LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI
UMUM
PERCOBAAN IV
PENGARUH POLUSI DOMESTIK
TERHADAP KUALITAS AIR
NAMA :
RISKY NURHIKMAYANI
NIM :
H41112311
HARI/TANGGAL :
KAMIS/ 9 MEI 2013
KELOMPOK :
5 (LIMA) B
ASISTEN :
ANWAR
: YULIANI
LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lingkungan terdiri dari komponen biotik
dan abiotik. Jika komponen biotik berada dalam komposisi yang proporsional
antara tingkat trofik dengan komponen abiotik yang mendukung kehidupan komponen
biotik, lingkungan tersebut berada dalam keseimbangan atau stabil. Keseimbangan
lingkungan dapat menjadi rusak, artinya lingkungan menjadi tidak seimbang jika
terjadi perubahan yang melebihi daya dukung dan daya lentingnya ( Umar, 2013 ).
Kegiatan manusia mengubah lingkungan dilakukan
karena adanya kebutuhan hidup. Kebutuhan ini akan menjadi semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Upaya pemenuhan kebutuhan menusia
dipengaruhi oleh perkembangan budaya. Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
hasil perkembangan budaya digunakan untuk mengembangkan berbagai industri yang
dapat memenuhi kebutuhan manusia (Whardana, 1995).
Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga
menyebabkan semakin besarnya volume limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu.
Volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta m3 pertahun, dengan
peningkatan kandungan rata-rata 50% . Konsekuensinya adalah beban badan air
yang selama ini dijadikan tempat pembuangan limbah rumah tangga menjadi semakin
berat, termasuk terganggunya komponen lain seperti saluran air, biota perairan
dan sumber air penduduk. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran
yang banyak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan (Yusuf, 2008).
Polusi domestik atau
pencemaran akibat aktivitas rumah tangga berupa sampah sisa makanan, sabun,
deterjen dan tinja, bahan-bahan ini merupakan bahan yang mudah diuraikan oleh
mikroba dalam air. Ada bermacam-macam cara untuk menentukan adanya polusi air,
misalnya dengan mengukur tingkat kejernihan, suhu, pH, kandungan oksigen oleh
mikroba dan proses kimia lainnya untuk
menguraikan bahan organik dalam air tadi. Yang terakhir biasanya BOD
karena semakin tinggi aktivitas mikroba menguraikan bahan organik maka makin
cepat kandungan oksigen dalam air habis (Supriyanti, 2007).
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh polusi domestik terhadap kualitas air, maka
dilakukanlah percobaan ini untuk menentukan kualitas air dari beberapa sumber yang berbeda dengan
menggunakan indikator metil merah.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui kualitas air dari beberapa sumber yang berbeda, dengan
menggunakan methylen merah..
2.
Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan
yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 9
Mei 2013, praktikum pukul 10.30 - 12.30 WITA, bertempat di Canopy, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air
yang aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukan air tersebut.
Misalnya kriteria air yang dapat diminum secara langsung (air kualitas A)
mempunyai kriteria yang berbeda dengan air yang dapat digunakan untuk air baku
air minum (kualitas B) atau air kualitas C untuk keperluan perikanan dan
peternakan dan air kualitas D untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan,
industri dan pembangkit tenaga air (Whardana, 1995).
Pencemaran
air adalah penambahan unsur atau organisme laut kedalam air, sehingga pemanfaatannya
dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial,
karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik
yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada
kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air (Salmin, 2005).
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat
aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa
bumi dan lain-lain juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas
air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan
oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya
kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi. Sampah organik seperti air
comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang
menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah
terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam
air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan.
Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh
pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air (Suryani,
2011).
Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat
berbagai macam zat atau kondisi (misal Panas) yang dapat menurunkan standar
kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk
kebutuhan tertentu. Suatu sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena
tercampur dengan bahan pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai
dengan kebutuhan tertentu, Sebagai contoh suatu sumber air yang mengandung
logam berat atau mengandung bakteri penyakit masih dapat digunakan untuk
kebutuhan industri atau sebagai pembangkit tenaga listrik, akan tetapi tidak
dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga (keperluan air minum, memasak,
mandi dan mencuci) (Sugiharto, 1987).
