Awal 1990-an, dua mahasiswa
pascasarjana, Brian Kennedy dan Nick Austriaco dari Massachusetts Institute of Technology, mengisolasi strain khamir
berumur panjang dengan mutasi tunggal pada gen yang disebut Sir4. Sir4 mengkode
protein yang merupakan bagian dari kompleks yang mencakup protein lain yang
disebut Sir2. Mutasi menyebabkan kompleks dilokalisasi ke nukleolus, peristiwa
ini menunda terjadinya penuaan pada khamir (Garber et al., 2008).
Di
tahun 1996, Sinclair bergabung dengan penelitian ini dan membantu menjelaskan
protein kunci dalam proses ini yaitu Sir2. Dia menemukan bahwa Sir2 dapat
menekan pembentukan extrachromosomal
ribosomal DNA circles (ERCs) yang berperan dalam proses penuaan pada
khamir. Selanjutnya pada tahun 1999, Matt Kaeberlein, menemukan penambahan second
copy dari gen Sir2 yang sebagian menekan pembentukan ERC sehingga memperpanjang
30 % masa hidup khamir. Pada tahun 2000,
Sinclair bersama dengan Guarente menemukan bahwa Sir2 merupakan histone deacetylase jenis baru yang
membutuhkan koenzim NAD. NAD disini penting dalam metabolism energy yang
menunjukkan hubungan antara Sir2 dan pembatasan energy (Calori restriction). Sinclair dan Guarente kemudian melaporkan
hasil penemuan mereka utamanya tentang mekanisme pembatasan kalori dalam
pengaktifan Sir2 pada khamir (Garber et
al., 2008).
Pengembangan
penelitian tentang Sir2 mengalami perubahan paradigma kearah penerapan pada manusia, sehingga Sinclair
mulai melakukan penelitian pada mamalia dan menemukan bahwa pada mamalia
ditemukan 7 protein homolog serupa dengan Sir2 pada khamir, dengan SIRT 1
merupakan yang memiliki kesamaan paling banyak dengan Sir2. Pada November 2006,
perhatian masyarakat terhadap sirtuin pun meledak, hal ini disebabkan Sinclair
dan Rafael dari National Institute,
mengungkapkan bahwa resveratrol dapat mengaktifkan kerja dari protein Sir2
melalui percobaan dengan tikus uji yang diberi perlakuan makanan tinggi lemak
menunjukkan peningkatan sensifitas insulin dan mengurangi tingkat kematian
hingga 30% setelah dilakukan induksi dengan resveratrol. Hasil penelitian ini kemudian
dilaporkan dalam berita utama New York
Times, yang berdampak besar bagi masyarakat disebabkan jika hal tersebut
berhasil dilakukan pada tikus uji berarti selanjutnya dapat dikembangkan
penggunaannya bagi manusia (Garber et al.,
2008).
Enam bulan
kemudian dibentuklah Sirtris oleh David
Sinclair. Sirtris adalah perusahaan biofarmasi yang berfokus dalam pengembangan
molekul obat yang berpotensi mengatasi penyakit yang berhubungan dengan penuaan
seperti penyakit metabolic (diabetes tipe 2), kanker dan penyakit lainnya. Sirtris
bukanlah perusahaanpengembangan
bioteknologi sirtuin satu-satunya. Lima tahun sebelumnya mentor
Sinclair, Guarente, mendirikan Elixir
Pharmaceutical. Tujuan pendirian Elixir
ini sama dengan Sistris yakni untuk menemukan obat-obatan yang berperan
dalam mengatasi penyakit yang terkait penuaan. Namun Elixir tidak berencana
untuk melakukan pengujian activator dan inhibitor sirtuin pada manusia sehingga
menyebabkan Sirtris jauh lebih dikenal. Senyawa yang dihasilkan oleh Sistris
inisendiri tidak langsung diujikan pada manusia, tetapi pada hewan uji lainnya
berupa mamalia (Garber et al., 2008).
