Wednesday, January 7, 2015

KODE ETIKA DALAM REKAYASA GENETIKA

     Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun-temurun (Anonim, 2013).
          Perkembangan teknologi telah meluas cakupannya meliputi pemanfaatan makhluk hidup sebagai media bahkan produk invensi. Bioteknologi berkembang hingga tahap merekayasa ataupun memodifikasi gen tertentu, sehingga tumbuh-tumbuhan ataupun hewan tertentu memiliki keunggulan dibandingkan tanaman ataupun hewan sejenisnya. Perkembangan bioteknologi telah mampu menghasilkan, seperti tomat yang mampu melalui proses pematangan relatif lama setelah dipanen, sapi yang mampu menghasilkan susu lebih banyak dan domba-domba yang memiliki bulu lebih tebal untuk industri berbahan wol. Alasan kemajuan dalam kesejahteraan umat manusia, peningkatan mutu sandang dan pangan melalui peningkatan kualitas ternak dan pertanian menjadi alasan pembenarannya. Namun, ekses terhadap kemajuan teknologi bersinggungan dengan isu moralitas, agama dan ketertiban umum (Koentjoro, 2012).
          Rekayasa genetika berpotensi untuk memperbaiki kesehatan kita dan menjadi sesuatu yang lebih baik, revolusi cara hidup, membantu untuk menjaa sumber daya yang terbatas, dan hasil kekayaan yang baru. Ketersediaan ini adalah pengaturan yang tepat, sikap yang berfokus dengan pertimbangan etika untuk martabat, onsekuensi bahaya, dan hukum, potensi manfaat lebih besar dari keruguan rekayasa genetik. Penolakan terhadap rekayasa genetik tnpa alasan yang pasti merupakan kebohongan yang tidak wajar. Teknologi dapat dimengerti sebagai suatu perpanjangan kombiasi dengan pengetahuan tentang evolusi dan teknik genetika (Anonim, 2012).
          Sebagaimana revolusi teknologi, kegelisahan, ketakutan, dan keberatan moral untuk produk rekyasa genetik. Orang ahli yang berpengalaman meberi kesan hati-hati, sedankan pihak lainnya menentukan sikap berdasarkan dari informasi, prasangka agama, atau ketakutan tanpa ilmu. Kemajuan teknologi untuk memperbaiki kesejahteraan manusia, pertimbangan etika dengan didasari pemahaman mekanisme rekayasa genetik menjamin peningkatan produk teknologi (Anonim, 2012).
          Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat (Irawan, 2013).
Kode etik dalam rekayasa genetika muncul sebagai hasil dari pengaplikasian hasil rekayasa genetika yang masih menuai banyak pro dan kontra. Sebagai contoh Kloning terhadap manusia banyak melahirkan persoalan bagi kehidupan manusia, terutama dari sisi etika dan persoalan keagamaan serta keyakinan, namun di sisi lain adapula beberapa manfaatnya. Namun, cloning juga bermanfaat dimana organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dapat dimanfaatkan sebagai organ pengganti bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir resiko penolakan (Febrianto, 2012).
          Ada beberapa yang ingin mengklaim bahwa rekayasa genetika merupakan penyalah gunaan dari kebebasan kita. Jadi, pengertian bahwa hal ini adalah sebuah penyalah gunaan kebebasan dalam tantangan dari kepercayaan petunjuk takdir pada interpretasi pada perkiraan petunjuk takdir. Ini merupakan masalah dengan semua teori dasar moral pada petunjuk Tuhan: bahwa semua percaya untuk petunjuk selalu percaya pada beberapa penafsiran manusia dari petunjuk ini. ”Menentang Kehendak Tuhan” selalu berarti menentang beberapa penafsiran manusia dari penafsiran kehendak Tuhan. Kesulitan dari melihat sebuah anggapan ketuhanan dalam konteks dari rekayasa genetika adalah hal tertutup dengan fakta bahwa tak ada dari sakral agama kebanyakan ditulis pada isu ini. Pada Bibel, sebagai contoh, adalah diam terhadap rekombinan DNA. Lainnya, bahwa ada anggapan bahwa rekayasa genetik melanggar kehendak Tuhan harus juga termasuk dalam persilangan selektif dari hasil pertanian, antara tanaman dan hewan, hal ini akan kontra dengan kehendak Tuhan. Jika mereka tidak melakukan persilangan selektif sebagai pelanggaran kehidupan sakral, lalu mereka harus menjelaskan bagaimana ini berbeda kualitatif dari rekayasa genetika, dimana hal ini hanya merupakan hal kuantitatif atau proses metodologi (Anonim, 2012).