Menurut Setiawan (2011), pada dasarnya bahan pencemar
air dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Sampah yang dalam
proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung
senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah industri gula
tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran manusia dan kotoran
hewan, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati. Untuk proses penguraian sampahsampah
tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga apabila sampah-sampah tersbut
terdapat dalam air, maka perairan (sumber air) tersebut akan kekurangan
oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati kekurangan oksigen. Selain
itu proses penguraian sampah yang mengandung protein (hewani/nabati) akan
menghasilkan gas H2S yang berbau busuk, sehingga air tidak layak
untuk diminum atau untuk mandi.
2.
Bahan pencemar
penyebab terjadinya penyakit, yaitu bahan pencemar yang mengandung
virus dan bakteri misal bakteri coli yang dapat menyebabkan penyakit saluran
pencernaan (disentri, kolera, diare, types) atau penyakit kulit. Bahan pencemar
ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah rumah sakit atau dari kotoran
hewan/manusia.
3.
Bahan pencemar
senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg),
kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik. Bahan
pencemar berupa logam-logam
berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun
dalam organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, limpa saluran pencernaan lainnya
sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.
4.
Bahan pencemar
organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yaitu
senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer seperti plastik,
deterjen, serat sintetis, limbah industri dan limbah minyak. Bahan pencemar ini
tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan menggunung dimana-mana
dan dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup.
5.
Bahan pencemar berupa
makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat, senyawa fosfat
dapat menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga menutupi
permukaan air. Selain itu akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan
organisme dalam air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini
disebabkan oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air
(kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke dalam air.
Menurut Yusuf (2008), sumber pencemaran air dapat meliputi sebagai berikut:
1.
Limbah pertanian berupa obat insektisida, bisa mematikan biota air, pupuk yang menyebabkan eutrofikasi, yakni suatu kondisi yang mengakibatkan kurangnya oksigen dan mendorong terjadinya
kehidupan organisme anaerob.
2.
Limbah rumah tangga yaitu bahan organik, menyebabkan biota
air mati, bahan anorganik, menyebabkan
banjir, bahan biologis, menyebabkan
timbulnya penyakit.
3.
Limbah Industri meliputi bahan organik dan bahan
anorganik.
4.
Penangkapan ikan dengan menggunakan racun seperti potasium.
Pada berbagai tempat di tanah air,
limbah cair rumah tangga belum terjangkau oleh teknologi pengolahan limbah.
Selain biaya yang mahal dan penerapan yang sulit, masih kuatnya pemikiran dan
anggapan sebagian besar masyarakat bahwa pembuangan limbah rumah tangga secara
langsung ke lingkungan tidak akan menimbulkan dampak yang serius. Dalam kondisi
demikian, diperlukan suatu sistem pengolahan limbah rumah tangga yang selain
murah dan mudah diterapkan, juga dapat memberi hasil yang optimal dalam
mengolah dan mengendalikan limbah rumah tangga sehingga dampaknya terhadap
lingkungan dapat dikurangi (Yusuf, 2008).
Polusi domestik atau polusi
akibat aktivitas rumah tangga yang dapat berupa sampah, sisa makanan, sabun,
deterjen, dan bahan tinja, di mana bahan ini mudah diuraikan oleh mikroba air
dengan menggunakan oksigen terlarut dalam air. Derajat pencemaran suatu
perairan dapat diketahui dengan bermacam-macam cara, misalnya berdasarkan:
kejernihan air, kandungan O2 terlarut, kebutuhan O2 oleh mikroba (BOD =
Biological Oxygen Demand), dan proses kimiawi lainnya dalam penguraian bahan organik
di dalam air (Umar, 2013).