PENGERTIAN
SIRTUIN DAN JENIS-JENIS SIRTUIN
Sirtuin
merupakan kepanjangan dari (silent mating type information
regulation 2 homolog). Sirtuin adalah kelompok protein bebas
Nicotinamide Adenine Dinucleotid (NAD) deasetilase dan/atau Adenosine
Diphosphate (ADP) ribosiltransferase yang berperan dalam metabolisme dan respon
terhadap stres, Sirtuin berperan dalam
produksi energi, oksidasi lemak dalam tubuh dan bersifat sebagai
supresor pada tumor (Finley et al., 2011).
Salah
satu polimer Sirtuin yang paling berperan dalam menghambat penuaan adalah
Sirtuin-2. Protein sirtuin Silent
information regulation-2 (Sir2) ditemukan pada khamir Saccharomyces cereviceae. Sir2 merupakan gen pertama dari kelompok
sirtuin yang ditemukan (homolog pada mamalia dan dikenal sebagai SIRT1). Strain
khamir yang abnormal pada Sir2 menunjukkan terjadinya cacat pada berbagai
fungsi selular termasuk transkripsi, recombinational
silencing, penuaan, dan perbaikan DNA. Pada Saccharomyces cereviceae ditemukan empat jenis sirtuin (NAD-
dependent histone deacetylases Hst1–Hst4) selain Sir2, sementara pada mamalia
ditemukan 7 sirtuin (SIRT1-SIRT7) dan ditemukan pada tempat yang berbeda yaitu nukleus,
sitosol, mitokondria dan nukleolus. Sirtuin 1-7 memiliki aktivitas enzimatik
dan proses intraseluler seperti metabolisme, antipenuaan (antiaging), kanker
dan respon pada stress (Villalba and Alcain, 2012). (Tabel 1)
Tabel 1. Karakteristik
Utama Sirtuin pada Mamalia
Ketujuh sirtuin yang ditemukan pada
mamalia menunjukkan kesamaan sekuens homolog dan daerah katalitik yang
terkonservasi serta domain NAD binding.
Berdasarkan kesamaan tersebut, sirtuin pada eukariotik dibagi menjadi 4
kelompok yakni kelompok I terdiri dari SIRT1, SIRT2 dan SIRT3, Kelompok II
dengan SIRT4, Kelompok III dengan SIRT5 dan kelompok IV dengan SIRT6 dan SIRT7
(Yamamoto et al., 2007).
CARA
KERJA SIRTUIN
Sirtuin
bekerja dengan cara menghilangkan kelompok kelompok asetil dari residu lisin
dalam protein dengan adanya NAD +. Sehingga dikenal sebagai kelompok
protein bebas Nicotinamide Adenine Dinucleotid (NAD) deasetilase. Sirtuin
menambahkan asetil dari protein ke komponen ADP-ribosa dari NAD+ untuk
membentuk O-acetyl-ADP-ribosa. Aktifitas HDAC (Histone deacetylases) dari Sir2
menghasilkan kemasan ketat kromatin dan penurunan transkripsi pada lokus gen
yang ditargetkan. Aktifitas Sir2 yang paling menonjol terlihat pada urutan
telomere, lokus MAT yang tersembunyi, dan pada ribosomal DNA (rDNA) (Chang dan
Min, 2002).
Seacara logis fungsi sirtuin terasosiasi
dengan represi transkripsi disebabkan karena sirtuin termasuk kedalam HDAC
kelas III. Asetilasi histon H1, H3, dan H4 diketahui menjadi substrat fisiologi
pada sirtuin, dan lisin pada histon H4 tampaknya menjadi residu yang paling penting
untuk transkripsi sirtuin dimediasi pembungkaman (silencing) (Yamamoto et al., 2007).
Di antara anggota
protein HDAC besar, sirtuins yang awalnya dikategorikan sebagai kelas III HDAC.
