KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas
kehadirat Allah Yang Mahaesa atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Respirasi Tumbuhan”.
Makalah
ini menjelaskan tentang pengertian respirasi, kuosien respirasi, mekanisme
respirasi, fermentasi pada tumbuhan, respirasi intramolekuler, cara menghitung
efisiensi respirasi, lintasan pentosa fosfat, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju respirasi.
Perkenankanlah kami menyampaikan
terima kasih kepada : Ibu
Dosen mata kuliah Fisiologi Tumbuhan
atas tugas yang diberikan sehingga menambah wawasan kami tentang tumbuhan khususnya proses respirasi yang terjadi pada tumbuhan,
demikian pula kepada teman-teman yang turut memberi sumbang saran dalam
penyelesaian makalah sebagaimana yang kami sajikan.
Kami menydari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu dari lubuk hati kami yang paling
dalam memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun dan mendorong membuka
cakrawala pemahaman tentang tumbuhan terkhususnya pada proses respirasi yang terjadi pada tumbuhan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita dan selalu menginspirasi kita untuk mendalami ilmu fisiologi tumbuhan.
Makassar, 14 September 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pengertian sehari-hari,
bernafas sekedar diartikan sebagai proses pertukaran gas di paru-paru. Tetapi
secara biologis, pengertian respirasi tidaklah demikian. Pernafasan lebih
menunjuk kepada proses pembongkaran atau pembakaran zat sumber energi di dalam
sel-sel tubuh untuk memperoleh energi atau tenaga. Zat makanan sumber tenaga
yang paling utama adalah karbohidrat (Suyitno, 2006).
Setiap mahkluk
hidup melakukan aktivitas bernafas, atau yang disebut dengan respirasi. Tidak
terkecuali dengan tumbuhan juga melakukan respirasi. Tumbuhan tingkat tinggi
pada umumnya tergolong pada organisme autotrof, yaitu makhluk hidup yang dapat
mensintesis sendiri senyawa organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang
baku adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses
fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi karbon adalah proses pengubahan
zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat
dengan bantuan cahaya. Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan
yang mempunyai klorofil (Iskandar, 2012).
Kalau fotosintesis adalah suatu proses
penyusunan (anabolisme atau asimilasi) di mana energi diperoleh dari sumber
cahaya dan disimpan sebagai zat kimia, maka proses respirasi adalah suatu
proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi) dimana energi yang tersimpan
dibongkar kembali untuk menyelenggarakan proses–proses kehidupan.
Pembakaran membutuhkan oksigen (O2), terjadai di dalam setiap sel yang
hidup. Energi yang diperoleh berupa energi kimia (ATP) yang digunakan untuk
berbagai aktivitas fisiologi dalam tubuh. Di samping itu, pembakaran
menghasilkan pula zat sisa berupa gas asam arang (CO2) dan air. Pada organisme
anaerob, pembongkaran zat sumber tenaga (glukosa) berlangsung tanpa melibatkan
oksigen. Pembongkaran semacam ini disebut respirasi anaerob (Suyitno, 2006).
Tumbuhan juga menyerap O2 untuk pernafasannya, umumnya diserap
melalui daun (stomata). Pada keadaan aerob, tumbuhan melakukan respirasi aerob.
Bila dalam keadaan anaerob atau kurang oksigen, jaringan melakukan respirasi
secara anaerob. Misal pada akar yang tergenang air. Pada respirasi aerob,
terjadi pembakaran (oksidasi) zat gula (glukosa) secara sempurna, sehingga
menghasilkan energi jauh lebih besar (36 ATP) daripada respirasi anaerob (2 ATP
saja). Demikian pula respirasi yang terjadi pada jazad renik (mikroorganisma).
Sebagian mikroorgaanisma melakukan respirasi aerobik (dengan zat asam),
anerobik (tanpa zat asam) atau cara keduanya (aerobik fakultatif) (Suyitno, 2006).
Berdasarkan
uraian diatas maka dibuatlah makalah yang berjudul “Respirasi Tumbuhan”.
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah
yang dimaksud respirasi?
2. Apakah
yang dimaksud kuosien respirasi?
3. Bagaimanakah
mekanisme respirasi pada tumbuhan?
4. Bagaimanakah
proses fermentasi pada tumbuhan?
5. Apakah
yang dimaksud respirasi Intramolekuler?
6. Bagaimanakah
efisiensi respirasi?
7. Bagaimanakah
lintasan pentosa fosfat?
8. Apasajakah
faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi?
Adapun tujuan yang akan dicapai
adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian respirasi.
2. Untuk
mengetahui kuosien respirasi.
3. Untuk
mengetahui mekanisme respirasi pada tumbuhan.
4. Untuk
mengetahui proses fermentasi pada tumbuhan.
5. Untuk
mengetahui respirasi Intramolekuler.
6. Untuk
mengetahui efisiensi respirasi.
7. Untuk
mengatahui jalur lain respirasi yaitu lintasan pentosa fosfat.
8. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi.
Manfaat yang diharapkan dapat
diperoleh adalah :
1.
Menambah wawasan mahasiswa tentang respirasi pada
tumbuhan.
2.
Mengetahui adanya jalur lain yang terjadi dalam proses
respirasi.
3.
Mahasiswa dapat produksi ATP yang dihasilkan melalui
respirasi seluluar.
A. Pengertian
Respirasi.
