Sunday, February 9, 2014

EKOLOGI UMUM : INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL KEANEKARAGAMAN BENTOS DI EKOSISTEM PERAIRAN

LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
PERCOBAAN V
INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL
KEANEKARAGAMAN BENTOS DI EKOSISTEM PERAIRAN
NAMA                          : RISKY NURHIKMAYANI
NIM                               : H41112311
HARI/TANGGAL      : SELASA/ 2 APRIL 2013
KELOMPOK               : 5 (LIMA) B
ASISTEN                     : ANWAR
: YULIANI



LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem. Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi (Imma, 2012).
Ekosistem perairan pesisir di Indonesia merupakan kawasan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian cukup besar dalam berbagai kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia.  Wilayah ini kaya dan memiliki beragam sumber daya alam yang telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani.  Secara empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Ardi, 2002).
Karena pemanfaatan ekosistem perairan yang terus menerus yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan perairan maka bentos digunakan sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi.  Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.  Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.  Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Rosenberg dan Resh, 1993).

I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks Perbandingan Sekuensial.
2.      Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 4 April 2013, praktikum dalam laboratorium dilakukan pada pukul 15.00 - 18.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar dan  pengambilan sampel dilakukan pada pukul 06.00 - 07.30 WITA, bertempat di danau Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada (Wikipedia, 2013).
Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut, Plankton, terdiri atas fitoplankton dan zooplankton biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air. Nekton hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan. Neuston organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. Perifiton merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong. Bentos, hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis (Ternala, 2005).
Menurut Setiadi (1989) bahwa penggolongan ekologi yang didasarkan pada bentuk kehidupan atau kebiasaan hidup, yaitu:
1.      Plankton
Plankton adalah organisme yang pergerakannya diatur oleh arus perairan. Cara ideal untuk mempelajari plankton merupakan cara yang tidak hanya memperkirakan jumlah makhluk hidup, namun juga suatu konsentrasi spesies sangat berbeda dalam ukuran. Umumnya plankton hewan  (zooplankton) lebih besar daripada plankton tumbuhan (fitoplankton). Beberapa fitoplankton mempunyai ukuran kurang dari 1/100 mm dan dapat lolos dari jarring-jaring plankton terhalus. Bentuk plankton seperti ini disebut sebagai nano plankton. Bentuk lebih besar yang tertahan oleh jarring-jaring plankton standar disebut plankton jaring atau plankton tersaring.
2.      Bentos
Bentos merupakan beragam binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Nama bentos diberikan pada organisme penghuni dasar. Harus benar-benar diketahui bahwa istilah “bentos” mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga kedalaman terbesar dari badan air. Seperti dapat diharapkan, kondisi untuk kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalaman yang berbeda, namun juga dengan sifat fisik substrat, keragama demikian hanya beberapa sifat dapat diketahui. Hewan bentos dibagi berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan penyaring, seperti kerang dan pemakan deposit seperti siput.
3.      Nekton
Nekton adalah organisme yang dapat bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri.
4.      Neuston
Neuston adalah organisme yang beristirahat dan pada permukaan perairan.
5.      Perifiton
Perifiton atau lebih tepat aufwuchs adalah nama yang diberikan pada kelompok berbagai organisme yang tumbuh atau hidup pada permukaan bebas yang melayang dalam air seperti tanaman, kayu, batu dan permukaan yang menonjol.
Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan.  Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Sumarwoto, 1980).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik.  Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.  Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Sumarwoto, 1980).
Keseimbangan ekosistem perairan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu unsur-unsur penyusunnya terdiri atas komposisi yang ideal ditinjau dari segi jenis dan fungsinya yang membentuk suatu rantai makanan di dalam perairan tersebut.   Faktor lainnya yang menentukan keseimbangan ekosistem perairan adalah proses-proses yang terjadi di dalamnya baik yang bersifat biologi, kimia dan fisika berlangsung dalam kondisi yang ideal pula dan membawa pengaruh yang tidak membahayakan bagi kehidupan di dalam perairan tersebut (Resosoedarmo, 1993).
Kestabilan ekosistem perairan berarti kemampuan ekosistem tersebut mempertahankan keseimbangannya dalam menghadapi perubahan atau guncangan yang disebabkan oleh pengaruh dari luar.  Suatu ekosistem perairan dengan tingkat keseimbangan yang bersifat fluktuatif akan memberikan dampak yang cukup nyata bagi kehidupan yang berada di dalamnya, sehingga dengan sendirinya akan menjadi suatu tempat yang tidak kondusif bagi organisme yang hidup di dalam ekosistem perairan tersebut. Bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan bentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik.  Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Setiadi, 1989). 
Menurut Setiadi (1989) struktur komunitas bentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika-kimia lingkungan perairan, diantaranya:
1.      Penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air.
2.      Substrat dasar, kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (pH).
3.       Nutrien. 
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal.  Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan.  Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan (Odum, 1993).
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi bentos.  Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh bentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalaman.  Pada perairan yang lebih dalam bentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar.  Karena itu bentos yang hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak (Setiadi, 1989).
Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif dari jenis-jenis hewan yang hidup di perairan, maka hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan berbagai peralatan dan yang paling utama yaitu Eickman Grab sebagai pengeruk (Umar, 2013).


BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, Eickman Grab, ayakan (mess), baskom dan pinset.

III.2 Bahan
Bahan yang diperlukan untuk percobaan ini adalah bentos.

III.3 Metode Kerja
            Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:
1.      Cara pengambilan sampel :
A.    Eickman Grab
a.       Kedua belahan pengeruk Eickman Grab di buka hingga menganga dan dikaitkan kawat penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
b.      Pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
c.       Logam pembeban sepanjang tali pemegangnnya dijatuhkan sehingga kedua belahan Eickman Grab akan menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terhimpun dalam kerukan.
d.      Eickman Grab perlahan-lahan ditarik ke atas dan isinya ditumpahkan kedalam baskom yang sudah disediakan.
e.       Hewan bentos yang diperoleh diseleksi dengan cermat, kemudian dimasukkan ke dalam botol sample. Lalu pada masing-masing botol sampel diberi label.
f.       Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali pada tempat yang sama.
B.     Ayakan
a.       Subtrat pada dasar danau diambil dengan cara dikeruk dengan ayakan.
b.      Kemudian subtrat yang telah diambil dicuci dengan air danau lalu diambil bentos yang telah diperoleh.
c.       Hewan bentos yang diperoleh diseleksi dengan cermat, kemudian dimasukkan ke dalam botol sample. Lalu pada masing-masing botol sampel diberi label.
d.      Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali pada tempat yang sama.
2.      Cara kerja di laboratorium :
a.       Sampel diambil dan dituangkan ke dalam wadah dan secara acak diambil satu persatu dengan pinset dan diletakkan pada wadah yang lain sambil diurutkan.
b.      Sampel yang diurutkan dibandingkan mulai pada nomor 1 dengan nomor 2, nomor 2 dengan nomor 3 dan seterusnya, kemudian dilihat apakah sejenis atau tidak.
c.       Pengamatan dilakukan dengan membandingkan ciri-ciri morfologinya. Jenis yang dianggap sama diberi kode yang sama dan ini berarti tergolong se ”Run”. Hal ini dilakukan tidak peduli jenis apapun, asal serangkaian sampel tadi dianggap sama.
d.      Pengamatan dilakukan sampai semua sampel habis, kemudian semua data dicatat  dalam buku kerja, kemudian dilakukan perhitungan indeks keanekaragaman bentos tadi dengan menggunakan rumus indeks perbandingan sekuensial.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Tabel Pengamatan untuk Ayakan
A CC DD BBBBBBBBB D B D B D BB D BB C BBBBB D B E BBBBBB D BBBBBBB C E D BBB D B D BBBBBBBBBB DD B DD BBB DD B D BBB DD C B
Jumlah spesimen = 85
IV.1.2 Tabel pengamatan untuk Eickmen Grab
CCC A B CCCCCC B


Jumlah spesimen = 12
Derajat Pencemaran :
>2        = Belum Tercemar
1,6-2    = Tercemar Ringan
1,1-1.5 = Tercemar Sedang
≤1        = Tercemar Berat

IV.2 Analisis Data
A.    Menggunakan ayakan
Jumlah Run                 = 39
Jumlah spesimen         = 85
Jumlah taksa                = 5
Jadi, S.C.I (I.P.S)        =
                               =
                                    = 2,29 (belum tercemar)
B.     Menggunakan Eickman Grab
Jumlah Run                 = 5
Jumlah Spesimen         = 12
Jumlah Taksa               = 3
Jadi, S.C.I (I.P.S)        =
                                    =
                             = 1,25 (tercemar sedang)