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau
diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan
parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan
bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Yang termasuk dalam
parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa,
bau, suhu, dan sebagainya. Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa
kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan
BOD, COD, TOC), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan,
dan sebagainya.Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme
dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya.Berdasarkan
hasil pengukuran atau pengujian, air sungai dapat dinyatakan dalam kondisi baik
atau cemar. Sebagai acuan dalam menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu
air, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001
(Soendjojo, 1990).
Oksigen
sangat dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan dan proses
metabolisme. Dalam perairan oksigen berperan dalam proses oksidasi den reduksi
bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat
dibutuhkan organisme perairan. Sumber utama oksigen diperairan berasal dari
proses difusi udara bebas dan hasil proses fotosintesis. Untuk mengetahui kualitas
suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biokimia
(BOD) memegang peranan penting. Prinsip penentuannya bisa dilakukan dengan cara
titrasi iodometri atau langsung dengan alat DO meter. Suatu perairan yang
tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikatagorikan sebagai perairan yang baik,
maka kadar oksigen terlarutnya (DO) > 5 ppm dan kadar oksigen biokimianya
(BOD) berkisar 0 - 10 ppm (Salmin, 2005).
Yang
dimaksud adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari
udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua
mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk
mikroorganisme seperti bakteri. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah
yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan
bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik
menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang
dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati
(Sugiharto, 1987).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, pipet tetes, plastik elastis, dan
karet gelang.
III.2 Bahan
Bahan yang diperlukan untuk percobaan ini adalah metil
merah, air laut jam 12 malam, air laut jam 6 pagi, air selokan, air sungai, air
kolam, air sumur, air PAM, dan air danau UNHAS .
III.3 Metode Kerja
Langkah-langkah kerja yang
dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:
1.
Botol sampel disiapkan sebanyak 8 buah diberi label A, B, C, D, E, F, G,
dan H.
2.
Kemudian masing-masing botol diisi dengan urutan secara hati-hati dengan
urutan A diisi air laut jam 12 malam, B diisi air laut jam 6 pagi, C diisi air
selokan, D diisi air sungai, E diisi air kolam, F diisi air sumur, G diisi air
PAM, dan H diisi air danau UNHAS. Botol diisi air secara hati-hati, jangan
sampai terkocok ataupun ada gelembung.
3.
Sebelum ditutup, ke dalam botol A, B, C, D, E, F, G, dan H masing-masing
ditambahkan dengan metil merah dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 50
tetes.
4.
Kemudian botol tersebut ditutup dengan menggunakan plastik elastis,
usahakan jangan ada gelembung udara dalam botol.
5.
Botol-botol tersebut kemudian diletakkan di tempat terbuka selama 5 hari
dan diamati setiap 24 jam.
6.
Data hasil pengamatan dicatat dan dibuat laporan hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Percobaan
Tabel Pengamatan
terhadap Beberapa Jenis Air yang Berbeda
Hari ke-
|
Air Laut malam (A)
|
Air Laut pagi (B)
|
Air selokan (C)
|
Air Sungai (D)
|
Air Kolam (E)
|
Air Sumur (F)
|
Air PAM (G)
|
Air Danau (H)
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
+
|
+
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
-
|
+
|
+
|
4
|
+
|
++
|
- -
|
++
|
++
|
-
|
+
|
+
|
5
|
+
|
++
|
- -
|
++
|
+++
|
-
|
+
|
+
|
Keterangan :
1.
- - = Merah
2.
- = Kuning
3.
+ = Jernih kekuningan
4.
++ = Jernih
5.
+++ = Jernih sekali
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini
digunakan 8 jenis air yang berbeda yakni air laut jam 12 malam, air laut jam 6
pagi, air selokan, air sungai, air kolam, air sumur, air PAM, dan air danau
yang diuji dengan metiten merah. Metilen merah merupakan indikator asam basa
dengan warna merah pH dibawah 4,4 dan berwarna kuning diatas 6,2. Semakin merah
air berarti semakin asam airnya yang menunjukkan bahwa semakin tercemar air
tersebut karena tingginya kadar asam disebabkan oleh tingginya kadar CO2,
sedangkan bila airnya berwarna kuning berarti kandungan CO2-nya
kurang.
