Membuat tugas makalah pasti akan sulit. Berikut ini contoh makalah yang aku buat untuk tugas sekolah semoga bisa menjadi referensi yang baik.
KATA PENGANTAR
Assalamu
Alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahman dan hidayahnya sehingga makalah yang berjudul “Sistem Peradilan
Internasional” ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa pula
kami kirimkan salam dan selawat kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang seperti
saat ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada guru kami yang
telah memberikan tugas ini kepada kami, sehingga wawasan kami tentang sistem
peradilan internasional bertambah. Sistem peradilan
internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang hubungan
peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena sisrtem
peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil andil
di dalam pelaksanaannya.
Oleh
karena itu pengetahuan tentang peradilan internasional sangat dibutuhkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
PENULIS
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Peradilan Internasional
1. Mahkamah Internasional
1.1 Komposisi Mahkamah Internasional (MI)
1.2 Fungsi utama Mahkamah Internasional (MI)
1.3 Yurisdiksi Mahkamah Internasional
B. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan
Bangsa-bangsa
1. Mahkamah Pidana Internasional (The International
Criminal Court, ICC)
a. Komposisi
b. Yurisdiksi
MPI
2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The
International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)
3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal
Tribunal for Rwanda)
C. Panel khusus dan spesial pidana internasional
D. Proses Hukum yang Adil atau Layak
BAB III
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang
menjelaskan tentang hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan
bangsa lain. Karena sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka
masyarakat pun juga mengambil andil di dalam pelaksanaannya.
Tujuan utama,
yakni mengetahui peradilan internasional secara luas. Selain itu Negara Indonesia juga bisa mengambil contoh
peradilan di Negara-negara lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu
dan perkembangan zaman, hukum di negara Indonesia menjadi lemah atau tidak
menjunjung tinggi keadilan di dalam hukum.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud Sistem Peradilan Internasional?
2. Terdiri dari apa saja Peradilan
Internasional dibawah kerangka Perseikatan Bagsa-Bangsa?
3. Apa yang dimaksud panel khusus dan spesial Pidana
Internasional?
4. Bagaimana hukum pidana
secara layak dan adil itu terlaksana?
1.
Mengetahui pengertian
Sistem Peradilan Internasional.
2.
Megetahui Peradilan
Internasional dibawah kerangka Perseikatan Bagsa-Bangsa.
3.
Mengetahui panel khusus
dan spesial Pidana Internasional.
4.
Mengetahui hukum pidana secara layak dan adil itu terlaksana.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah
unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka
mencapai keadilan internasional. Komponen-kompenen tersebut terdiri dari mahkamah
internasional, mahkamah pidana internasional dan panel khusus dan spesial
pidana internasional.
Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan,
proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan
lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem
hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi
internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat
peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh
diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.
Dengan demikian tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal
balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan
untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum,
keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri
yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui
diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang
masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom.
Perkembangan demikian ini
menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin komplek. Dengan diferensiasi
dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar
terhadap lingkungannya.
Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari
perubahan-perubahan yang terjadi masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan
sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terikat pada
bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah
meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common law), perubahan di dalam
menafsirkan hukum perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik
umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak milik
yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan
tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan
ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain.
MI adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den Haag,
Belanda. Mahakamah ini didirikan
pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, dan mulai
berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti MIP. Fungsi utama MI adalah untuk
menjelaskan kasus-kasus persengkataan intersional yang subjeknya adalah negara.
Statuta adalah hukum-hukum yang terkandung.
1.1 Komposisi Mahkamah Internasional (MI)
Pasal 9 Statuta MI menjelaskan, komposisi MI terdiri dari 15 hakim.
Ke-15 calon hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai
cakap dibidang hukum internasional, untuk memilih anggota mahkamah dilakukan
pemungutan suara secara independen oleh majelis MU dan Dewan Keamanan (DK).
Biasanya 5 hakim MI berasal dari anggota tetap DK PBB, tugasnya untuk memeriksa
dan memutuskan perkara yang disidangkan baik yang bersifat sengketa maupun yang
bersikap nasihat.
Mahkamah
Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun.
Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional.
Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia,
Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
1.2 Fungsi utama Mahkamah Internasional (MI)
Fungsi Mahkamah
Internasional: Adalah
menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori
Negara, yaitu :
·
Negara anggota PBB,
otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
·
Negara bukan anggota PBB
yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja
Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional
dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
·
Negara bukan wilayah kerja
(statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan
Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
1.3 Yurisdiksi Mahkamah Internasional
Yuridikasi Mahkamah
Internasional : Adalah
kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hokum internasional untuk
meentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi:
·
Memutuskan perkara-perkara
pertikaian (Contentious Case).
