LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA
PERCOBAAN III
REAKSI UJI PROTEIN
NAMA :
RISKY NURHIKMAYANI
NIM :
H 411 12
311
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : NUR INDAH SARI
HARI/TANGGAL :
SENIN/21 OKTOBER 2013
LABORATORIUM
BIOKIMIA
JURUSAN
KIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir
setiap fungsi dinamik dalam makhluk hidup bergantung pada protein. Faktanya
nilai penting protein digaris bawahi oleh namanya, yang berasal dari kata
Yunani proteios, yang berarti ‘tempat pertama’. Protein menyusun lebih dari 50%
massa kering sebagian besar sel, dan protein teramat penting bagi hampir semua
hal yang dilakukan organisme. Beberapa protein mempercepat reaksi kimia,
sedangkan yang lain berperan dalam penyokongan struktural, penyimpanan,
transpor, komunikasi selular, pergerakan, serta pertahanan melawan zat asing.
Protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubugkan
melalui ikatan peptida pada ujung-ujungnya. Selain ikatan peptida terdapat
ikatan kimia lain dalam protein yaitu ikatan hidrogen, ikatan hidrofob, ikatan
ion/ikatan elektrostatik, dan ikatan van der Waals. Protein dapat tidak stabil
terhadap beberapa faktor yaitu pH, radiasi, suhu, medium pelarut organik, dan
detergen.
Protein tersusun dari atom C, H,
O, dan N, serta kadang-kadang P dan S. Dari keseluruhan asam amino yang
terdapat di alam hanya 20 asam amino yang yang biasa dijumpai pada protein. Pada
berbagai uji kualitatif yang dilakukan terhadap beberapa macam protein,
semuanya mengacu pada reaksi yang terjadi antara pereaksi dan komponen protein,
yaitu asam amino tentunya. Beberapa asam amino mempunyai reaksi yang spesifik
pada gugus R-nya, sehingga dari reaksi tersebut dapat diketahui komponen asam
amino suatu protein. Uji protein dengan metode identifikasi
protein secara kualitatif dapat menggunakan prinsip diantaranya uji biuret, pengendapan dengan logam,
pengendapan dengan garam, pengendapan dengan alkohol, uji koagulasi dan
denaturasi protein.
Untuk mengetahui kebenaran teori
tersebut maka dilakukanlah percobaan uji protein dengan metode identifikasi
secara kualitatif dengan menggunakan prinsip pengendapan dengan logam dan
pengendapan dengan alkohol.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Untuk
mengetahui dan menguji kandungan proteinpada senyawa sampel.
1.2.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengidentifikasi adanya
protein dengan tes pengendapan logam.
2. Untuk mengidetifikasi adanya
protein dengan tes pengendapan alkohol.
1.3 Prinsip Percobaan
1.3.1 Pengendapan dengan Logam
Pengendapan
dengan logam menyebabkan reaksi ion logam dengan protein mengakibatkan
terjadinya endapan.
1.3.2 Pengendapan dengan Alkohol
Pengendapan
dengan alkohol menyebabkan penurunan kelarutan protein akibat penambahan
pelarut organik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protein
adalah sekelompok senyawa organik yang nyaris keseluruhannya terdiri atas
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein biasanya suatu polimer yang
tersusun atas banyak subunit (monomer) yang dikenal sebagai asam amino. Asam
amino yang biasanya ditemukan dalam protein menunjukkan struktur sebagai
berikut (Fried dan Hademenos, 2006).
Gambar : Struktur asam amino
Protein
merupakan makromolekul yang paling melimpah di dalam sel dan menyusun lebih
dari setengah berat kering pada semua organisme. Sebagai makro molekul, protein
merupakan senyawa organik yang mempunyai berat molekul tinggi dan berkisar
antara beberapa ribu sampai jutaan dan tersusun dari C, H, O dan N serta unsur
lainnya seperti S yang membentuk asam-asam amino. Semua protein pada semua
makhluk, dibangun oleh oleh susunan dasar yang sama, yaitu 20 macam asam amino
baku yang molekulnya sendiri tidak mempunyai aktivitas biologis sedang protein
sebagai enzim dan hormon mempunyai fungsi khusus. Disamping itu protein dapat
berfungsi sebagai pembangun struktur, sumber energi, penyangga racun, pengatur
pH dan bahkan sebagai pembawa sifat turunan dari generasi ke generasi (Patong,
dkk., 2012).
