LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI
UMUM
PERCOBAAN V
INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL
KEANEKARAGAMAN BENTOS DI EKOSISTEM PERAIRAN
NAMA :
RISKY NURHIKMAYANI
NIM :
H41112311
HARI/TANGGAL :
SELASA/ 2 APRIL 2013
KELOMPOK :
5 (LIMA) B
ASISTEN :
ANWAR
: YULIANI
LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ekosistem
merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Di
bumi ada bermacam-macam ekosistem. Secara garis besar ekosistem dibedakan
menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air
tawar dan ekosistem air Laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi
suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan
cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya
tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme
yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi (Imma, 2012).
Ekosistem perairan pesisir
di Indonesia merupakan kawasan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian cukup
besar dalam berbagai kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia.
Wilayah ini kaya dan memiliki beragam sumber daya alam yang telah dimanfaatkan
sebagai sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani. Secara
empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup
perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan
industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan
pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Ardi, 2002).
Karena pemanfaatan ekosistem perairan yang terus
menerus yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan perairan maka bentos
digunakan sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks
biologi. Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa
terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.
Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di
perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para ahli biologi perairan,
pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi
organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator
kualitas perairan (Rosenberg dan Resh, 1993).
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan
Indeks Perbandingan Sekuensial.
2.
Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan
yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 4
April 2013, praktikum dalam
laboratorium dilakukan pada pukul 15.00 - 18.00 WITA, bertempat di
Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar dan pengambilan sampel dilakukan pada pukul 06.00 - 07.30 WITA, bertempat di danau
Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem adalah
suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang
melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran
energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada
(Wikipedia, 2013).
Berdasarkan
kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut, Plankton, terdiri
atas fitoplankton dan zooplankton biasanya melayang-layang (bergerak pasif)
mengikuti gerak aliran air. Nekton hewan yang aktif berenang dalam air,
misalnya ikan. Neuston organisme yang mengapung atau berenang di
permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. Perifiton
merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau
benda lain, misalnya keong. Bentos, hewan dan tumbuhan yang hidup di
dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak
bebas, misalnya cacing dan remis (Ternala, 2005).
Menurut Setiadi
(1989) bahwa penggolongan ekologi yang didasarkan pada bentuk kehidupan atau
kebiasaan hidup, yaitu:
1. Plankton
Plankton adalah
organisme yang pergerakannya diatur oleh arus perairan. Cara ideal untuk
mempelajari plankton merupakan cara yang tidak hanya memperkirakan jumlah
makhluk hidup, namun juga suatu konsentrasi spesies sangat berbeda dalam
ukuran. Umumnya plankton hewan (zooplankton) lebih besar daripada
plankton tumbuhan (fitoplankton). Beberapa fitoplankton mempunyai ukuran kurang
dari 1/100 mm dan dapat lolos dari jarring-jaring plankton terhalus. Bentuk
plankton seperti ini disebut sebagai nano plankton. Bentuk lebih besar yang
tertahan oleh jarring-jaring plankton standar disebut plankton jaring atau
plankton tersaring.
2. Bentos
Bentos
merupakan beragam binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Nama
bentos diberikan pada organisme penghuni dasar. Harus benar-benar diketahui
bahwa istilah “bentos” mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga
kedalaman terbesar dari badan air. Seperti dapat diharapkan, kondisi untuk
kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalaman yang berbeda, namun juga
dengan sifat fisik substrat, keragama demikian hanya beberapa sifat dapat
diketahui. Hewan bentos dibagi berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan
penyaring, seperti kerang dan pemakan deposit seperti siput.
3. Nekton
Nekton adalah
organisme yang dapat bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri.
4. Neuston
Neuston adalah
organisme yang beristirahat dan pada permukaan perairan.
5.
Perifiton
Perifiton atau
lebih tepat aufwuchs adalah nama yang diberikan pada kelompok berbagai organisme
yang tumbuh atau hidup pada permukaan bebas yang melayang dalam air seperti
tanaman, kayu, batu dan permukaan yang menonjol.
Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus
nutrien di dasar perairan. Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem
perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung
dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat
tinggi (Sumarwoto, 1980).
Keberadaan hewan bentos pada suatu
perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik
maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah
produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.
Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus,
oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta
kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Sumarwoto, 1980).
Keseimbangan ekosistem
perairan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu unsur-unsur penyusunnya
terdiri atas komposisi yang ideal ditinjau dari segi jenis dan fungsinya yang
membentuk suatu rantai makanan di dalam perairan tersebut. Faktor
lainnya yang menentukan keseimbangan ekosistem perairan adalah proses-proses
yang terjadi di dalamnya baik yang bersifat biologi, kimia dan fisika
berlangsung dalam kondisi yang ideal pula dan membawa pengaruh yang tidak
membahayakan bagi kehidupan di dalam perairan tersebut (Resosoedarmo,
1993).
Kestabilan ekosistem
perairan berarti kemampuan ekosistem tersebut mempertahankan keseimbangannya
dalam menghadapi perubahan atau guncangan yang disebabkan oleh pengaruh dari
luar. Suatu ekosistem perairan dengan tingkat keseimbangan yang bersifat
fluktuatif akan memberikan dampak yang cukup nyata bagi kehidupan yang berada
di dalamnya, sehingga dengan sendirinya akan menjadi suatu tempat yang tidak
kondusif bagi organisme yang hidup di dalam ekosistem perairan tersebut. Bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh
siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun
menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam
perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik
yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai
makanan bentos membantu mempercepat proses dekomposisi
materi organik. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan
detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati
dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil,
sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen
perairan (Setiadi, 1989).
Menurut Setiadi (1989) struktur komunitas bentos dipengaruhi
berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara biologis,
diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing
spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika-kimia lingkungan perairan,
diantaranya:
1. Penetrasi cahaya yang berpengaruh
terhadap suhu air.
2. Substrat dasar, kandungan unsur
kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (pH).
3. Nutrien.
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di
perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan
panas di perairan Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak
sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah
dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau
menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan
suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme
perairan (Odum, 1993).
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi
bentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh
bentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut
kedalaman. Pada perairan yang lebih dalam bentos mendapat tekanan
fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar. Karena itu bentos yang hidup
di perairan yang dalam ini tidak banyak (Setiadi, 1989).
Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif
dari jenis-jenis hewan yang hidup di perairan, maka hewan tersebut dapat
ditangkap dengan menggunakan berbagai peralatan dan yang paling utama yaitu
Eickman Grab sebagai pengeruk (Umar, 2013).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, Eickman Grab, ayakan (mess), baskom dan pinset.
III.2 Bahan
Bahan yang diperlukan untuk percobaan ini adalah bentos.
III.3 Metode Kerja
Langkah-langkah kerja yang
dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:
1. Cara pengambilan sampel :
A. Eickman Grab
a. Kedua belahan pengeruk Eickman Grab di buka hingga menganga dan dikaitkan kawat
penahannya pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
b. Pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar
perairan.
c. Logam pembeban sepanjang tali pemegangnnya dijatuhkan sehingga kedua belahan Eickman Grab akan
menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terhimpun
dalam kerukan.
d. Eickman
Grab perlahan-lahan ditarik ke
atas dan isinya ditumpahkan kedalam baskom yang sudah disediakan.
e. Hewan bentos yang diperoleh diseleksi
dengan cermat, kemudian dimasukkan ke dalam botol sample. Lalu pada masing-masing botol sampel diberi label.
f. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali pada tempat yang sama.
B. Ayakan
a.
Subtrat pada dasar danau diambil dengan
cara dikeruk dengan ayakan.
b.