·
Memberikan opini-opini yang
bersifat nasehat (Advisory Opinion).
Yuridikasi menjadi dasar
Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa
kemungkinan Cara penerimaan Yuridikasi sbb :
·
Perjanjian khusus, dalam
mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan
pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan
Pulau Ligitan.
·
Penundukan diri dalam
perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa menundukkandiri pada
perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi sengketa diantara para
peserta perjanjian.
·
Pernyataan penundukan diri
Negara peserta statute Mahkamah internasional, mereka tunduk pada Mahkamah
internasional, tanpa perlu membuat perjanjiankhusus.
·
Keputusan Mahkamah
internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah
Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional
sendiri.
·
Penafsiran Putusan,
dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penapsiran dilakukan
dalambentuk perjanjian pihak bersengketa.
·
Perbaikan putusan, adanya
permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru (novum) yang belum
duiketahui oleh Mahkamah Internasional.
MPI adalah Mahkamah Pidana
Internasional yang berdiri permanen berdasarkan traktat multilateral, yang
mewujudkan supremasi hukum internasional yang memastikan bahwa pelaku kejahatan
berat internasional di pidana. MPI disahkan pada
tanggal 1 Juli 2002, dan dibentuk berdasarkan Statuta Roma yang lahir terlebih
dahulu pada tanggal 17 Juli 1998. Tiga tahun kemudian, yaitu tanggal 1 Juli
2005 Statuta MPI telah diterima dan diratifikasi oleh 99 negara. Sama seperti
MI, MPI berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Awalnya, MPI terdiri dari 18 orang hakim
yang bertugas selama sembilan tahun tanpa dapat dipilh kembali. Para hakim
dipilih berdasarkan dua pertiga suara Majelis Negara Pihak, yang terdiri atas
negara-negara yang telah meratifikasi statuta ini (Pasal 36 ayat 6 dan 9).
Paling tidak separuh dari mereka kompeten di bidang hukum pidana dan acara
pidana; sementara paling tidak lima lainnya mempunyai kompetensi di bidang
hukum Internasional, misalnya hukum humaniter internasional dan hukum HAM internasional
(Pasal 36 ayat 5).
Dalam memilih para hakim, negara Pihak
(negara peserta/anggota) harus memperhitungkan perlunya perwakilan berdasarkan
prinsip-prinsip sistem hukum di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbangan
jender (Pasal 36 ayat 8). Para hakim akan “disebar” dalam tiga bagian:
pra-peradilan, peradilan, dan peradilan banding (Pasal 39).
Mayoritas absolut dari Majelis Negara
Pihak akan menetapkan jaksa penuntut dan satu atau lebih wakil jaksa penuntut
dangan masa kerja sembilan tahun, dan tidak dapat dipilih kembali (Pasal 42
ayat 2). Para penuntut ini harus memiliki pengalaman praktek yang luas dalam
penuntutan kasus-kasus pidana (Pasal 42 ayat 3). Jaksa akan bertindak atas
penyerahan dari Negara Pihak atau Dewan Keamanan, dan dapat juga berinisiatif
melakukan penyelidikan atas kehendak sendiri (propio motu).
Prinsip yang mendasar dari statuta Roma
ini adalah bahwa ICC “merupakan pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional”
(Pasal 1). Ini berarti, Mahkamah harus mendahulukan sisitem nasional; jika
sistem nasional yang ada benar-benar tidak mampu (unable) dan tidak bersedia (unwilling)
untuk melakukan penyelidikan atau menuntut tindak kejahatan yang terjadi, maka
akan diambilalih di bawah yurisdiksi Mahkamah (Pasal 17).
Yurisdiksi
atau kewenangan yang dimiliki oleh MPI untuk menegakkan aturan hukum
internasional adalah memutus perkara terbatas terhadap perilaku kejahatan berat
oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi statuta mahkamah.
Pasal
5-8 statuta mahkamah menentukan 4 (empat) jenis kejahatan berat, yaitu sebagai
berikut:
1.
Kejahatan genosida (the crime of genocide), yaitu tindakan
jahat yang berupaya untuk memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa,
etnik, ras ataupun kelompok keagamaan tertentu.
2.
Kejahatan terhadap
kemanusiaan (crime against humanity),
yaitu tindakan penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi penduduk
sipil tertentu.
3.