Melalui reaksi
hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino yang dibagi berdasarkan
gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan tersebut : asam amino non-polar
dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin,
Prolin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam amino
polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin, Treonin,
Sistein, Tirosin, Asparagin dan Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang
bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang
bermuatan negatif pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang ada, dijumpai
delapan macam asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin, metionin,
Fenilalanin, Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini tidak bisa
disintesis sendiri oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari luar
seperti makanan dan zat nutrisi lainnya (Samadi, 2012).
Pembagian
tingkat organisasi struktur protein ada empat kelas yakni struktur primer,
struktur sekunder, dan struktur tersier. Sedangkan klasifikasi protein dibagi
berdasarkan sifat biologisnya, berdasarkan sifat kelarutannya dan gugus
prostetiknya (Katili, 2009).
Pada
struktur primer ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida (ikatan
kovalen). Struktur ini dapat digambarkan sebagai rumus bangun yang biasa
ditulis untuk senyawa organik. Pada ikatan ini tidak terdapat ikatan atau
kekuatan lain yang menghubungkan asam amino dengan satu dan lainnya. Pada
struktrur sekunder dimana rantai asam amino bukan hanya dihubungkan oleh ikatan
peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen. Karena ikatan peptida
adalah planar maka dalam satu molekul protein dapat berotasi hanya Ca-N dan Ca-C terhadap sumbu (struktur
primer), sehingga memungkinkan suatu protein yang disebut a-heliks. Struktur tersier terbentuk karena terjadinya
pelipatan (folding) rantai a-heliks, konformasi b, maupun gulungan rambang suatu polipeptida, membentuk
protein globular, yang struktur tiga dimensinya lebih rumit daripada protein
serabut. Struktur kuartener terbentuk dari beberapa bentuk tersier dan bisa
terdiri dari promoter yang sama atau yang berlainan. Agregasi dari banyak
polipeptida dapat membentuk sebuah protein tunggal yang fungsional (Patong,
dkk., 2012).
Fungsi
protein ditentukan oleh konformasinya, atau pola lipatan tiga dimensinya, yang
merupakan pola dari rantai polipeptida. Beberapa protein seperti keratin rambut
dan bulu, berupa serabut, dan tersusun membentuk struktur linear atau struktur
seperti lembaran dengan pola lipatan berulang yang teratur. Protein lainnya,
seperti kebanyakan enzim, terlipat membentuk konformasi globular yang padat dan
hampir menyerupai bentuk bola. Konformasi akhir bergantung pada berbagai macam
interaksi yang terjadi (Kuchel dan Ralston, 2006).
Dalam ilmu
Kimia, pencampuran atau penambahan suatu senyawa dengan senyawa yang lain
dikatakan bereaksi bila menunjukkan adanya tanda terjadinya reaksi, yaitu:
adanya perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan suhu, dan adanya endapan.
Pencampuran yang tidak disertai dengan tanda demikian, dikatakan tidak terjadi
reaksi kimia. Ada beberapa reaksi khas dari protein yang menunjukkan efek/tanda
terjadinya reaksi kimia, yang berbeda-beda antara pereaksi yang satu dengan
pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein (albumin) dengan Biuret test
yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu sama dengan pereaksi uji lainnya (Ariwulan, 2011).
Uji protein dengan metode
identifikasi protein secara kualitatif dapat menggunakan prinsif (Khoiriah,
2012) :
·
Uji Biuret : pembentukan
senyawa kompleks koordinat yang berwarna yang dibentuk oleh Cu²++ dengan gugus –CO dan –NH pada ikatan peptida dalam larutan suasana basa.
·
Pengendapan dengan logam : pembentukan
senyawa tak larut antara protein dan logam berat.
·
Pengendapan dengan garam : pembentukan senyawa tak larut
antara protein dan ammonium sulfat.
·
Pengendapan dengan alkohol : pembentukan senyawa tak
larut antara protein dan alkohol.
·
Uji koagulasi :
perubahan bentuk yang ireversibel dari protein akibat dari pengaruh pemanasan.
·
Denaturasi protein :
perubahan pada suatu protein akibat dari kondisi lingkungan yang sangat
ekstrim.