Sedangkan kelas I dan II HDAC menggunakan seng sebagai kofaktor dan dihambat oleh
trichostatin A. Sirtuins tidak terhambat oleh trichostatin A dan mengkonversi
substrat protein asetat dalam reaksi yang menggunakan NAD menjadi protein deasetilasi,
nicotinamide, dan metabolit asetil ester 2-O-dan 3-O-asetil-ADP ribose (AADPR),
yang dibentuk oleh transfer dari kelompok asetil untuk bagian ADP-ribose dari
NAD. Aktivitas deacetylase dari sirtuins dikendalikan oleh rasio NAD/NADH
selular, NAD bekerja sebagai aktivator, sedangkan reduksi nicotinamide adenine
dinucleotide (NADH) menghambat aktivitas (Yamamoto et al., 2007).
Pada Saccaromyces cereviceae, untuk
mengetahui peran dari protein Sir dalam proses penuaan dilakukan penelitian
dengan menggunakan nul alel (alel mutan yang kehilangan beberapa informasi
genetic) sir2, sir3 atau sir4. Gangguan yang terjadi pada sir3 dan sir4
mengakibatkan penurunan 20% masa hidup. Sedangkan adanya gangguan pada Sir2
menyebabkan penurunan yang lebih parah yakni 50% (Kaeberlein, et al., 1999).
Di lain sisi pengekspresian
gen Sir2 ternyata dapat memperpanjang masa hidup hingga 30%. Adapun
penghilangan Sir2 dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup hingga 50%. Tidak
diekspresikannya Sir2 di kompleks Sir3 dan Sir4 di lokus HM mencegah terjadinya
ekspresi secara simultan sehingga
menyebabkan kemandulan dan memperpendek masa hidup. Pembungkaman
kromatin (Chromatin silencing) sebagai
akibat dari aktivitas Sir2, mengurangi rekombinasi homolog antara rDNA berulang,
yang merupakan proses menuju pembentukan rDNA circle. Akumulasi rDNA circle
pada khamir inilah yang menyebabkan penuaan, Sir 2 disini berperan dalam
mencegah akumulasi dari rDNA circle sehingga memperpanjang masa hidup khamir (Kaeberlein,
et al., 1999).
Pengekspresian gen
Sir2 ini dilakukan dengan mempuasakan (starving)
khamir. Khamir dalam kondisi kekurangan nutrisi akan meningkatkan NAD+ sehingga
meningkatkan potensi peningkatan aktivitas Sir2 (Grozinger et al., 2001).
AKTIVASI
DAN PENGHAMBATAN SIRTUIN
Ketujuh
protein dari golongan sirtuin (SIRT1-SIRT7) sangat bervariasi dalam hal spesifisitas
jaringan, lokalisasi subselular, aktivitas enzimatik dan target. Sirtuin
terutama SIRT1 diketahuin memiliki peran dalam pembatasan kalori (satu-satunya
intervensi fisiologi dalam pemanjangan umur), pencegahan penyakit yang
berhubungan dengan penuaan (penyakit degenerative), dan memelihara homeostatis
metabolisme. Aktivasi sirtuins dianggap bermanfaat tidak hanya untuk penyakit
yang berhubungan dengan metabolisme, seperti diabetes tipe 2 dan obesitas,
tetapi juga untuk penyakit neurodegenerative, seperti Alzheimer dan penyakit
Parkinson. Akibatnya pencarian beberapa aktivator sirtun ramai dilakukan
(Villaba dan Alcain, 2012). Aktivator yang digunakan diantaranya :
Resveratrol
Polifenol resveratrol (RSV) adalah sebuah
molekul dengan dua cincin fenil yang dipisahkan oleh jembatan metilen. Senyawa
ini pertama kali ditemukan sebagai senyawa yang mempunyai fungsi serupa dengan
perlakuan pembatasan kalori (Caloric
Restriction = CR) yang disebabkan rangsangan sirtuin (Villaba dan Alcain,
2012). Resevratol dapat ditemukan pada anggur merah, berry dan kacang-kacangan
(Houtkooper et al, 2016; Howitz et al, 2003).