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan selama 5 hari diperoleh hasil dimana air laut jam 12
malam berwarna jernih kekuningan, air laut jam 6 pagi tidak berwarna atau
jernih, air selokan berwarna merah, air sungai tidak berwarna atau jernih, air
kolam jernih sekali, air sumur berwarna kuning, air PAM berwarna jernih
kekuningan, dan air danau berwarna jernih kekuningan namun agak keruh.
Berdasarkan hasil
yang diperoleh kita dapat menggolongkan tingkat pencemaran air tersebut, dengan
tingkat pencemaran yang tinggi (tercemar berat) adalah air selokan dibuktikan
dengan berubahnya metilen merah dari yang semula berwarna kuning menjadi
berwarna merah, hal ini berarti kandungan CO2 dalam air tersebut
sangat tinggi karena diakibatkan banyaknya polusi dalam air tersebut baik
berupa yang organik maupun yang bukan, polusi dalam air tersebut akan diuraikan
oleh mikroorganisme yang mana dalam proses penguraiannya itu akan menghasilkan
CO2 sehingga kadar CO2 dalam air meningkat.
Lalu golongan
tercemar sedang yakni air sumur, dimana hasil yang diperoleh warna kuning dari
metilen merah tidak mengalami perubahan warna hal ini berarti bahwa air
tersebut tergolong agak asam disebabkan karena warna airnya tidak berubah jadi
jernih berarti kandungan CO2 dalam air tersebut masih cukup tinggi.
Golongan kurang tercemar adalah air laut malam, air PAM dan air danau, dimana
airnya berubah menjadi berwarna jernih agak kekuningan berarti kandungan CO2
dalam air tersebut sedikit, adanya perbedaan yang diperoleh antara air laut
malam dan pagi disebabkan karena adanya pasang surut air laut yang memungkinkan
kandungan polutan, kadar garam dan mikroorganisme yang terdapat dalam kedua air
tersebut berbeda.
Golongan yang
tidak tercemar termasuk didalammnya air kolam, air sungai dan air laut pagi,
dimana metilen merah yang semula berwarna kuning berubah menjadi jernih atau
tidak berwarna, hal ini berarti kandungan polutan dalam air tersebut masih
kurang terutama pada air kolam yang merupakan air yang paling jernih diantara
semuanya.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengambilan sampel
dan pengujian dengan menggunakan indikator Metil
Merah pada 8 jenis air yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Dari kedelapan sampel yang digunakan,
yang memiliki kualitas air yang paling bagus adalah air kolam, dimana air ini
dapat merubah metilen merah menjadi jernih, dan yang tergolong sangat tercemar
adalah air selokan yang ditandai berubahnya metilen merah yang semula berwarna
kuning menjadi warna merah berarti kadar keasamannya meningkat dan CO2
nya meningkat.
2.
Untuk menguji kualitas air dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan
menggunakan botol dan metilen merah sebagai indikator.
V.2 Saran
Saran mengenai percobaan ini sebaiknya juga dilakukan
pengukuran pH pada air.
DAFTAR PUSTAKA
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO)
dan Kebutuhan Oksigen (BOD) sebagai Indikator Menentukan Kualitas Perairan. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Setiawan, H., 2011. PolusiDomestik. http://hasansetiawan.blogspot.com.
Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 19.21 WITA.
Soendjojo, D., 1990. Ekologi
Lanjutan. Depdikbud, Universitas Terbuka, Jakarta.
Sugiharto, 1987. Pengelolaan
air limbah. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Supriyanti, 2007. Pengaruh Polusi Domestik Terhadap Air.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suryani, 2011. Pencemaran Air. http://riasuryani.blogspot.com. Diakses pada 13 Mei 2013 pukul 19.35 WITA.
Umar, M. R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Jurusan
Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.
Whardana, W., 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Yusuf, M., 2008. Pengertian dan Sumber Pencemaran Perairan.
Gramedia, Jakarta.