Respirasi adalah proses utama
dan penting yang terjadi pada hampir semua makluk hidup, seperti halnya buah.
Proses respirasi pada buah sangat bermanfaat untuk melangsungkan proses
kehidupannya. Proses respirasi ini tidak hanya terjadi pada waktu buah masih
berada di pohon, akan tetapi setelah dipanen buah-buahan juga masih
melangsungkan proses respirasi. Pada tumbuhan,
respirasi dapat berlangsung melalui permukaan akar, batang, dan daun. Respirasi
yang berlangsung melalui permukaan akar dan batang sering disebut
respirasi lentisel. Sedang respirasi yang berlangsung melalui permukaan daun
disebut respirasi stomata (Nurfauziawati,
2011).
Menurut Santosa (1990),
“Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi
yang digunakan untuk aktivitas sel dan dan kehidupan tumbuhan dalam bentuk ATP
atau senyawa berenergi tinggi lainnya. Selain itu respirasi juga menghasilkan
senyawa-senyawa antara yang berguna sebagai bahan sintesis berbagai senyawa
lain. Hasil akhir respirasi adalah CO2 yang berperan pada
keseimbangan karbon dunia. Respirasi
berlangsung siang-malam karena cahaya bukan merupakan syarat”.
Respirasi merupakan proses
katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan
oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi
anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain
karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit
energi (Lovelles, 1997).
Seperti yang diuraikan diatas,
respirasi berlangsung baik ketika ada maupun tidak ada oksigen. Ketika tidak
ada oksigen terjadi fermentasi, yang merupakan penguraian gula yang terjadi
tanpa oksigen. Akan tetapi, jalur katabolik yang paling dominan dan efisient
adalah respirasi aerobik, yang menggunakan oksigen sebagai reaktan bersama
dengan bahan-bahan organik (aerobic
berasal dari kata Yunani aer, udara
dan bios, kehidupan). Beberapa
prokariota menggunakan zat selain oksigen sebagai reaktan dalam suatu proses
yang serupa yang memanen energi kimia tanpa menggunakan oksigen sama sekali.
Proses ini disebut respirasi anaerobik (awalan an- berarti ‘tanpa’). Secara teknis, istilah respirasi seluler
mencakup proses aerobik dan anaerobik. Akan tetapi, istilah tersebut berasal
dari sinonim untuk respirasi aerobik karena adanya hubungan antara proses
tersebut dengan respirasi organisme, dimana sebagian besar organisme
menggunakan oksigen (Campbell, 2010).
Berdasarkan
kebutuhannya terhadap oksigen, respirasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu (Ata, 2011):
1.
Respirasi Aerob, yaitu respirasi yang memerlukan oksigen, penguraiannya
lengkap sampai menghasilkan energi, karbondioksida, dan uap air.
2.
Respirasi Anaerob, yaitu respirasi yang tidak memerlukan oksigen tetapi
penguraian bahan organiknya tidak lengkap. Respirasi ini jarang terjadi, hanya
dalam keadaan khusus.
Adapun perbedaan antara
respirasi aerob dan anaerob adalah (Santosa, 1990) :
Aerob
|
Anaerob
|
1.
Umum terjadi
2.
Berlangsung
seumur hidup
3.
Energi yang
dihasilkan besar
4.
Tidak
merugikan tumbuhan
5.
Memerlukan
oksigen
6.
Hasil akhir
berupa CO2 dan H2O
|
1.
Hanya dalam
keadaan khusus
2.
Sementara,
hanya fase tertentu
3.
Energinya
kecil
4.
Menghasilkan
senyawa yang bersifat racun
5.
Tanpa
oksigen
6.
Berupa
alkohol dan CO2
|
B. Kuosien Respirasi (RQ)
Respirasi
dapat diukur secara kuantitatif dengan cara menangkap CO2 yang
dibebaskan dengan Ba(OH)2 dan BaCO3 yang terjadi
ditimbang, ditangkap dengan NaOH kemudian dititrasi atau dengan infra red gas
analyzer. Pengukuran jumlah O2 yang dikonsumsi juga dapat dilakukan
dengan elektrode oksigen. Dengan cara mengukur konsumsi oksigen dan produksi CO2
dapat diketahui jalur mana yang dilalui dalam respirasi, serta substrat apa
yang dipakai. Perbandingan antara produksi CO2 dengan O2
yang diperlukan dinamakan kofisien respirasi (Santosa, 1990).
Jika
karbohidrat seperti sukrosa, fruktan, atau pati yang digunakan sebagai substrat
pada proses respirasi dan jika senyawa tersebut teroksidasi secara sempurna,
maka jumlah O2 yang digunakan akan persis sama dengan jumlah CO2
yang dihasilkan. Nisbah CO2/O2 ini disebut Kuosien Respirasi, sering disingkat
RQ (respiratory quoitient). Nilai RQ
ini pada kebanyakan kasus akan mendekati nilai 1. Sebagai contoh, nilai RQ
rata-rata dari daunberbagai spesies adalah sekitar 1,05. Biji dari tanaman
serealia dan legum dimana pati merupakan cadangan karbohidrat utama juga
menunjukkan nilai RQ mendekati 1,0 (Lakitan, 2012).