Berbagai protein globular
mempunyai daya kelarutan yang berbeda dalam air. Variabel yang mempengaruhi
kelarutan ini adalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut, dan
temperatur. Pemusahan protein dari campuran dengan pengaturan pH didasarkan
pada harga pH isoelektrik yang berbeda-beda untuk tiap macam protein. Pada
umumnya molekul protein mempunyai daya kelarutan minimum pada pH
isoelektriknya. Pada pH isoelektriknya beberapa protein akan mengendap dari
larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan, masing-masing protein
dalam campuran dapat dipisahkan satu dari yang lainnya dengan teknik yang disebut
pengendapan isoelektrik (Patong, dkk., 2012).
Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan
terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah
ditambahkan AgNO3 dan (CH3COO)2Pb. Senyawa-senyawa logam tersebut akan memutuskan jembatan
garam dan berikatan dengan protein membentuk endapan logam proteinat. Protein
juga mengendap bila terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang
tinggi dalam larutan protein. Berbeda dengan logam berat, garam-garam anorganik
mengendapkan protein karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga
berkompetisi dengan protein untuk mengikat air. Pada percobaan, endapan yang
direaksikan dengan pereaksi millon memberikan warna merah muda, dan filtrat
yang direaksikan dengan biuret berwarna biru muda. Hal ini berarti ada sebagian
protein yang mengendap setelah ditambahkan garam (Sri, 2012).
Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul
tanpa memutuskan ikatan kovalen. Proses ini bersifat khusus untuk protein dan
mempengaruhi protein yang berlainan dan sampai yang tingkat berbeda pula.
Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling penting adalah
bahan, pH, garam, dan pengaruh permukaan. Denaturasi biasanya dibarengi oleh
hilangnya aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat
fisika dan fungsi seperti kelarutan (Deman,1989).
Sebagian besar protein dapat diendapkan dari
larutan air dengan penambahan asam tertentu seperti, asam trikloroasetat dan
asam perklorat. Penambahan asam ini menyebabkan terbentuknya garam protein yang
tidak larut. Zat pengendapan lainnya adalah tungstat, fosfotungstat dan
metanofosfat. Protein juga diendapkan dengan kation tertentu seperti Zn2+
dan Pb2+ (Patong, dkk., 2012).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan protein (glisin, asam
aspartat, alanin, dan albumin), HgCl2 0,2 M, (CH3COO)2Pb
0,2 M, HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M, etanol 95%, dan buffer pH 4,7.
3.2
Alat
Alat
yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung, pipet
tetes, dan pipet skala.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pengendapan dengan Logam
Pada tabung reaksi dimasukkan 3 ml larutan
protein pada masing-masing tabung, 2 tabung berisi larutan albumin, 2 berisi
alanin, 2 berisi glisin, dan 2 berisi asam aspartat. Kedalam satu tabung
masing-masing ditambahkan 5 tetes HgCl2 0,2 M kemudian tabung yang
satunya ditambahkan 5 tetes CH3COO)2Pb 0,2
M.
3.3.2 Pengendapan dengan Alkohol
Tabung
I diisi dengan 5 ml larutan albumin lalu ditambahkan dengan 1 ml HCl 0,1 M dan
6 ml etanol 95 %. Tabung II diisi dengan 5 ml larutan albumin
lalu ditambahkan dengan 1 ml NaOH 0,1 M kemudian ditambahkan dengan 6 ml Etanol
95 %. Tabung III diisi dengan 5 ml larutan albumin lalu ditambahkan dengan 1 ml
buffer asetat pH 4,7 kemudian ditambahkan dengan 6 ml etanol 95 %.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengendapan dengan Logam
No
|
Larutan contoh
|
HgCl2 0,2 M
|
(CH3COO)2Pb
|
1.
2.
3.
4.
|
Glisin
Alanin
Albumin
Asam Aspartat
|
Tidak bereaksi, Bening
Tidak bereaksi, Bening
Terjadi reaksi terdapat endapan putih
Tidak berekasi, Bening
|
Tidak bereaksi, Bening
Tidak bereaksi, Bening
Terjadi reaksi terdapat
endapan putih.