Kemudian subtrat yang telah
diambil dicuci dengan air danau lalu diambil bentos yang telah diperoleh.
c. Hewan bentos yang diperoleh diseleksi
dengan cermat, kemudian dimasukkan ke dalam botol sample. Lalu pada masing-masing botol sampel diberi label.
d. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali pada tempat yang sama.
2. Cara kerja di laboratorium :
a. Sampel diambil dan
dituangkan ke dalam wadah dan secara acak diambil satu persatu dengan pinset
dan diletakkan pada wadah yang lain sambil diurutkan.
b. Sampel
yang diurutkan dibandingkan mulai pada nomor 1 dengan nomor 2, nomor 2 dengan
nomor 3 dan seterusnya, kemudian dilihat apakah sejenis atau tidak.
c. Pengamatan dilakukan dengan
membandingkan ciri-ciri morfologinya. Jenis yang dianggap sama diberi
kode yang sama dan ini berarti tergolong se ”Run”. Hal ini
dilakukan tidak peduli jenis apapun, asal serangkaian sampel tadi dianggap
sama.
d.
Pengamatan dilakukan sampai semua sampel habis, kemudian semua data dicatat dalam buku
kerja, kemudian dilakukan perhitungan indeks keanekaragaman bentos tadi dengan
menggunakan rumus indeks perbandingan sekuensial.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Tabel Pengamatan untuk Ayakan
A CC DD BBBBBBBBB D B D B
D BB D BB C BBBBB D B
E BBBBBB D BBBBBBB C E D BBB
D B D BBBBBBBBBB DD B DD BBB
DD B D BBB DD C B
Jumlah
spesimen = 85
|
IV.1.2 Tabel pengamatan untuk Eickmen Grab
CCC A B CCCCCC B
Jumlah
spesimen = 12
|
Derajat Pencemaran :
>2 = Belum Tercemar
1,6-2 = Tercemar Ringan
1,1-1.5 = Tercemar Sedang
≤1 = Tercemar Berat
IV.2 Analisis Data
A.
Menggunakan ayakan
Jumlah Run = 39
Jumlah spesimen = 85
Jumlah taksa = 5
Jadi, S.C.I (I.P.S) =
=
= 2,29 (belum
tercemar)
B.
Menggunakan Eickman Grab
Jumlah Run = 5
Jumlah Spesimen = 12
Jumlah Taksa = 3
Jadi, S.C.I (I.P.S) =
=
= 1,25 (tercemar sedang)
IV.2 Pembahasan
Pada
percobaan ini digunakan 2 alat yaitu ayakan (mesh) dan eikman grab. Kedua alat
ini sama-sama berfungsi untuk mengambil bentos pada dasar perairan. Ayakan
(mesh) digunakan dengan cara mengeruk bagian dasar perairan lalu kemudian
mengangkat ayakan tersebut sedangkan Eikman grab digunakan dengan cara membuka
kedua belahan pengeruk hingga menganga kemudian kawat penahannya dikaitkan pada
tempat yang terdapat pada bagian atas alat tersebut. Lalu Eickman grab ini dimasukkan secara
perlahan-lahan ke dalam air. Setelah itu logam pembeban yang ada pada tali
dijatuhkan dengan kuat ke dalam air sehingga kedua pengeruk eikman akan
tertutup dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terhimpun
dalam kerukan.
Hasil percobaan yang diperoleh
dari pengambilan sampel dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan
ayakan dan Eickman grab. Sampel yang
diperoleh dengan menggunakan ayakan yaitu berjumlah 85 spesimen, dimana jumlah
runsnya 39, jumlah taksanya 5 yaitu
A, B, C, D, dan E. Setelah dianalisis dengan Indeks Perbandingan Sekuensial maka
hasilnya yaitu 2,29 dan ini berarti data
yang diperoleh dari penggunaan ayakan belum tercemar.
Pada
pengambilan sampel dengan cara Eicman grab diperoleh jumlah
spesimen 12, dimana jumlah runnya 5, jumlah taksanya 3 yaitu A, B, dan C. Setelah diuji dengan
mengunakan Indeks Perbandingan Sekuensial, hasil yang diperoleh yaitu 1,25 dan ini berarti sampel
tersebut tercemar sedang.