Besarnya
kosien respirasi tergantung pada substrat, jika bahan cadangan yang dominan
bukan pati, misalya lemak atau minyak menjadi lebih rendah. Untuk lemak,
misalnya tripalmitat
2 C51H98O6 + 145 O2
® 102 CO2
+ 98 H2O
RQ yang dihasilkan sebesar,
Nilai RQ
serendah 0,7 dapat terjadi pada lemak. RQ protein kira-kira 0,79 karena sebagai
penyusun molekul, oksigen sedikit dalam protein, tetapi oksidasinya memerlukan
banyak oksigen. RQ lebih dari 1 diperoleh bila substratnya asam organik, karena
oksigen dalam molekul cukup banyak sehingga kebutuhan oksigen dari luar sangat
sedikit. Misalnya asam tetrat (Santosa, 1990) :
2 C4H6O5 + 5 O2
® 6 CO2 +
6 H2O RQ = 1,6
Dengan
mengetahui nilai RQ dari suatu organ atau jaringan, akan dapat diperkirakan
jenis senyawa yang dioksidasi (substrat dari proses respirasi) pada organ atau
jaringan tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa senyawa yang dioksidasi mungkin
terdiri beberapa jenis, sehingga nilai RQ yang terukur merupakan rata-rata dari
hasil oksidasi berbagai senyawa tersebut. Secara umum nilai RQ ini dapat
digunakan sebagai indikasi dari porsi karbohidrat sebagai substrat respirasi.
Jika nilai RQ semakin mendekati 1 maka semakin dominan porsi karbohidrat
sebagai substrat respirasi (Lakitan, 2012).
C. Mekanisme
Respirasi
Respirasi terjadi pada seluruh
sel yang hidup, khususnya di Mitokondria. Proses bertujuan untuk membangkitkan
energi kimia (ATP). ATP dibentuk dari penggabungan ADP + Pi (fosfat anorganik)
dengan bantuan pompa H+-ATP-ase, dalam rantai transfer elektron yang terdapat
pada membran mitokondria. Peristiwa aliran elektron dan atau proton (H+) dalam
rantai tranfer elektron pada dasarnya adalah peristiwa Reduksi – Oksidasi (Redoks) (Suyitno, 2006).
Respirasi pada tumbuhan pada
dasarnya sama dengan hewan, namun juga ada kekhasannya. Proses respirasi pada
dasarnya adalah proses pembongkaran zat makanan sumber energi (umumnya glukosa)
untuk memperoleh energi kimia berupa ATP. Namun demikian, zat sumber energi
tidak selalu siap dalam bentuk glukosa, melainkan masih dalam bentuk cadangan
makanan, yaitu berupa sukrosa atau
amilum. Karena itu zat tersebut
harus terlebih dahulu di bongkar secara hidrolitik. Demikian pula bila zat
cangan makanan yang hendak dibongkar adalah lipida (lemak) atau protein. Proses
pembongkaran ( degradasi ) adalah sebagai berikut (Suyitno, 2006) :
Pada umumnya substrat respirasi
adalah karbohidrat, dengan glukose sebagai molekul pertama. Reaksi kimia
respirasi dibagi dalam glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus Krebs, dan
transpor elektron.
Glikolisis
Glikolisis berasal dari kata
glukosa dan lisis (pemecahan), adalah serangkaian reaksi biokimia di mana
glukosa dioksidasi menjadi molekul asam piruvat. Glikolisis adalah salah satu
proses metabolisme yang paling universal yang kita kenal, dan terjadi (dengan
berbagai variasi) di banyak jenis sel dalam hampir seluruh bentuk organisme.
Proses glikolisis sendiri menghasilkan lebih sedikit energi per molekul glukosa
dibandingkan dengan oksidasi aerobik yang sempurna. Energi yang dihasilkan
disimpan dalam senyawa organik berupa adenosine triphosphate atau yang lebih
umum dikenal dengan istilah ATP dan NADH (Satriyo, 2012).
Lintasan glikolisis yang paling
umum adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas (EMP pathway), yang pertama kali
ditemukan oleh Gustav Embden, Otto Meyerhof dan Jakub Karol Parnas. Selain itu
juga terdapat lintasan Entner–Doudoroff yang ditemukan oleh Michael Doudoroff
dan Nathan Entner terjadi hanya pada sel prokariota, dan berbagai lintasan heterofermentatif dan
homofermentatif (Satriyo, 2012).
Ringkasan reaksi glikolisis pada lintasan EMP adalah
sebagai berikut:
C6H12O6 + 2 ATP + 2
NAD+ ® 2 Piruvat + 4 ATP + 2 NADH
Sedangkan
ringkasan reaksi dari glikolisis, siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif
adalah:
C6H12O6 + 6 O2 ® 6 CO2 + 2 H2O + energi
Glikolisis adalah serangkaian reaksi kimia yang
mengubah gula heksosa, biasanya glukosa, menjadi asam piruvat. Reaksi
glikolisis berlangsung di dalam sitoplasma sel dan tidak memerlukan adanya
oksigen. Glikolisis dapat dibagi dalam dua fase utama, yaitu (Ata, 2011) :
·
Fase Persiapan (Glukosa diubah menjadi dua senyawa tiga karbon)
Pada fase ini pertama sekali
glukosa difosforilasi oleh ATP dan enzim heksokinase membentuk glukosa-6-fosfat
dan ADP. Reaksi berikutnya melibatkan perubahan gula aldosa menjadi gula
ketosa. Reaksi ini dikatalis oleh enzim fosfoglukoisomerase dan menyebabkan
perubahan glukosa-6-fosfat yang difosforilasi oleh ATP dan enzim
fosfofruktokinase menghasilkan fruktosa-1,6-difosfat dan ADP. Selanjutnya
fruktosa-1,6-difosfat dipecah menjadi dua molekul senyawa tiga karbon yaitu
gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroasetonfosfat, dengan bantuan enzim aldolase.