Screening molekul
kecil dalam khamir mengungkapkan bahwa beberapa polifenol tanaman utamanya
resveratrol, dapat menginduksi SIRT1 untuk deacetylate peptida berbasis p53 secara
in vitro dan perlakuan pada khamir Saccaromyces
cereviceae tersebut meningkatkan masa hidup khamir (Howitz et al, 2003) . Resveratrol juga
meningkatkan aktivitas SIRT1 dan meningkatkan fungsi mitokondria tikus uji
berdasarkan penelitian. Pengujian dilakukan dengan cara memberi makanan dengan
kadar lemak yang tinggi pada tikus uji. Hasil yang diperoleh ternyata tikus uji
yang diberi resveratrol dapat hidup lebih lama dibandingkan tikus uji yang
tidak diberi resveratrol (Baur et al,
2006). Resveratrol meningkatkan aktivitas mitokondria dan kontrol metabolik
pada manusia dengan sangat baik. Menariknya,
pada manusia pemberian dosis resveratrol yang lebih rendah menghasilkan tingkat
resveratrol plasma yang sama dibandingkan dengan tikus uji (Timmers et al, 2011).
Aktivator
sirtuin selain resveratrol
Manfaat
sirtuin dalam penghambatan penuaan dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan
merangsang pencarian molekul baru yang dapat merangsang sirtuin selain
resveratrol. Minle et al. pada tahun
2007 mengidentifikasi aktivator kecil molekul SIRT1 yang secara struktural berbeda
dengan RSV, namun seratus kali lipat lebih kuat. Senyawa tersebut disebut SRT1720
adalah yang paling efektif, dan menstimulasi aktivitas SIRT1 sebesar 750% pada
10μM. Pengikatan SRT 1720 dan pengaktifan enzim terjadi di molekul yang sama
dengan RSV. SRT 1720 berperan meningkatkan deasetilasi substrat SIRT1 baik
secara in vivo maupun in vitro (Smith et
al., 2009). Selain SRT1720 juga terdapat SRT501 yang serupa namun
penggunaan SRT1720 lebih efisien karena dengan kadar yang lebih rendah
menghasilkan dampak yang sama dengan SRT501 (Funk et al., 2010).
Molekul
activator lainnya adalah salah satu oxazolo [4,5-b] pyridines yang telah
diidentifikasi dan menyintesis imidazo (1,2-b) tiazol turunan senyawa
oxazolopyridine yang berpotensi sebagai terapeutik baru dalam mengatasi
berbagai gangguan kesehatan. Senyawa ini diberi nama senyawa 29, senyawa ini
berperan sebagai antidiabetes, pada percobaan dengan tikus uji menunjukkan
penurunan kadar gula darah pada tikus uji setelah diberi perlakuan selama 3
minggu. Senyawa 29 mampu mempertahankan kadar gula darah tetap rendah tanpa
mempengaruhi berat tubuh (Vu et al., 2009).
Selain
activator sirtuin yang pengembangannya lebih kearah SIRT1, inhibitor sirtuin
juga telah diidentifikasi. Berikut ini merupakan inhibitor sirtuin
Splitomicin
Bedalov
et al. (2001) dalam rangka membedah peran fungsional Sir2 in vivo menemukan
senyawa yang splitomicin. Splitomicin menghambat Sir2 dengan IC50 dari 60μM.
Namun, splitomicin menunjukkan penghambatan agak lemah di SIRT1 manusia.
Berdasarkan docking dan perhitungan energi bebas, hal itu menunjukkan preferensi
yang jelas untuk salah satu dari dua stereoisomer β-phenylsplitomicin, dan
hubungan antara peningkatan inhibisi enzim dan efek antiproliferatif di MCF-7
sel kanker payudara yang distabilkan (Neugebaurer et al., 2008).