Pintu budaya kita terbuka dengan kebaikan dari penemuan manusia dan modifikasi dari alam. Sekalipun ada sebagian agama yang menolak tehnologi modern meskipun mencakup beberapa tehnologi; dasar dari teknologi adalah untuk merubah hubungan dengan alam. Busana, pertanian,dan persenjataan telah ada sejak sebelum permulaan peradaban, dan perubahan lain pada hubungan kita dengan alam. Teknologi ini menyatakan penolakan pada ”alam” diantara yang lainnya, dan hasil dari kesadaran dan kesengajaan. Pada kenyataannya, cakupan teknologi ini merubah evolusi manusia, Teknologi ini tidak hanya berakibat pada populasi manusia, tapi juga jumlah spesies dimana manusia berhubungan dengan pengobatan, kontrasepsi, dan persilangan selektif. Ini adalah upaya dari pengubahan dari genom dari manusia dan spesies lain yang didasarkan pada beberapa negara yang merupakan proses alam yang harus sejalan dengan etika hukum yang digunakan pada pengobatan, kontrasepsi, dan persilangan selektif dimana beberapa mungkin bagian dari kesadaran, tujuan lebih dari perubahan pada level genetika. Perbedaan tehnik antara rekayasa genetika dan mekanisme perubahan lain pada evolusi alam dari variasi spesies adalah berbeda antara kesalahan dan latihan (Anonim, 2012).
Selama tahun 1980-an sejumlah Negara mulai mempertimbangkan untuk mengatur introduksi organisme-organisme eksotis termasuk organisme hasil rekayasa genetika. Hal ini dilakukan untuk pembatasan terhadap introduksi organisme dan pengendalian biologis. IIBC dan organisasi internasional untuk pengendalian biologis mendesak penerbitan kode etik internasional FAO mengenai distribusi dan penggunaan pestisida. Walaupun tidak ada kode etik ataupun hukum yang membahas langsung tentang rekayasa genetika, namun ada beberapa kode etik dan hukum yang membahas tentang hal yang berkaitan dengan rekayasa genetika. Salah satunya kode etik mengenai pelepasan agen pengendali biologis yang dibuat tahun 1989 dan ditinjau ulang tahun 2001 dengan ketentuan (Purnomo, 2010) :
1.      Impor hanya boleh dilakukan dengan otoritas dari pihak Negara pengimpor, yang harus menunjuk seseorang pengawas yang diberi kekuasaan untuk mengeluarkan izin impor dan pelepasan agen.
2.      Wewenang impor hanya diberikan setelah berkonsultasi dengan Negara-negara tetangga untuk mengklarifikasi setiap konflik kepentingan dan bila ada manfaat jelas kepada masyarakat. Ini adalah tugas organisasi dalam mengusulkan impor untuk menyediakan kebenaran ini.
3.      Permohonan izin impor dan/atas pelepasan harus disertai berkas yang lengkap dan memberikan rincian identitas, asal, spesifikasi, habitat, metode perbanyakan dan analisis resiko untuk target luar flora, fauna, atau manusia.
4.      Pengiriman tidak boleh dilakukan sebelum izin diterima dan pengiriman harus dikemas dan diberi label sebagaimana ditentukan oleh Negara pengimpor. Pemberitahuan pengiriman yang memenuhi syarat harus diberikan.
5.      Tanda terima pengiriman harus dibuka dan diperiksa dikarantina. Kemasan dan setiap materi yang terkontaminasi harus dihancurkan. Setidaknya generasi pertama dari agen tersebut harus dibesarkan dalam karantina kecuali dalam keadaan luar biasa ketika perbanyakan dijamin murni. Penggunaan stasiun karantina ditiga Negara dianjurkan ketika fasilitas tidak tersedia dinegara penerima.
6.      Pelepasan hanya boleh dilakukan setelah diberi wewenang dan harus direncanakan dengan hati-hati dan sepenuhnya didokumentasikan. Kupon specimen harus disimpan dan pemasok harus mencoba untuk mendapatkan umpan balik tentang bagaimana penggunaan materi.