Dihidroasetonfosfat dikatalis oleh enzim fosfotriosa isomerase menjadi senyawa
gliseraldehida-3-fosfat. Jadi pada fase ini dihasilkan dua
gliseldehida-3-fosfat. Pada fase ini tidak dihasilkan energi tetapi membutuhkan
energi 2 ATP.
·
Fase Oksidasi (Senyawa tiga karbon diubah menjadi asam piruvat)
Dua senyawa
gliseraldehida-3-fosfat diubah menjadi 1,3-difosfogliserat. Reaksi ini
melibatkan penambahan fosfat anorganik pada karbon pertama dan reduksi NAD
menjadi NADH2 yang dibantu oleh enzim fosfogliseraldehida
dehidrogenase. Dengan adanya ADP dan enzim fosfogliserat kinase, asam
1,3-difosfogliserat diubah menjadi asam 3-fosfogliserat dan ATP dibentuk. Asam
3-fosfogliserat selanjutnya diubah menjadi asam 2-fosfogliserat oleh aktivitas
enzim fosfogliseromutase. Pelepasan air dari 2-fosfogliserat oleh enzim enolase
membentuk asam fosfoenolpiruvat. Dengan adanya ADP dan piruvat kinase, asam
fosfoenolpiruvat diubah menjadi asam piruvat dan ATP dibentuk. Pada fase ini
dihasilkan dua molekul asam piruvat. Pada fase ini juga dihasilkan energi
sebesar 2 NADH2 dan 4 ATP.
|
Gambar :
Proses Glikolisis
Dekarboksilasi
Oksidatif
Dekarboksilasi oksidatif adalah reaksi
yang mengubah asam piruvat yang beratom 3 C menjadi senyawa baru yang beratom C
dua buah, yaitu asetil koenzim-A (asetil ko-A). Reaksi dekarboksilasi oksidatif
ini (disingkat DO) sering juga disebut sebagai tahap persiapan untuk masuk ke
siklus Krebs. Reaksi DO ini mengambil tempat di intermembran mitokondria (Fauzi, 2012).
Setelah melalui
reaksi glikolisis, jika terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam piruvat
akan menjalani tahapan reaksi selanjutnya, yaitu siklus Krebs yang bertempat di
matriks mitokondria. Jika tidak terdapat molekul oksigen yang cukup maka asam
piruvat akan menjalani reaksi fermentasi. Akan tetapi, asam piruvat yang
mandapat molekul oksigen yang cukup dan akan meneruskan tahapan reaksi tidak
dapat begitu saja masuk ke dalam siklus Krebs, karena asam piruvat memiliki
atom C terlalu banyak, yaitu 3 buah. Persyaratan molekul yang dapat menjalani
siklus Krebs adalah molekul tersebut harus mempunyai dua atom C (2 C). Karena
itu, asam piruvat akan menjalani reaksi dekarboksilasi oksidatif (Fauzi, 2012).
Langkah pertama
adalah pembentukan suatu kompleks antara TPP dan piruvat diikuti dengan
dekarboksilasi asam piruvat. Pada langkah kedua, unit asetaldehida yang
tertinggal setelah dekarboksilasi, bereaksi dengan asam lipoat membentuk
kompleks asetil-asam lipoat. Asam lipoat tereduksi dan aldehida dioksidasi
menjadi asam yamg membentuk suatu tioster dengan asam lipoat. Pada langkah
ketiga, terjadi pelepasan gugus asetil dari asam lipoat ke CoASH, hasil
reaksinya adalah asetil-ScoA dan asam lipoat tereduksi. Langkah terakhir,
adalah regenerasi asam lipoat dengan memindahkan elektron dari asam lipoat
tereduksi ke NAD. Reaksi terakhir ini penting agar suplai asam lipoat
teroksidasi secara berkesinambungan selalu tersedia untuk pembentukan
asetil-SCoA dari asam piruvat. Pada reaksi ini dihasilkan dua molekul
asetil-CoA, energi sebanyak 2 NADH2, dan 2 CO2 (Ata, 2011).
|
Gambar : Proses dekarboksilasi
oksidatif
Siklus Krebs
Siklus
Krebs berasal dari nama penemuannya yaitu Sir Hans Krebs (1980-1981), seorang
ahli biokimia Jerman yang mengemukakan bahwa glukosa secara perlahan dipecah di
dalam mitokondria sel dengan suatu siklus dinamakan siklus Krebs.
Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria dan disebut juga siklus asam
trikarboksilat. Hal ini disebabkan siklus Krebs tersebut menghasilkan senyawa
yang mempunyai 3 gugus karboksil, seperti asam sitrat dan asam isositrat.
Asetil koenzim A masuk siklus Krebs melalui reaksi hidrolisis dengan melepas
koenzim A dan gugus asetil (mengadung 2 atom C), kemudian bergabung dengan asam
oksaloasetat (4 atom C) membentuk asam sitrat (6 atom C). Energi yang digunakan
untuk pembentukan asam sitrat berasal dari ikatan asetil koenzim A.
