi masalah disekitarnya membuat rekayasa genetika dengan objek kajian manusia itu sendiri menjadi berkembang beberapa waktu terakhir ini.
            Saat ini pengembangan rekayasa genetika manusia telah berada di fase dimana akan diciptakannya manusia hasil rekayasa genetik. Dalam sebuah pemberitaan Nature yang ditulis oleh Reardon pada 28 September 2016 bahwa ‘seorang bayi laki-laki telah lahir dengan menggunakan teknik kontroversial dengan menggabungkan DNA dari tiga orang melalui teknik penggantian DNA mitokondria’ (Reardon, 2016a) dan pada 13 Oktober, peneliti dari Ukraina juga mengumumkan adanya dua orang wanita yang saat ini telah mengandung fetus yang dibuat dengan menggabungkan DNA dari tiga orang (Reardon, 2016b). Selain hal tersebut, sebelumnya pada tahun 2015 sendiri telah banyak perdebatan utamanya dalam hal rekayasa genetik untuk menciptakan bayi yang sempurna melalui teknologi editing gen yang disebut CRISPR dan teknik ini mulai dikembangkan dengan menggunakan embrio manusia sejak awal Februari 2016 oleh Francis Crick Institute UK (Regalado, 2015; Schultz, 2016). Walaupun telah banyak penelitian utamanya dalam menciptakan manusia hasil rekayasa genetik namun hingga saat ini, hal ini masih terus diperdebatkan di kalangan sainstis itu sendiri terkait masalah etik sehingga di beberapa negara penerapan teknik yang serupa masih dilarang.
            Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai peranan bioetik dalam pengembangan rekayasa genetika manusia yang mengarah pada penciptaan manusia hasil rekayasa genetika sehubungan dengan perdebatan mengenai isu moral dan etika.

Perkembangan Bioteknologi Tumbuhan (Kultur haploid mikrospora)

Pengantar :
Umumnya embriogenesis terjadi ketika sel gamet jantan dan betina bertemu membentuk zigot uniselular, demikian pula halnya pada tanaman. Namun saat ini embryogenesis pada tanaman juga dapat dibentuk tanpa melibatkan penyatuan kedua sel gamet tersebut, proses ini salah satunya dikenal sebagai kultur haploid. Istilah kultur haploid ini disebabkan embrio berkembang dari generasi sel gametofit pada tanaman yang hanya membawa separuh dari jumlah kromosom fase hidup sporofit tanaman.  Kultur haploid ini muncul seiring perkembangan ilmu biologi khususnya bidang bioteknologi semakin hari semakin meningkat didorong oleh manfaatnya yang luar biasa dalam perkembangan genetik, pemuliaan tanaman, studi fisiologi tanaman dan embriologi.
Sejak tahun 1970 penelitian yang ekstensif tentang kultur haploid dilakukan. Umumnya kultur haploid dapat dihasilkan dari regenerasi gamet betina atau gamet jantan. Ada dua metode untuk produksi kultur in vitro dari gamet jantan (androgenic haploid) yaitu kultur anther dan kultur polen/mikrospora. Kultur anther merupakan salah satu protocol yang mudah dalam produksi tanaman haploid, spesies yang berbeda ataupun kultivar yang berbeda tidak memerlukan kondisi atau protocol tertentu dengan menggunakan kultur anther ini. Akan tetapi dalam kultur anther kerap ditemui masalah berupa kalus kontaminan pada dinding ather bersama dengan polen selain itu tanaman dari antera seringkali merupakan populasi heterogen serta pada beberapa spesies ditemukan bahwa asynchronous pollen berkembang dari kultur anther. Kendala pada kultur anther ini menyebabkan berkembangnya kultur mikrospora (Mishra & Goswami, 2014). Pada makalah ini akan dibahas tentang kultur haploid utamanya kultur mikrospora mengenai beberapa penelitian terbaru dalam meningkatkan embryogenesis dalam kultur mikrospora diantaranya melalui penambahan reduced ascorbate dan reduced glutathione (Zeng, et al., 2017), histone deacetylase inhibitor (Zhang, et al., 2016) dan penerapan kultur shaking (culture shaking) (Yang, et al., 2013)

Review Hadalabo Gokujyun Ultimate Moisturizing Lotion

Kali ini saya mau review hadalabo gokujyun ultimate moisturizing lotion untuk kulit kering dan normal. Hasil review ini setelah pemakaian 2 ...