Tidak bereaksi, Bening
|
4.1.2 Pengendapan dengan Alkohol
Larutan Contoh
|
Tabung I
|
Tabung II
|
Tabung III
|
|
Putih keruh, terdapat endapan
|
Bening dan terdapat gelembung-gelembung uadara
|
Terjadi endapan dan larutannya keruh.
|
Keterangan :
·
Tabung I : Larutan albumin telur +
HCl + Etanol 95%
·
Tabung II : Larutan albumin telur +
NaOH + Etanol 95%
·
Tabung III : Larutan albumin telur +
Buffer asetat pH 4,7 + Etanol 95%
4.2 Reaksi
4.2.1 Pengendapan dengan Logam
·
HgCl2 +
Albumin
·
HgCl2 + Asam
Aspartat
l
NH2
·
HgCl2 +
Glisin
·
HgCl2 + Alanin
·
(CH3COO)2Pb
+ Albumin
·
(CH3COO)2Pb
+ Glisin
·
(CH3COO)2Pb
+ Alanin
·
(CH3COO)2Pb
+ Asam Aspartat
l
NH2
4.2.2 Pengendapan dengan Alkohol
·
NaOH
·
HCl
·
Buffer pH 4,7
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengendapan dengan Logam
Pada pengendapan protein dengan pengendapan logam,
melalui penambahan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb ke
dalam larutan albumin menyebabkan terjadinya reaksi sehingga larutan yang
sebelumnya jernih berubah menjadi keruh dan terdapat endapan. Penambahan HgCl2
dan (CH3COO)2Pb ini karena diketahui bahwa
protein mampu menawarkan racun sebab asam amino yang merupakan penyusun suatu
protein dapat mengikat logam seperti Hg (merkuri klorida) dan Pb (timbal
asetat), racun atau logam yang terikat dalam reaksi ini ditandai dengan adanya
endapan putih. Pada saat ditambahkan ke dalam protein, HgCl2 dan (CH3COO)2Pb
akan terionisasi dalam bentuk Hg2+ dan PbSO4 sehingga
dapat menghasilkan endapan. Ikatan yang amat kuat dari reaksi protein
yang ditambahkan dengan HgCl2 dan (CH3COO)2Pb
akan memutuskan ikatan jembatan garam, sehingga akan terjadi denaturasi,
secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat pada protein dapat
bereaksi dengan ion logam berat dan dapat membentuk senyawa kelat.
Adanya endapan disebabkan karena adanya kemampuan protein
atau asam amino untuk berikatan dengan ion logam di atas titik isoelektriknya.
Kemampuan ini disebabkan karena pada saat pH berada di atas titik isoelektrik
protein atau asam amino, maka ia akan bermuatan negatif sehingga mampu mengikat
ion logam yang bermuatan positif. Berdasarkan teori, titik isoelktrik albumin
adalah : 4,55-4,90, alanin 6,00 , glisin
5,97 dan serin 5,68 (titik isoelektrik adalah keadaan pH dimana protein
/asam amino memiliki jumlah muatan positif dan negatif yang sama). Adanya pertambahan
ion logam menyebabkan putusnya jembatan disulfida dan ikatan kovalen S-S pada
protein yang mengandung gugus sulfuhidril.
Sedangkan untuk asam amino seperti asam
aspartat, glisin, dan alanin tidak membentuk endapan karena
suasana larutan masih berada di bawah titik isoelektrik kedua asam amino
tersebut, sehingga asam amino yang bermuatan positif tidak mampu berikatan
dengan ion logam yang bermuatan positif pula. Selain itu, ketiga jenis asam
amino tersebut tidak mengandung gugus sulfuhidril.
4.3.2 Pengendapan dengan Alkohol
Pada reaksi pengendapan dengan
penambahan alkohol, ketika larutan albumin dengan penambahan HCl kemudian
ditambahkan dengan alkohol 95% maka akan terjadi reaksi, dimana larutan berubah
menjadi putih keruh. Ketika albumin dengan penambahan NaOH kemudian ditambahkan dengan alkohol 95% maka
larutan akan terlihat tetap bening namun terdapat gelembung-gelembung udara.
Ketika albumin dengan penambahan buffer asetat pH 4,7 kemudian ditambahkan dengan alkohol 95%,
larutan berubah menjadi putih keruh.