Selanjutnya, asam sitrat (C6) secara bertahap menjadi asam oksaloasetat (C4)
lagi yang kemudian akan bergabung dengan asetil Ko–A. Peristiwa pelepasan atom
C diikuti dengan pelepasan energi tinggi berupa ATP yang dapat langsung digunakan oleh sel.
Selama berlangsungnya reaksi oksigen yang diambil dari air untuk digunakan
mengoksidasi dua atom C menjadi CO2, proses tersebut disebut dekarboksilasioksidatif.
Dalam setiap oksidasi 1 molekul asetil koenzim A akan dibebaskan 1 molekul ATP,
8 atom H, dan 2 molekul CO2. Atom H yang dilepaskan itu kemudian ditangkap
oleh Nikotinamid
AdeninDinukleotida (NAD)
dan Flavin
Adenin Dinukleotida (FAD)
untuk dibawa menuju sistem transpor yang direaksikan dengan oksigen
menghasilkan air (Budiyanto, 2013).
Ada
beberapa tahapan dalam Siklus Krebs diantaranya (Jazair, 2011) :
a.
Tahap I
Enzim sitrat sintase mengkatalisis reaksi kondensasi
antara asetil koenzim-A dengan oksaloasetat menghasilkan sitrat. Reaksi ini
merupakan suatu reaksi kondensasi aldol antara gugua metal dan asetil koenzim-A
dan gugus karbonil dari oksaloasetat dimana terjadi hidrolisis ikatan tioester
dan pembentukan senyawa koenzim-A bebas. Reaksi ini adalah suatu hidrolisis
eksergonik yang menghasilkan energi dan merupakan reaksi pendorong pertama
untuk daur krebs.
b.
Tahap II
Merupakan pembentukan isositrat dari sitrat melalui
cas-akonitat, dikatalisis secara reversible oleh enzim akonitase. Enzim ini
mengkatalisis reaksi reversible penambahan H2O pada ikatan rangkap
cis-akonitat dalam 2 arah, yang satu ke pembentukan sitrat dan yang lain ke
pembentukan isositrat.
c.
Tahap III
Oksidasi isositrat menjadi α-ketoglutarat berlangsung melalui pembentukan enyawa antara oksalosuksinat
yang berikatan dengan enzim isositrat dehidrogenase dengan NAD berperan sebagai
koenzimnya. Enzim yang pertama mengkatalisis proses oksidasi isositrat menjadi
oksalosuksinat dan dekarboksilasi oksalosuksinat menjadi α-ketoglutarat. Pengubahan isositrat ke oksaloasetat dapat dihambat oleh
difenilkloroarsin, sedangkan dekarboksilasi oksaloasetat dihambat oleh
pirofosfat.
d.
Tahap IV
Adalah oksidasi α-ketoglutarat menjadi suksinat
melalui pembentukan suksinil koenzim-A, yang merupakan reaksi yang ieversibel
dan dikatalisis oleh enzim kompleks α-ketoglutarat
dehidrogenase. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim suksinil koenzim-A sintetase yang
khas untuk GDP. Selanjutnya GTP yang terbentuk dari reaksi ini dipakai untuk
sntesis ATP dari ADP dengan enzim nukleosida difosfat kinase.
e.
Tahap V
Suksinat dioksidasi menjadi fumarat oleh enzim
suksinat dehidrogenase yang berikatan dengan flavin adenine dinukleotida (FAD)
sebagai koenzimnya. Enzim ini terikat kuat pada membrane dalam mitokondrion.
Dalam reaksi ini FAD berperan sebagai penerima hydrogen.
f.
Tahap VI
Merupakan reaksi reversible penambahan satu molekul H2O
ke ikatan rangkap fumarat, meghasilkan L-malat, dengan dikatalisis enzim
fumarase tanpa koenzim. Enzim ini bersifat stereoospesifik, bertindak hanya
terhadap bentuk L-stereoisomer dari malat. Dalam reaksi ini fumarase
mengkatalisis proses penambahan tras atom H dan gugus OH ke ikatan rangkap
fumarat.
g.
Reaksi VII (akhir)
L-malat doksidasi menjadi oksaloasetat oleh enzim
L-malat dehidrogenase yang berikatan dengan NAD. Reaksi ini adalah endergonik
tetapi laju rekasinya berjalan lancer ke kanan. Hal ini dimungkinkan karena
reaksi berikutnya, yaitu reaksi kondensasi oksaloasetat dengan asetil koenzim-A
adalah reaksi eksergonik yang ireversibel.
|
Gambar : Proses Siklus
Krebs
Pada akhir siklus
Krebs ini akan terbentuk kembali asam oksaloasetat yang berikatan dengan
molekul asetil koenzim A yang lain dan berlangsung kembali siklus Krebs, karena
selama reaksi oksidasi pada molekul glukosa hanya dihasilkan 2 molekul asetil
koenzim A, maka siklus Krebs harus berlangsung
sebanyak dua kali. Selain dihasilkan energi pada siklus Krebs, juga dihasilkan
hidrogen yang direaksikan dengan oksigen membentuk air. Jadi hasil bersih dari
oksidasi 1 molekul glukosa akan dihasilkan 2 ATP dan 4 CO2 serta 8 pasang atom H yang akan masuk ke rantai transpor electron (Budiyanto, 2013).
