Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan
makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi
DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat
makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur
yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan
mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun-temurun (Anonim, 2013).
Perkembangan teknologi telah meluas cakupannya meliputi pemanfaatan
makhluk hidup sebagai media bahkan produk invensi. Bioteknologi berkembang
hingga tahap merekayasa ataupun memodifikasi gen tertentu, sehingga tumbuh-tumbuhan
ataupun hewan tertentu memiliki keunggulan dibandingkan tanaman ataupun hewan
sejenisnya. Perkembangan bioteknologi telah mampu menghasilkan, seperti tomat
yang mampu melalui proses pematangan relatif lama setelah dipanen, sapi yang
mampu menghasilkan susu lebih banyak dan domba-domba yang memiliki bulu lebih
tebal untuk industri berbahan wol. Alasan kemajuan dalam kesejahteraan umat
manusia, peningkatan mutu sandang dan pangan melalui peningkatan kualitas
ternak dan pertanian menjadi alasan pembenarannya. Namun, ekses terhadap
kemajuan teknologi bersinggungan dengan isu moralitas, agama dan ketertiban
umum (Koentjoro, 2012).
Rekayasa genetika
berpotensi untuk memperbaiki kesehatan kita dan menjadi sesuatu yang lebih
baik, revolusi cara hidup, membantu untuk menjaa sumber daya yang terbatas, dan
hasil kekayaan yang baru. Ketersediaan ini adalah pengaturan yang tepat, sikap
yang berfokus dengan pertimbangan etika untuk martabat, onsekuensi bahaya, dan
hukum, potensi manfaat lebih besar dari keruguan rekayasa genetik. Penolakan
terhadap rekayasa genetik tnpa alasan yang pasti merupakan kebohongan yang
tidak wajar. Teknologi dapat dimengerti sebagai suatu perpanjangan kombiasi
dengan pengetahuan tentang evolusi dan teknik genetika (Anonim, 2012).
Sebagaimana revolusi
teknologi, kegelisahan, ketakutan, dan keberatan moral untuk produk rekyasa
genetik. Orang ahli yang berpengalaman meberi kesan hati-hati, sedankan pihak
lainnya menentukan sikap berdasarkan dari informasi, prasangka agama, atau ketakutan
tanpa ilmu. Kemajuan teknologi untuk memperbaiki kesejahteraan manusia,
pertimbangan etika dengan didasari pemahaman mekanisme rekayasa genetik
menjamin peningkatan produk teknologi (Anonim, 2012).
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang
bearti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat
diartikan sebagai kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai
yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat (Irawan, 2013).
Kode
etik dalam rekayasa genetika muncul sebagai hasil dari pengaplikasian hasil
rekayasa genetika yang masih menuai banyak pro dan kontra. Sebagai contoh Kloning
terhadap manusia banyak melahirkan persoalan bagi kehidupan manusia, terutama
dari sisi etika dan persoalan keagamaan serta keyakinan, namun di sisi lain
adapula beberapa manfaatnya. Namun, cloning juga bermanfaat dimana organ
manusia dapat dikloning secara selektif untuk dapat dimanfaatkan sebagai organ pengganti
bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir resiko penolakan
(Febrianto, 2012).
Ada beberapa yang ingin
mengklaim bahwa rekayasa genetika merupakan penyalah gunaan dari kebebasan
kita. Jadi, pengertian bahwa hal ini adalah sebuah penyalah gunaan kebebasan
dalam tantangan dari kepercayaan petunjuk takdir pada interpretasi pada perkiraan
petunjuk takdir. Ini merupakan masalah dengan semua teori dasar moral pada
petunjuk Tuhan: bahwa semua percaya untuk petunjuk selalu percaya pada beberapa
penafsiran manusia dari petunjuk ini. ”Menentang Kehendak Tuhan” selalu berarti
menentang beberapa penafsiran manusia dari penafsiran kehendak Tuhan. Kesulitan
dari melihat sebuah anggapan ketuhanan dalam konteks dari rekayasa genetika
adalah hal tertutup dengan fakta bahwa tak ada dari sakral agama kebanyakan
ditulis pada isu ini. Pada Bibel, sebagai contoh, adalah diam terhadap
rekombinan DNA. Lainnya, bahwa ada anggapan bahwa rekayasa genetik melanggar
kehendak Tuhan harus juga termasuk dalam persilangan selektif dari hasil
pertanian, antara tanaman dan hewan, hal ini akan kontra dengan kehendak Tuhan.