Penambahan
alkohol yang merupakan pelarut organik akan menurunkan kelarutan protein,
karena kelarutaan suatu protein tergantung dari kedudukan dan distribusi dari
gugus hidrofil polar dan hidrofob polar pada molekul. Mampu mengendapkan logam
dalam suasan asam dan pada pH 4,7 yang merupakan titik isoelektrik.
Pada
reaksi pengendapan dengan alkohol, larutan albumin akan membentuk endapan yang
disebabkan karena adanya gugus hidrofobik polar (yang menarik gugus non-polar)
didalam molekul protein dan menghasilkan protein dipol. Menurut teori, albumin + HCl
dan albumin + NaOH membentuk larutan bening sedangkan albumin + buffer asetat
pH 4,7 agak keruh. Hal ini disebabkan karena pada pH 4,7 merupakan titik
isoelektrik albumin. Titik isoelektrik merupakan pH dimana kelarutan protein minimum karena jumlah
ion positif dan ion negatif sama sehingga penambahan senyawa organik seperti
aseton dan alkohol yang bersifat nonpolar (muatan = 0) cenderung menurunkan
kelarutan protein. Penambahan
asam berupa
HCl
menyebabkan larutan albumin kelihatan keruh akibat pH daripada larutan berada dibawah pH buffer
asetat pH 4,7. Sedangkan dengan penambahan basa menyebabkan larutan albumin kelihatan agak
bening, hal ini menandakan naiknya kelarutan albumin. Hal ini berdasarkan sifat
protein yang amfoter (protein dalam suasana pelarut yang bersifat asam akan
bertindak sebagai basa dan dalam suasana pelarut yang bersifat basa akan
bertindak sebagai asam).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari
percobaan ini adalah sebagai Pada reaksi uji protein dengan
penambahan logam berat seperti logam Hg dan Pb bereaksi positif dengan adanya
pengendapan pada albumin, namun beraksi negatif pada alanin,
asam aspartat dan glisin.
Pada reaksi uji protein
dengan pengendapan alkohol bereaksi positif pada suasana asam ketika dilakukan penambahan HCl atau Buffer asetat pH 4,7 ke dalam larutan dan dengan penambahan basa akan menyebabkan naiknya kelarutan albumin.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Laboratorium
Untuk
laboratorium sudah baik baik alat-alat dan
bahan sudah lengkap, Saran untuk laboratorium agar kedepannya fasilitasnya bisa
lebih baik lagi.
5.2.2 Saran untuk Asisten
Untuk asisten biokim sudah cukup
baik, dimana asisten maupun praktikan sama-sama disiplin memakai baju lab di laboratorium,
serta sebelum melakukan praktikum diberikan penjelasan terkait hal yang akan di
percobakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariwulan, R.R.
Dyah Roro, 2011, Uji Reaksi Protein (online),
(http://pustakabiolog.
wordpress.com), diakses pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 20.15 WITA.
Deman, M. John, 1997, Kimia Makanan, Institut
Teknologi Bandung , Bandung.
Fried, G. H.
dan Hademenos, G. J., 2006, Schaum’s
Outlines Biologi Edisi Kedua, Penerbit Eralangga, Jakarta.
Katili, A.
S., 2009, Struktur dan Fungsi Protein
Kolagen (online), (http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JPI/article/view/587), Jurnal Penelitian, Vol : 2 (5), Hal : 19-29, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Khoiriah,
N., 2012, Uji Reaksi Protein (online),
(http://nissakhoiriah.blogspot.com), diakses pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 20.17 WITA.
Kuchel, P.
dan Ralston G. B., 2006, Biokimia
Schaum’s Easy Outlines, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Patong,
A.R., dkk., 2012, Biokimia Dasar,
Lembah Harapan Press, Makassar.
Samadi,
2012, Konsep Ideal Protein (Asam Amino)
Fokus pada Ternak Ayam Pedaging (online), (http://jurnal.unsyiah.ac.id/agripet/article/view/202), Jurnal
Penelitian, Vol: 12 (2), Hal :
42-48, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sri,
2012, Praktikum Reaksi Uji Protein (online), (http://ruanglingkupgurukimia. blogspot.com), diakses pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 20.21 WITA.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 21 Oktober 2013
Asisten Praktikan
NUR INDAH SARI RISKY NURHIKMAYANI