Transpor Elektron
Tahap
akhir dari respirasi aerob adalah sistem transpor elektron sering disebut juga
sistem (enzim) sitokrom
oksidase atau
sistem rantai
pernapasan yang
berlangsung pada krista dalam mitokondria. Pada tahap ini melibatkan donor
elektron, akseptor elektron, dan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Donor elektron adalah senyawa
yang dihasilkan selama tahap glikolisis maupun siklus Krebs dan berpotensi
untuk melepaskan elektron, yaitu NADH2 dan FADH2 (Magfirah, 2013).
|
Gambar : Sistem transpor elektron
Sistem Transpor Elektron
melibatkan 5 kompleks protein (5 protein complexes) pada membran dalam
mitokondria, yakni (Adam, 2013) :
·
Complex I (NADH-coenzyme Q oxidoreductase or NADH dehydrogenase)
·
Complex II (Succinate-Q oxidoreductase or Succinate dehydrogenase)
·
Complex III (Q-cytochrome c oxidoreductase)
·
Complex IV (Cytochrome c oxidase)
·
ATP Synthase
Complex
I, II, III dan IV membentuk jalur transpor elektron yang akan dilalui oleh
elektron-elektron berenergi tinggi (high energy electrons) yang di'donor' oleh NADH + H+ dan FADH2. Elektron-elektron berenergi
tinggi ini berperan sebagai energi saat complex protein memompa H+ (proton) dari matrix ke ruang
antarmembran pada mitokondria, menyebabkan perbedaan konsentrasi H+ yang sangat tinggi (strong hydrogen concentration gradient) antara matrix dengan ruang antarmembran (intramembrane
space). Karena perbedaan konsentrasi proton inilah terjadi peristiwa chemiosmosis (di lain kesempatan kita akan membahas tentang
Chemiosmosis) dan ATP Synthase menyelesaikan serangkaian proses produksi
energi dengan fosforilasi ADP menjadi ATP (Adam, 2013).
|
Gambar : Kemiosmosis
Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami
oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini
ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan
elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi
oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+.
Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari
proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk
menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan
akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi
oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam
rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima
elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang
dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O).
Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk
dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga
tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP (Magfirah, 2013).
Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2sebanyak
10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua
molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi
berikut. Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, dan kira-kira 2 ATP
untuk setiap oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron
dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasilglikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler
menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena
dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap
respirasi seluler adalah 36 ATP
(Magfirah, 2013).
D. Fermentasi pada Tumbuhan
Sebagian besar ATP yang dihasilkan
oleh respirasi selular merupakan kerja fosforilasi oksidatif. Estimasi mengenai
perolehan ATP dari respirasi aerobik bergantung pada suplai oksigen yang
memadai ke sel. Tanpa oksigen yang elektronegatif untuk menarik elektron
menuruni rantai transpor elektron, fosforilasi oksidatif akan berhenti. Akan
tetapi ada dua mekanisme umum yang dapat digunakan sel tertentu untuk
mengoksidasi bahan bakar organik dan membentuk ATP tanpa menggunakan oksigen yaitu
respirasi anaerob dan fermentasi. Perbedaan antara kedua mekanisme ini terletak
pada kehadiran rantai transpor elektron (Campbell, 2010).
Fermentasi adalah cara memanen
energi kimia tanpa menggunakan oksigen maupun rantai transpor elektron manapun
dengan kata lain tanpa respirasi seluler. Oksidasi hanya mengacu pada
berpindahnya elektron ke penerima elektron, sehingga tidak perlu melibatkan oksigen.
Glikolisis mengoksiodasi glukosa menjadi dua molekul piruvat. Agen pengoksidasi
pada glikolisis adalah NAD+, dan oksigen maupun rantai transfer
elektron apapun sama sekali tidak terlibat (Campbell, 2010).
Walaupun glikolisis dapat
berlangsung dengan tanpa kehadiran O2, tetapi tahap berikutnya,
yakni oksidasi piruvat dan NADH membutuhkan O2. Jika oksigen tidak
tersedia maka piruvat dan NADH akan terakumulasi dan tumbuhan akan
melangsungkan proses fermentasi (respirasi anaerobik) yang akan menghasilkan
etanol atau asam malat (Lakitan, 2012).
Fermentasi terdiri atas glikolisis
plus reaksi-reaksi yang meregenerasi (membentuk kembali) NAD+ dengan
cara transfer elektron dari NADH ke piruvat atau turunan piruvat. NAD+
kemudian dapat digunakan ulang untuk mengokisdasi gula melalui glikolisis,
dengan hasil netto 2 ATP melalui fosforilasi tingkat substrat. Ada banyak tipe
fermentasi yang berbeda dalam hal produk akhir yang terbentuk dari piruvat. Dua
bentuk tipe fermentasi yang umum adalah fermentasi alkohol dan asam laktat
(Campbell, 2010).
(a)
|
(b)
Gambar :
Fermentasi (a) alkohol dan (b) asam laktat
Pada fermentasi alkohol, piruvat
diubah menjadi etanol dalam dua langkah. Langkah pertama melepaskan karbon
dioksida dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa berkarbon dua, asetaldehida.
Pada langkah kedua asetaldehida direduksi menjadi etanol oleh NADH. Reduksi ini
meregenerasi suplai NAD+ yang dibutuhkan agar glikolisis berlanjut.