Jika mereka tidak melakukan persilangan selektif sebagai pelanggaran kehidupan
sakral, lalu mereka harus menjelaskan bagaimana ini berbeda kualitatif dari
rekayasa genetika, dimana hal ini hanya merupakan hal kuantitatif atau proses
metodologi (Anonim, 2012).
Pintu
budaya kita terbuka dengan kebaikan dari penemuan manusia dan modifikasi dari
alam. Sekalipun ada sebagian agama yang menolak tehnologi modern meskipun
mencakup beberapa tehnologi; dasar dari teknologi adalah untuk merubah hubungan
dengan alam. Busana, pertanian,dan persenjataan telah ada sejak sebelum
permulaan peradaban, dan perubahan lain pada hubungan kita dengan alam.
Teknologi ini menyatakan penolakan pada ”alam” diantara yang lainnya, dan hasil
dari kesadaran dan kesengajaan. Pada kenyataannya, cakupan teknologi ini
merubah evolusi manusia, Teknologi ini tidak hanya berakibat pada populasi
manusia, tapi juga jumlah spesies dimana manusia berhubungan dengan pengobatan,
kontrasepsi, dan persilangan selektif. Ini adalah upaya dari pengubahan dari
genom dari manusia dan spesies lain yang didasarkan pada beberapa negara yang
merupakan proses alam yang harus sejalan dengan etika hukum yang digunakan pada
pengobatan, kontrasepsi, dan persilangan selektif dimana beberapa mungkin
bagian dari kesadaran, tujuan lebih dari perubahan pada level genetika.
Perbedaan tehnik antara rekayasa genetika dan mekanisme perubahan lain pada
evolusi alam dari variasi spesies adalah berbeda antara kesalahan dan latihan
(Anonim, 2012).
Selama
tahun 1980-an sejumlah Negara mulai mempertimbangkan untuk mengatur introduksi
organisme-organisme eksotis termasuk organisme hasil rekayasa genetika. Hal ini
dilakukan untuk pembatasan terhadap introduksi organisme dan pengendalian
biologis. IIBC dan organisasi internasional untuk pengendalian biologis
mendesak penerbitan kode etik internasional FAO mengenai distribusi dan
penggunaan pestisida. Walaupun tidak ada kode etik ataupun hukum yang membahas
langsung tentang rekayasa genetika, namun ada beberapa kode etik dan hukum yang
membahas tentang hal yang berkaitan dengan rekayasa genetika. Salah satunya
kode etik mengenai pelepasan agen pengendali biologis yang dibuat tahun 1989
dan ditinjau ulang tahun 2001 dengan ketentuan (Purnomo, 2010) :
1.
Impor hanya boleh dilakukan dengan otoritas
dari pihak Negara pengimpor, yang harus menunjuk seseorang pengawas yang diberi
kekuasaan untuk mengeluarkan izin impor dan pelepasan agen.
2.
Wewenang impor hanya diberikan setelah
berkonsultasi dengan Negara-negara tetangga untuk mengklarifikasi setiap
konflik kepentingan dan bila ada manfaat jelas kepada masyarakat. Ini adalah
tugas organisasi dalam mengusulkan impor untuk menyediakan kebenaran ini.
3.
Permohonan izin impor dan/atas pelepasan
harus disertai berkas yang lengkap dan memberikan rincian identitas, asal,
spesifikasi, habitat, metode perbanyakan dan analisis resiko untuk target luar
flora, fauna, atau manusia.
4.
Pengiriman tidak boleh dilakukan sebelum izin
diterima dan pengiriman harus dikemas dan diberi label sebagaimana ditentukan
oleh Negara pengimpor. Pemberitahuan pengiriman yang memenuhi syarat harus
diberikan.
5.
Tanda terima pengiriman harus dibuka dan
diperiksa dikarantina. Kemasan dan setiap materi yang terkontaminasi harus
dihancurkan. Setidaknya generasi pertama dari agen tersebut harus dibesarkan
dalam karantina kecuali dalam keadaan luar biasa ketika perbanyakan dijamin
murni. Penggunaan stasiun karantina ditiga Negara dianjurkan ketika fasilitas
tidak tersedia dinegara penerima.
6.