7.      Pemerintah bertanggung jawab dalam manunjuk seorang pengawas yang tepat untuk memastikan pelatihan dan memperoleh kebijakan dari luar jika diperlukan. Pengawas harus mengevaluasi dan mengkonsultasikan berkas yang diajukan oleh Negara-negara tetangga. Beberapa konflik kepentingan apapun harus diselesaikan sebelum pelepasan disahkan. Pengawas harus menentukan syarat-syarat untuk impor dan pelepasan agen, memastikan bahwa catatan yang tersimpan dan data tersedia secara gratis. Pemerintah dan Negara pengekspor agen pengendali biologis harus memastikan bahwa eksportir mematuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh importer serta menawarkan bantuan dan nasihat jika diperlukan.
8.      Produsen dan pemasok (terutama mereka yang menyediakan produk-produk komersial) harus memastikan bahwa peraturan ditaati dan bahwa materi yang ditawarkan murni dan telah memenuhi spesifikasi dari FAO dan WHO.
9.      Kemasan harus disertai label dan izin yang tepat dan terbuat dari bahan-bahan inert, tahan lepas, dan lain-lain. Produk komersial juga harus sesuai dengan kode etik internasional dari FAO mengenai distribusi dan penggunaan pestisida (jika agen diformulasikan sebagai pestisida) dan disertai label yang memberikan instruksi penanganan dan penyimpanan.
Secara teknis dimungkinkan sebuah penemuan memenuhi syarat substantif sebagaimana disyaratkan UU Paten dan berhak memperoleh perlindungannya. Namun aspek sosial-budaya, etika dan kepatutan juga perlu diperhatikan. Rekayasa genetika sudah tentu menimbulkan perdebatan sendiri ditinjau dari sudut etika. Akan tetapi, sudah pasti melalui Pasal 7 huruf d butir i UU Paten, temuan yang patentable tetapi termasuk kategori mahluk hidup, kecuali jasad renik tidak mendapatkan tempat untuk menjadi penemuan yang memperoleh perlindungan hukumnya di Indonesia. Apapun “bentuk” (end product) temuan tersebut, terlepas dari jenis cloning atau bukan, khusus untuk mahluk hidup termasuk hewan tidak mendapat perlindungan. Namun, merujuk pada penjelasan Pasal 7 huruf d butir ii UU Paten (Koentjoro, 2012).:
Yang dimaksud dengan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan dalam butir ii adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami, misalnya melalui teknik stek, cangkok, atau penyerbukan yang bersifat alami, sedangkan proses non-biologis atau proses mikrobiologis untuk memproduksi tanaman atau hewan adalah proses memproduksi tanaman atau hewan yang bersifat transgenik/rekayasa genetika yang dilakukan dengan menyertakan proses kimiawi, fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk rekayasa genetika lainnya.”


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Etika Rekayasa Genetika. http://tulisanterkini.com/artikel /pendidikan/723-etika-rekayasa-genetika.html. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.45 WITA.

Anonim. 2013. Rekayasa Genetika. http://www.artikelbiologi.com /2013/04/rekayasa-genetika.html. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.40 WITA.
Febrianto, Herry. 2012. Analisis Kritis Rekayasa Genetika. http://herryfebrianto. blogspot.com/2012/05/analisis-kritis-rekayasa-genetika.html. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.18 WITA.

Irawan, Bagas. 2013. Pengertian Etika. http://bagasirawanganteng.blogspot. com/2013/04/pengertian-etika-dari-asal-usul-kata.html. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.24 WITA.

Koentjoro, Ardianti. 2012. Adakah Perlindungan Hukum atas Hewan Hasil Rekayasa Genetika?. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6713 /adakah-perlindungan-hukum-atas-hewan-hasil-rekayasa-genetika. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.15 WITA.


Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Penerbit ANDY. Yogyakarta.

Review Hadalabo Gokujyun Ultimate Moisturizing Lotion

Kali ini saya mau review hadalabo gokujyun ultimate moisturizing lotion untuk kulit kering dan normal. Hasil review ini setelah pemakaian 2 ...