Kejahatan perang (war crimes), yaitu
a. Tindakan
berkenaan dengan kejahatan perang, khususnya apabila dilakukan sebagai bagian
dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu pelaksanaan
secara besar-besaran dari kejahatan tersebut.
b. Semua
tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bertentangan dengan konvesi
jenewa.
c. Kejahatan
serius yang melanggar hukum konflik bersenjata internasional (misal menyerang objek-objek sipil , bukan
objek militer, membombardir secara membabi-buta suatu desa atau penghuni
bangunan-bangunan tertentu yang bukan objek
militer).
4.
Kejahatan agresi (the
crime of aggression), yaitu tindakan kejahatan yang berkaitan dengan ancaman
terhadap perdamaian.
Melalui
Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk
The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang
bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang
yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum
humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini
dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya
telah ditahan.
Pada
tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, seperti
Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden
Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan
melanggar hukum perang. (Mauna, 2003; 264)
Mahkamah
ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994. Tugas Mahkamah ini adalah
untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan missal
sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai
menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba,
dan juga Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan
pemusnahan ras (genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal
tersebut mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang orang Tutsi, sebagai
sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.
Walaupun
tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Mahkamah Kriminal untuk
Rwanda belum selesai, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan
pembentukan mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat perang di
zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang
telah membunuh sekitar 1.700.000 orang. Jika diperkirakan bahwa
tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk
membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc
(sementara). (Mauna, 2003; 265)
Panel khusus pidana
internasional (PKPI) dan Panel spesial pidana internasional (PSPI) adalah
lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat
internasional yang bersifat tidak permanen (ad hoc). Artinya selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan.
Dasar pembentukan dan kompsisi
penuntut maupun hakim ad hoc ditentukan berdasarkan resolusi dewan keamanan
PBB. Sedangkan yurisdiksi PKPI & PSPI/ICT & SC menyangkut tindakan
kejahatan perang dan genosida tanpa melihat apakah negara dari si pelaku
tersebut sudah meratifikasi statuta ITC atau belum. Hal ini berbeda dengan ICC
yang yurisdiksinya didasarkan pada kepesertaan negara dalam traktat
multirateral tersebut.
Perbedaan antara PKPI
dan PSPI terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya. Pada
PSPI komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara
peradilan nasional dan internasional. Sedangkan pada PKPI komposisi sepenuhnya
ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional. Contoh-contoh PKPI dan PSPI:
a)
International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY) Dibentuk
tahun 1993
b)
International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dibentuk
oleh dewan keamanan PBB pada tahun 1994
c)
Special Court for Sierra Leone (SCSL)
d)
Special Court for
Cambodia (SCC)
e)
Special Court for East Timor (SCET)
f)
Special Court for Iraq (SCI) Toward a Trial
for Saddam Hussein and Other Top Baath Leaders.
Patut dicatat, DK PBB pernah didesak
untuk membentuk International Criminal
Tribunal for East Timor (ICTET).
Hanya saja peradilan tersebut urung didirikan karena keberatan dari indonesia.
Sebagai kompromi dibentuklah Special
Court for East Timor (SCET); selain
itu, indonesia membentuk Peradilan HAM lewat UU No. 26/2010.
Di dalam pelaksanaan
peradilan pidana, ada satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita
peradilan pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa Indonesia
dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.
Secara keliru arti dari proses hukum yang
adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan
hukum acara pidana suatu Negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal
arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau
perundang-undangan secara formil.
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan
layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai
warga masyarakat meskipun ia menjadi pelaku kejahatan. Namun kedudukannya
sebagai manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya tanpa
diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar pandangannya tentang
peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum dalam setiap tahap
pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang dimuka pengadilan
yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.
Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum
yang adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain harus
melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai dengan asas-asasnya, juga
harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang menghormati hak-hak warga
masyarakat.
Dengan keberadaan UU No.8 Tahun 1981,
kehidupan hukum Indonesia telah meniti suatu era baru, yaitu kebangkitan hukum
nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah
mekanisme sistem peradilan pidana.
Perlindungan hak-hak
tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain
itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut
memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
1.
Kata
sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen
lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional.
Komponen-kompenen tersebut terdiri dari mahkamah internasional, mahkamah pidana
internasional dan panel khusus dan spesial pidana internasional.
2.
Peradilan-Peradilan
Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa terdiri dari :
a.
Mahkamah
Pidana Internasional (The International
Criminal Court, ICC)
b.
Mahkamah Kriminal
Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for
the Former Yugoslavia/ICTY)
c.
Mahkamah Kriminal untuk
Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
3.
Panel
khusus pidana internasional (PKPI) dan Panel spesial pidana internasional
(PSPI) adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para
tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen (ad hoc).
Artinya selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan.
4.
Di
dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah hukum yang dapat merangkum
cita-cita peradilan pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa
Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.