Pelepasan hanya boleh dilakukan setelah
diberi wewenang dan harus direncanakan dengan hati-hati dan sepenuhnya
didokumentasikan. Kupon specimen harus disimpan dan pemasok harus mencoba untuk
mendapatkan umpan balik tentang bagaimana penggunaan materi.
7.
Pemerintah bertanggung jawab dalam manunjuk
seorang pengawas yang tepat untuk memastikan pelatihan dan memperoleh kebijakan
dari luar jika diperlukan. Pengawas harus mengevaluasi dan mengkonsultasikan
berkas yang diajukan oleh Negara-negara tetangga. Beberapa konflik kepentingan
apapun harus diselesaikan sebelum pelepasan disahkan. Pengawas harus menentukan
syarat-syarat untuk impor dan pelepasan agen, memastikan bahwa catatan yang
tersimpan dan data tersedia secara gratis. Pemerintah dan Negara pengekspor
agen pengendali biologis harus memastikan bahwa eksportir mematuhi
syarat-syarat yang ditetapkan oleh importer serta menawarkan bantuan dan
nasihat jika diperlukan.
8.
Produsen dan pemasok (terutama mereka yang
menyediakan produk-produk komersial) harus memastikan bahwa peraturan ditaati
dan bahwa materi yang ditawarkan murni dan telah memenuhi spesifikasi dari FAO
dan WHO.
9.
Kemasan harus disertai label dan izin yang
tepat dan terbuat dari bahan-bahan inert, tahan lepas, dan lain-lain. Produk
komersial juga harus sesuai dengan kode etik internasional dari FAO mengenai
distribusi dan penggunaan pestisida (jika agen diformulasikan sebagai
pestisida) dan disertai label yang memberikan instruksi penanganan dan
penyimpanan.
Secara teknis dimungkinkan
sebuah penemuan memenuhi syarat substantif sebagaimana disyaratkan UU Paten dan
berhak memperoleh perlindungannya. Namun aspek sosial-budaya, etika dan
kepatutan juga perlu diperhatikan. Rekayasa genetika sudah tentu menimbulkan
perdebatan sendiri ditinjau dari sudut etika. Akan tetapi, sudah pasti melalui Pasal 7 huruf d butir i UU Paten,
temuan yang patentable tetapi termasuk kategori mahluk hidup,
kecuali jasad renik tidak
mendapatkan tempat untuk menjadi penemuan yang memperoleh perlindungan hukumnya
di Indonesia. Apapun “bentuk” (end product) temuan tersebut,
terlepas dari jenis cloning atau bukan, khusus untuk mahluk hidup
termasuk hewan tidak mendapat perlindungan. Namun, merujuk pada penjelasan Pasal 7 huruf d butir ii
UU Paten (Koentjoro, 2012).:
“Yang dimaksud dengan
proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan dalam butir
ii adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami, misalnya
melalui teknik stek, cangkok, atau penyerbukan yang bersifat alami, sedangkan
proses non-biologis atau proses mikrobiologis untuk memproduksi tanaman atau
hewan adalah proses memproduksi tanaman atau hewan yang bersifat
transgenik/rekayasa genetika yang dilakukan dengan menyertakan proses kimiawi,
fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk rekayasa genetika lainnya.”
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Etika Rekayasa Genetika. http://tulisanterkini.com/artikel
/pendidikan/723-etika-rekayasa-genetika.html.
Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.45 WITA.
Anonim.
2013. Rekayasa Genetika. http://www.artikelbiologi.com
/2013/04/rekayasa-genetika.html.
Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.40 WITA.
Febrianto,
Herry. 2012. Analisis Kritis Rekayasa Genetika. http://herryfebrianto.
blogspot.com/2012/05/analisis-kritis-rekayasa-genetika.html. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.18 WITA.
Irawan,
Bagas. 2013. Pengertian Etika. http://bagasirawanganteng.blogspot.
com/2013/04/pengertian-etika-dari-asal-usul-kata.html. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.24 WITA.
Koentjoro,
Ardianti. 2012. Adakah Perlindungan Hukum atas Hewan Hasil Rekayasa Genetika?. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6713
/adakah-perlindungan-hukum-atas-hewan-hasil-rekayasa-genetika. Diakses pada 20 Desember 2014 pukul 13.15 WITA.
Purnomo,
Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Penerbit ANDY. Yogyakarta.