Sirtinol
Inhibitor sirtuin
lain adalah sirtinol (2 - [(2-hidroksi-naphthalen-1-ylmethylene) - amino] -N-
(1-fenil-etil) benzamide) yang menghambat Sir2 baik pada khamir dan aktivitas
SIRT2 pada manusia secara in vitro. Inhibitor SIRT1 seperti sirtinol mungkin
memiliki potensi antikanker. Sirtinol menginduksi terjadinya penuaan seperti
penangkapan pertumbuhan kanker payudara manusia MCF-7 dan H1299 kanker
paru-paru sel (Villalba and Alcain, 2012).
AGK2
Penghambatan
aktivitas SIRT2 telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan pada saraf. Histopatologi
yang paling umum pada penyakit Parkinson (PD) adalah adanya konsentris inklusi
sitoplasma hialin, yang disebut badan Lewy, yang mengandung protein α-synuclein
(α-syn). Penghambatan SIRT2 melalui campuran RNA kecil atau dengan penambahan
AGK2 (Gambar 3D) melepaskan α-syn toksisik dan memodifikasi inklusi morfologi
dalam model selular dari PD (Villalba and Alcain, 2012).
Cambinol
Cambinol (Gambar
3E) adalah senyawa kimia yang stabil yang berada pada kelompok β-naftol pharmacophore
bersaa dengan dengan sirtinol dan splitomicin, dan menghambat SIRT1 dan SIRT2
secara in vitro dengan nilai IC50 dari 56 dan 59 μM. Cambinol menunjukkan
aktifitas penghambatan yang lemah terhadap SIRT5 (42% penghambatan pada 300 μM)
(Villalba and Alcain, 2012).
Dari penjelasan
diatas, diketahuin terdapat beberapa activator maupun inhibitor pada sirtuin
utamanya SIRT1 dan SIRT2. Aktivator SIRT1 telah direkomendasikan untuk mengobati
atau mencegah berbagai macam penyakit dan gangguan termasuk yang terkait dengan
penuaan atau stres, diabetes, obesitas, penyakit neurodegenerative, penyakit
kardiovaskular, gangguan pembekuan darah dan peradangan. Kedua mekanisme
antagonis, yaitu activator dan inhibitor SIRT1, telah didirekomendasikan dalam
terapi kanker. Penghambatan SIRT1 juga telah digunakan dalam pengobatan infeksi
virus immunodeficiency, Fragile X syndrome keterbelakangan mental dan bahkan
untuk pencegahan atau pengobatan penyakit parasit, sedangkan SIRT2 inhibitor
mungkin berguna untuk pengobatan kanker dan penyakit neurodegenerative seperti
PD atau HD (Houtkooper et al, 2016).
REGULASI
AKTIFITAS SIRTUIN
Aktifitas
sirtuin diregulasi diberbagai tingkatan. Regulasi tambahan diperlukan mengingat
beberapa sirtuin menempati lokasi yang sama (contohnya SIRT3 dan SIRT5)
walaupun spesifikasi aktifitasnya dapat berbeda. Sejauh ini telah diketahuin
beberapa hal yang berkonstribus terhadap aktivitas sirtuins ke derajat yang
berbeda diantaranya regulasi transkripsi, modifikasi pasca-translasi, pembentukan
kompleks protein dan kadar substrat enzimatik.