Fermentasi asam laktat, piruvat direduksi secara langsung oleh NADH untuk
membentuk laktat sebagai produk akhir tanpa pelepasan CO2. Fermentasi
alkohol umumnya umumnya terjadi pada bakteri dan tumbuhan, sedangkan fermentasi
asam laktat umumnya terjadi pada mamalia dan hewan (Campbell, 2010).
Proses fermentasi umum dijumpai pada
sistem perakaran tumbuhan jika mengalami penggenangan. Secara rinci mengenai
fermentasi yang berlangsung pada tumbuhan dapat ditelusuri pada
publikasi-publikasi yang berhubungan dengan tanggapan tanaman terhadap kondisi
hipoksia atau anoksia, baik yang terjadi secara alami, misalnya karena
penggenangan atau dirancang untuk penelitian dengan menggunakan gas nitrogen
sebagai pengganti udara normal untuk menjamin ketersediaan oksigen (Lakitan,
2012).
E. Respirasi IntraMolekuler
Respirasi antar atau intramolekul terjadi sama seperti
pada proses fermentasi. Respirasi anaerob pada tumbuhan disebut juga respirasi
intramolekul, mengingat, bahwa respirasi ini hanya terjadi di dalam molekul
saja. Dalam respirasi anaerob, oksigen tidak diperlukan; juga di dalam proses
ini hanya ada pengubahan zat organik yang satu menjadi zat organik yang lain.
Contohnya perubahan gula menjadi alkohol, di mana pada hakikatnya hanya ada
pergeseran tempat-tempat antara molekul glukosa dan molekul alkohol (Ata,
2011).
Beberapa spesies bakteri dan mikroorganisme dapat
melakukan respirasi intramolekuler. Oksigen yang diperlukan tidak diperoleh
dari udara bebas, melainkan dari suatu persenyawaan. Contoh (Ata, 2011) :
CH3CHOH.COOH + HNO3 → CH3.CO.COOH
+ HNO2 + H2O + Energi
(asam
susu)
(asam piruvat)
Respirasi anaerob dapat berlangsung pada biji-bijian
seperti jagung, kacang, padi, biji bunga matahari dan lain sebagainya yang
tampak kering. Akan tetapi pada buah-buhan yang basah mendaging pun terdapat
respirasi anaerob. Hasil dari respirasi anaerob di dalam jaringan-jaringan
tumbuhan tinggi tersebut kebanyakan bukanlah alkohol, melainkan bermacam-macam
asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam oksalat, asam tartarat dan
asam susu (Ata, 2011).
F. Efisiensi Respirasi
Selama respirasi sebagian besar
energi mengalir dalam urutan : glukosa ® NADH ®
rantai transpor elektron ® gaya gerak proton ®
ATP. Sehingga dapat dilakukan penghitungan laba ATP ketika respirasi selular
mengoksidasi suatu molekul glukosa menjadi enam molekul karbon dioksida
(Campbell, 2010).
Jika
heksosa dioksidasi secara sempurna menjadi CO2 dan H2O
melalui glikolisis, siklus Krebs, dan sistem pengangkutan elektron, maka akan
dihasilkan energi yang pada tahap glikolisis dihasilkan 2 ATP dan 2 NADPH per molekul heksosa. Oksidasin
masing-masing NADH melalui sistem pengangkutan elektron menghasilkan 3 ATP,
berarti secara total pada tahap glikolisis dihasilkan 6 ATP per molekul heksosa
(Lakitan, 2012).
Siklus
Krebs akan menghasilkan 2 ATP perheksosa (per 2 molekul piruvat). Pada siklus
Krebs dihasilkan 8 NADH permolekul heksosa pada matriks mitokondria, dimana
melalui fosforilasi oksidatif dihasilkan total 8 x 3 ATP = 24 ATP.
Masing-masing FADH2 dari siklus ini menghasilkan 2 ATP melalui
fosforilasi okisdatif, dimana pada siklus Krebs dihasilkan 2 FADH2
yang berarti 2 x 2 ATP = 4 ATP. Total ATP yang dihasilkan siklus Krebs adalah 30
ATP. Jika ditambah dengan ATP pada tahap glikolisis, maka 30 ATP + 8 ATP = 38
ATP, namun 2 ATP telah terpakai pada proses glikolisis maka 36 ATP (Lakitan,
2012).
Namun
sebenarnya angka ATP yang diperoleh tidaklah seperti itu, ada 3 alasan mengapa
kita tidak dapat menyatakan jumlah pasti molekul ATP yang dihasilkan melalui
penguraian satu molekul glukosa. Pertama fosforilasi dan reaksi redoks tidak
secara langsung digandengkan satu sama lain, sehingga rasio jumlah molekul NADH
terhadap jumlah molekul ATP bukan merupakan bilangan bulat. Satu molekul NADH
membangkitkan cukup gaya gerak proton untuk sintesis 2,5 - 3,3 ATP, umumnya
dapat dilakukan pembulatan dan mengatakan bahwa 1 NADH dapat menghasilkan
sekitar 3 ATP. FADH2 hanya menyebabkan transpor H+ yang cukup
untuk sintesis 1,5 sampai 2 ATP. Kedua. Perolehan ATP sedikit bervariasi,
bergantung pada tipe wahana ulang alik yang digunakan untuk mentranspor
elektron dari sitosol ke dalam mitokondria. Variabel ketiga yang mengurangi
perolehan ATP adalah penggunaan gaya gerak proton yang dibangkitkan oleh reaksi
redoks respirasi untuk menggerakkan macam-macam kerja lain (Campbell, 2010).