Hasil
yang diperoleh dengan menggunakan ayakan dan eickman grab menunjukkan hasil
yang berbeda dimana hasil dari menggunakan ayakan menunjukkan bahwa perairan
tersebut tidak tercemar namun dengan menggunakan eickman grab menunjukkan hasil
bahwa perairan tersebut tercemar. Hasil yang diperoleh berbeda walaupun
perairan yang ditempati mengambil sampel adalah sama. Hal ini dikarenakan pada
ayakan diperoleh banyak taksa, semakin beraneka ragam jenis bentos yang
ditemukan maka tingkat pencemarannya rendah. Adanya perbedaan data ini
dimungkinkan karena adanya perbedaan kedalaman pengambilan sampel, dimana
pengambilan sampel pada ayakan dan eikman grab, tidak dilakukan di titik yang
sama, selain itu adanya kesalahan dalam penggunaan alat eickman grab, dimana
dalam menggunakan alat tersebut diperlukan kekuatan yang cukup besar agar
endapannya bisa diambil banyak namun ketika percobaan karena adanya tekanan air
sehingga membuat logan pembeban melambat dan menjadikan alatnya tidak tertutup
dengan sempurna sehingga jenis bentos yang diperoleh kurang.
Untuk mendapatkan data
kuantitatif maupun kualitatif, mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam
suatu perairan, maka hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan
kombinasi berbagai macam cara. Mulai dengan penangkapan dengan tangan, pinset,
jala maupun alat-alat lainnya dan pada percobaan ini kita menggunakan Eickman grab sebagai alat pengeruk
dan ayakan.
Dalam menguji sampel kita
menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial, dimana indeks ini dapat memenuhi
keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap
ekosistem, misalnya sungai, kolam danau atau laut.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengambilan sampel
dan pengujian dengan menggunakan Indeks Perbandingan sekuensial, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Sampel yang diambil dengan menggunakan
ayakan, jumlah spesimennya yaitu 85, jumlah runsnya 39 dan jumlah taksanya 5. Sampel yang diambil
dengan menggunakan ayakan belum tercemar, dimana telah diuji
dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial hasilnya yaitu 2,29. Sampel yang diambil
menggunakan Eickman grab, jumlah spesimennya
yaitu 12, jumlah runsnya 5 dan jumlah taksanya ada 3, sampel yang diambil dengan
menggunakan Eickman grab telah tercemar
sedang, dimana setelah diuji dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial
dan hasilnya yaitu 1,25.
2.
Alat yang digunakan dalam percobaan
yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan adalah eickman grab dan
ayakan yang berfungsi untuk mengambil spesimen dari dasar perairan.
V.2 Saran
Saran mengenai percobaan ini sebaiknya peralatan pada percobaan ini perlu diperbanyak,
agar praktikan dapat menghemat waktu dalam pengambilan sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, 2002. Pemanfaatan Bentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan Pesisir. www.ardi/
tugas kuliah.com. Diakses pada tanggal 5 April 2013 pukul 04.45 WITA.
Imma, 2012. Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman
Bentos di Ekosistem Perairan. http://imma-kwacy.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 April 2013
pukul 03.15 WITA.
Kimball, J.W., 1983. Biologi Jilid II Edisi ke-enam. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Odum, E., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Resosoedarmo, 1993. Polusi
Domestik dan Kualitas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rosenberg, D.M. dan Resh, V.H., 1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Chapman and Hall, New York.
Setiadi, A., 1989. Pengantar
Ekologi. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sumarwono, 1980. Ekologi Perairan. Universitas Padjajaran, Bandung.
Ternala, 2007. Keanekaragaman
Hayati Ekosistem. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Umar, M. R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Jurusan
Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wikipedia, 2013.
Ekosistem. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 5 April 2013 pukul 05.00 WITA