Regulasi
melalui ekspresi gen
Regulasi
melalui ekspresi gen dapat juga disebut regulasi secara transkripsi. Ekspresi
gen sangat dipengaruhi factor luar dan factor dalam, sehingga ekspresi SIRT1
dapat berubah tergangtung kondisi fisiologi, induksi pada keadaan rendah energy
dan represi pada keadaan kelebihan energy. Analisis promoter SIRT1 megungkapkan
terdapat banyak situs pengikatan untuk berbagai macam factor transkripsi (FOXO165,
CREB (cAMP respon elemen-mengikat) dan ChREBP (karbohidrat respon
elemen-binding protein)) dan elemen respon PPAR, yang menunjukkan bahwa
faktor-faktor transkripsi ini mengatur ekspresi SIRT1 terhadap rangsangan pada
respon tersebut. FOXO165, PPARα68, PPARβ / δ70 dan CREB67 meningkatkan tingkat
SIRT1, sedangkan PPARγ69 dan ChREBP67 menekan ekspresi SIRT1 (Houtkooper et al, 2016).
Regulasi
pada tingkatan yang berbeda, microRNAs (miRNAs) memodulasi tingkatan mRNA
melalui degradasi transkrip primer, atau dengan penghambatan pada proses
translasi, seperti yang dilakukan pada tikus uji miR-34a yang menghambat
ekspresi SIRT1 yang disebabkan oleh tekanan genotoksik (Houtkooper et al, 2016).
Regulasi
oleh modifikasi post-translasi
Regulasi
aktivitas sirtuin berdasarkan modifikasi post-translasi masih kurang dipahami. Beberapa
situs fosforilasi pada SIRT1 telah identified SIRT1 difosforilasi secara in
vitro oleh cyclinB-Cdk1, dengan mengikat SIRT1, dan memutasi bagian fosforilasi
yang mengganggu proses siklus sel secara normal (Houtkooper et al, 2016).
Regulasi
dengan NAD+
Aktivitas
sirtuin bergantung pada kofaktor NAD+, oleh karenanya ketersediaan
NAD+ menjadi hal yang krusial dalam regulasi sirtuin. NAD+
dapat disintesis dari berbagai prekursor. Biosintesis ‘De novo’ dimulai dari asam amino triptofan dan ditemukan pada hati
dan ginjal. Namun, NAD +
juga dapat disintesis dari asam nikotinat (jalur Preiss-Handler) atau
nicotinamide (jalur penghematan/ salvage
pathway), yang keduanya dikenal sebagai vitamin B3. Menariknya, riboside
nicotinamide, yang ditemukan dalam susu dan telah dikenal dalam membantu meningkatkan
sintesis NAD + oleh bakteri, baru-baru ini diketahui juga bertindak sebagai
perkusor NAD+ dan meningkatkan sintesis NAD+ melalui jalur penghematan pada sel
eukariotik. Yosino et al. (2011)
melakukan penelitian dengan memberikan perkusor lain NAD+ (mononukleotida nicotinamide) kepada tikus uji. Perkusor ini dapat
mengaktifkan SIRT1 dan meningkatkan toleransi glukosa pada tikus uji 93. Meskipun
harus dicatat bahwa hal ini tidak berlaku pada manusia. Selanjutnya perlu
dilakukan studi lanjutan untuk menentukan apakah alami asam nikotinat,
nicotinamide atau nicotinamide riboside dapat mengaktifkan sirtuins secara in
vivo, dan memperjelas pentingnya fisiologis prekursor tersebut (Houtkooper et al, 2016).