IV.2 Pembahasan     
            Pada percobaan ini digunakan 2 alat yaitu ayakan (mesh) dan eikman grab. Kedua alat ini sama-sama berfungsi untuk mengambil bentos pada dasar perairan. Ayakan (mesh) digunakan dengan cara mengeruk bagian dasar perairan lalu kemudian mengangkat ayakan tersebut sedangkan Eikman grab digunakan dengan cara membuka kedua belahan pengeruk hingga menganga kemudian kawat penahannya dikaitkan pada tempat yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.  Lalu Eickman grab ini dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam air. Setelah itu logam pembeban yang ada pada tali dijatuhkan dengan kuat ke dalam air sehingga kedua pengeruk eikman akan tertutup dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terhimpun dalam kerukan.
Hasil percobaan yang diperoleh dari pengambilan sampel dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan ayakan dan Eickman grab. Sampel yang diperoleh dengan menggunakan ayakan yaitu berjumlah 85 spesimen, dimana jumlah runsnya 39, jumlah taksanya 5 yaitu A, B, C, D, dan E. Setelah dianalisis dengan Indeks Perbandingan Sekuensial maka hasilnya yaitu 2,29 dan ini berarti data yang diperoleh dari penggunaan ayakan belum tercemar.
            Pada pengambilan sampel dengan cara Eicman grab diperoleh jumlah spesimen 12, dimana jumlah runnya 5, jumlah taksanya 3 yaitu A, B, dan C. Setelah diuji dengan mengunakan Indeks Perbandingan Sekuensial, hasil yang diperoleh yaitu 1,25 dan ini berarti sampel tersebut tercemar sedang.
            Hasil yang diperoleh dengan menggunakan ayakan dan eickman grab menunjukkan hasil yang berbeda dimana hasil dari menggunakan ayakan menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak tercemar namun dengan menggunakan eickman grab menunjukkan hasil bahwa perairan tersebut tercemar. Hasil yang diperoleh berbeda walaupun perairan yang ditempati mengambil sampel adalah sama. Hal ini dikarenakan pada ayakan diperoleh banyak taksa, semakin beraneka ragam jenis bentos yang ditemukan maka tingkat pencemarannya rendah. Adanya perbedaan data ini dimungkinkan karena adanya perbedaan kedalaman pengambilan sampel, dimana pengambilan sampel pada ayakan dan eikman grab, tidak dilakukan di titik yang sama, selain itu adanya kesalahan dalam penggunaan alat eickman grab, dimana dalam menggunakan alat tersebut diperlukan kekuatan yang cukup besar agar endapannya bisa diambil banyak namun ketika percobaan karena adanya tekanan air sehingga membuat logan pembeban melambat dan menjadikan alatnya tidak tertutup dengan sempurna sehingga jenis bentos yang diperoleh kurang.
Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif, mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam suatu perairan, maka hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan kombinasi berbagai macam cara. Mulai dengan penangkapan dengan tangan, pinset, jala maupun alat-alat lainnya dan pada percobaan ini kita menggunakan Eickman grab sebagai alat pengeruk dan ayakan.
Dalam menguji sampel kita menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial, dimana indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam danau atau laut.
                                                                                                             


BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
            Dari hasil pengambilan sampel dan pengujian dengan menggunakan Indeks Perbandingan sekuensial, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Sampel yang diambil dengan menggunakan ayakan, jumlah spesimennya yaitu 85, jumlah runsnya 39 dan jumlah taksanya 5. Sampel yang diambil dengan menggunakan ayakan belum tercemar, dimana telah diuji dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial hasilnya yaitu 2,29. Sampel yang diambil menggunakan Eickman grab, jumlah spesimennya yaitu 12, jumlah runsnya 5 dan jumlah taksanya ada 3, sampel yang diambil dengan menggunakan Eickman grab telah tercemar sedang, dimana setelah diuji dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial dan hasilnya yaitu 1,25.
2.      Alat yang digunakan dalam percobaan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan adalah eickman grab dan ayakan yang berfungsi untuk mengambil spesimen dari dasar perairan.

V.2 Saran
Saran mengenai percobaan ini sebaiknya peralatan pada percobaan ini perlu diperbanyak, agar praktikan dapat menghemat waktu dalam pengambilan sampel.





DAFTAR PUSTAKA
Ardi, 2002. Pemanfaatan Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. www.ardi/ tugas kuliah.com. Diakses pada tanggal 5 April 2013 pukul 04.45 WITA.

Imma, 2012. Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan. http://imma-kwacy.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 April 2013 pukul 03.15 WITA.

Kimball, J.W., 1983. Biologi Jilid II Edisi ke-enam. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Odum, E., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Resosoedarmo, 1993. Polusi Domestik dan Kualitas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rosenberg, D.M. dan Resh, V.H., 1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Chapman and Hall, New York.

Setiadi, A., 1989. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sumarwono, 1980. Ekologi Perairan. Universitas Padjajaran, Bandung.

Ternala, 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Umar, M. R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Jurusan Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.


Wikipedia, 2013. Ekosistem. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 5 April 2013 pukul 05.00 WITA

Review Hadalabo Gokujyun Ultimate Moisturizing Lotion

Kali ini saya mau review hadalabo gokujyun ultimate moisturizing lotion untuk kulit kering dan normal. Hasil review ini setelah pemakaian 2 ...