MANFAAT
SIRTUIN
Sirtuin
dikembangkan karena fungsinya dalam memperlambat proses penuaan. Namun tidak
hanya memperlambat penuaan, sirtuin juga memiliki fungsi lainnya diantaranya
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
Tabel 2. Peranan sirtuin dalam
mengatasi beberapa penyakit degeneratif
Sirtuin utamanya
SIRT1 memiliki banyak peranan penting hal ini disebabkan SIRT1 merupakan kunci
regulasi metabolism. SIRT1 meregulasi pembentukan mitokondria pada beberapa
jaringan, menstimulasi hati untuk merombak lemak dan kolesterol, menginduksi
gen glukoneogenik dan menekan gen glikolitik serta mengaktifasi oksidasi asam
lemak. SIRT mengontrol jalur glukoneogenesismelalui co-aktivator transkripsi
PGC-1α, yang menginduksi peningkatan massa mitokondria dan fungsinya pada hewan
secara in vitro (15,16). Kekurangan SIRT1 pada neuron menyebabkan
hipersensitifitas pada DIO (Diet-induced obesity) yang disebakan karena reduksi
energy. SIRT1 juga diketahu dapat menonaktifkan tumor, dimana overekpresi dari
SIRT1 dapat menghambat pembentukan tumor (Yamamoto et al., 2007) )
Seperti
yang dibahas pada paragraph sebelumnya bahwa SIRT1 merupakan kunci regulasi
metabolism hal ini pulalah yang menyebabkan SIRT1 dapar digunakan dalam
mengobati penyakit Huntington. Penyakit Huntington disebabkan karena insufiensi
(ketidakcukupan) mitokondria yang ditandai menurunnya metabolism glukosa dan
meningkatnya level laktosa di basal ganglia. Tidak berfungsinya mitokondria ini
disebabkan asosiasi disregulasi antara PGC-1α dan aktivitas protein mutan
huntingtin. Penelitian terbaru oleh
Rodgers et al. (2005)
menunjukkan bahwa aktivitas PGC-1α diregulasi oleh SIRT1 serta beberapa aspek
metabolism mitokondria diregulasi oleh sirtuin, sehingga penelitian mengenai
SIRT1 dapat digunakan sebagai terapi pada penyakit Huntington (Yamamoto et al., 2007).
PENELITIAN
TERKINI DAN PERKEMBANGAN SIRTUIN
Pada
tahun 2011, Y. Cen beserta rekannya dari Cornell University, menuliskan sebuah
manuskrip yang melalui pendekatan kimia untuk mendapatkan enzim unik yang
disebut sirtuin menggunakan peralatan kimia terbaru. Deacetylases Sirtuin yang menyebabkan
regulasi pada fungsi fisiologis termasuk metabolisme energi, respons DNA
terhadap kerusakan, dan ketahanan stres selular. Mereka mensintesis NAD
aminooxy-diderivatisasi (+) dan inhibitor pan-sirtuin yang bereaksi disitus
aktif sirtuin untuk membentuk kompleks stabil secara kimiawi yang kemudian
dapat disilangkan ke aldehyde-subtitusi biotin. Berikutnya kompleks sirtuin
terbiotinilasi pada titik-titik streptavidin yang dengan gel elektroforesis dapat
mendeteksi secara simultan sirtuin aktif, mengisolasi dan menentuan berat
molekul. Mereka juga menunjukkan bahwa alat tersebut reaktif terhadap berbagai isoform sirtuin
manusia termasuk SIRT1, SIRT2, SIRT3, SIRT5, SIRT6 dan dapat bereaksi dengan sirtuin
yang berasal dari mikroba (Y. Cen et al.,
2011).
Pada tahun 2016 dengen Universitas
yang sama yakni Cornell University menemukan sebuah paten yang berguna sebagai
reagen dan metode dalam penangkapan sirtuin. Sauve, Anthony, Cen, dan Yana
melaporkan paten mereka dan dipublish pada 22 Maret 2016. Secara ringkas
penemuan ini terdiri atas beberapa tahap dalam proses deteksi sirtuin (i)
menyediakan komponen utama substrat situin yaitu thioamide (ii) menyediakan
NAD+ (iii) menyediakan sampel yang diduga memiliki sirtuin (iv) menggabungkan
komponen satu dan dua beserta sampel hingga campuran terbentuk, campuran ini
disebut campuran pertama (v)menghubungkan campuran pertama yang mengandung
kompleks sirtuin yang telah diberi label
yang terikat kovalen, sirtuin
kompleks yang telah dilabel ini disebut campuran kedua (vi) pemisahan antara
sirtuin yang telah dilabel dengan komponen lain dalam campuran (vii) mendeteksi
situin yang telah dilabeb didalam campuran, jika dideteksi terdapat sirtuin
berlabel pada campuran tersebut mengindikasikan adanya sirtuin di dalam sampel
(Alexandria, 2016).
DAFTAR
PUSTAKA
Alexandria. 2016. Patent
Issued for Reagent and Methods for Sirtun Capture. http://search.proquest.com/docview/1776967680?accountid=13771.
Accesed : 13 Oktober 2016
Baur JA, et al. 2006. Resveratrol improves health and
survival of mice on a high-calorie diet. Nature. Vol. 444:337–342.
Bedalov A, et al.2001. Identification
of a small molecule inhibitor of Sir2p. Proc Natl Acad Sci U S A.
Vol. 98:15113–15118.
Cen, Y., et al., 2011. New Organic and Biomolecular and Chemistry
Research. http://search.proquest.com/docview/856216682?accountid=13771.
Accesed : 13 Oktober 2016
Chang, KT. And K. Min. 2002. Regulation of Lifespan by Histon
Deasetylation. Ageing Research Review. Vol. 1(3):
313-326.
Finley, LW., et al., 2011. Succinate
Dehydrogenase is a Direct Target of Sirtuin 3 Deacetylase Activity. PLoS One. Vol. 6 (8).
Funk JA, Odejinmi S, Schnellmann RG. 2010.
SRT1720 induces mitochondrial biogenesis and rescues mitochondrial function
after oxidant injury in renal proximal tubule cells. J Pharmacol Exp
Ther. Vol. 333 :593–601.
Garber, K., A. Arbor and Michigan. 2008. A Mid-Life Crisis for Aging Theory. Nature Biotechnology. Vol. 26 (4) : 371-374.
Grozinger, GM., et al., 2001. Identification of Class of
Small Molecule Inhibitors of the Sirtuin
Family of NAD-dependent Deacetylases by Phenotypic Screening. The
Journal of Biological Chemistry. Vol. 276 (42) : 38837-38843.
Handajani, A., B. Roosihermiatie, dan H. Maryani. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola
Kematian pada Penyakit Degeneratif di Indonesia. http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Accesed : 23 September 2016.
Houtkooper, RH. E. Pirinen, and J. Auwerx. 2016. Sirtuin as
Regulators of Metabolism and Healthspan.
Nat Rev Moll Cell Biol. Vol. 13(4) : 225-238.
Howitz KT, et al. 2003. Small molecule activators of
sirtuins extend Saccharomyces cerevisiae lifespan. Nature. Vol.
425:191–196.
Kaeberlin, M., M. McVey, and L. Guarente. 1999. The Sir2/3/4
Complex and Sir2 Alone Promote Longevity in Saccaromyces cereviceae by Two
Different Mecanisms. Genes Dec. Vol. 13 (19).
Neugebauer RC, et al. 2008. Structure-activity
studies on splitomicin derivatives as sirtuin inhibitors and computational
prediction of binding mode. J Med Chem. Vol. 51:1203–1213.
Smith JJ, et al. 2009. Small molecule activators of SIRT1
replicate signaling pathways triggered by calorie restriction in vivo. BMC
Syst Biol. Vol : 3(31)
Sulai. 2014. Penyakit
Degeneratif. https://www.academia.edu/8935032/ Penyakit_degeneratif.
Accesed : 23 September 2016.
Timmers S, et al. 2011. Calorie Restriction-like Effects
of 30 Days of Resveratrol Supplementation on Energy Metabolism and Metabolic
Profile in Obese Humans. Cell Metab. Vol : 14:612–622.
Villalba, JM. and FJ. Alcain. 2012. Sirtuin Activator and Inhibitors. Biofactors. Vol. 38(5) : 349-359.
Vu CB, et al. 2009. Discovery of
imidazo[1,2-b]thiazole derivatives as novel SIRT1 activators. J Med Chem.
Vol : 52:1275–1283.
No comments:
Post a Comment