Sehingga
dapat dibuat estimasi kasar dari efisiensi respirasi, yang artinya presentasi
energi kimia yang dimiliki oleh glukosa yang ditransfer ke ATP. Oksidasi
sempurna satu mol glukosa melepaskan 686 kkal energi di bawah kondisi standart
(DG = -686 kkal/mol). Fosforilasi ADP untuk membentuk ATP
menyimpan setidaknya 7,3 kkal per mol ATP. Dengan demikian, efisiensi respirasi
adalah 7,3 kkal per mol ATP dikali 38
mol ATP per mol glukosa (total ATP yang
diperoleh respirasi tanpa wahana ulang alik) dibagi 686 kkal per mol glukosa,
yang hasilnya sama dengan 0,4. Dengan demikian, sekitar 40% energi potensial
kimia dalam glukosa di transfer ke ATP, presentasi sebenarnya mungkin lebih
tinggi karena DG lebih rendah dibawah kondisi
selular. Sisa energi simpanan akan hilang sebagai panas (Campbell, 2010).
G. Lintasan Pentosa Fosfat
Setelah tahun 1950, mulai disadari bahwa glikolisis dan
siklus Krebs bukan merupakan rangkaian reaksi satu-satunya bagi tumbuhan untuk
mendapatkan energi dari oksidasi gula menjadi karbon dioksida dan air. Lintasan
reaksi yang berbeda dengan glikolisis dan siklus Krebs ini disebut Lintasan
Pentosa Fosfat (LPF), karena terbentuk senyawa antara yang terdiri dari 5 atom
karbon. Lintasan ini juga disebut Lintasan Fosfoglukonat (Lakitan, 2012).
Sumber
: Murniawati PPT
|
Gambar : Fase non oksidatif jalur pentosa fosfat
Jalur
pentosa fosfat menghasilkan NADPH dengan mengeluarkan CO2. Jalur ini
penting karena merupakan salah satu cara sel mendapatkan NADPH yang diperlukan
untuk reaksi reduksi dan sebagai sumber ribose dan deoxyribose untuk asam
nukleat. NADPH dapat terjadi di dalam kloroplas sehingga dapat dipakai untuk
reduksi CO2 pada fotosintesis bila tidak cukup diperoleh dari
transpor elektron (Santosa, 1990).
Reaksi
pertama pada LPF melibatkan glukosa 6 P (hasil penguraian pati oleh enzim
fosforilase yang diikuti oleh aksi enzim fosfoglukomutase pada glikolisis atau
hasil penambahan fosfat terminal ATP pada glukosa atau hasil langsung reaksi
fotosintesis). Glukosa 6 P segera dioksidasi (atau didehidrogenasi) oleh enzim
dehidrogenase untuk membentuk senyawa 6 fosfoglukononlakton, yang kemudian
dengan cepat dihidrolisis menjadi 6-fosfoglukonoat oleh suatu enzim laktonase.
Senyawa 6 fosfoglukonat kemudian mengalami dekarboksilasi oksidatif untuk
menghasilkan ribulosa 5 P oleh 6 fosfoglukonat dehidrogenase (Lakitan, 2012).
Reaksi-reaksi
selanjutnya dari LPF akan menghasilkan pentosa fosfat. Reaksi-reaksi ini dipacu
oleh enzim isomerase dan epirase. Epimerase merupakan salah satu jenis dari
enzim isomerase. Reaksi-reaksi ini dan reaksi selanjutnya sama dengan yang
terjadi pada Siklus Calvin. Enzim-enzim penting lainnya adalah transketolase
dan transdolase. Kedua enzim tersebut menghasilkan 3 fosfogliseraldehida dan
fruktosa 6 P, yang merupakan senyawa antara pada glikolisis. Dengan demikian,
LPF dapat dianggap sebagai lintasan alternatif untuk menghasilkan
senyawa-senyawa yang selanjutnya diurai melalui glikolisis (Lakita, 2012).
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses
Respirasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat
dibedakan menjadi dua faktor, yaitu (Ata, 2011) :
1. Faktor internal, merupakan faktor
yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan itu sendiri, yaitu :
a.
Jumlah plasma dalam sel. Jaringan-jaringan meristematis muda memiliki
sel-sel yang masih penuh dengan plasma dengan viabilitas tinggi biasanya
mempunyai kecepatan respirasi yang lebih besar daripada jaringan-jaringan yang
lebih tua di mana jumlah plasmanya sudah lebih sedikit.
b.
Jumlah substrat respirasi dalam sel. Tersedianya substrat respirasi pada
tumbuhan merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan
kandungan substrat yang sedikit akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah pula. Sebaliknya, tumbuhan dengan kandungan substrat yang banyak akan
melakukan respirasi dengan laju yang tinggi. Substrat utama respirasi adalah karbohidrat.
c.
Umur dan
tipe tumbuhan. Respirasi pada tumbuhan muda lebih tinggi dari tumbuhan yang
sudah dewasa atau lebih tua. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan muda jaringannya
juga masih muda dan sedang berkembang dengan baik. Umur tumbuhan juga akan memepengaruhi
laju respirasi. Laju respirasi tinggi pada saat perkecambahan dan tetap tinggi
pada fase pertumbuhan vegetatif awal (di mana laju pertumbuhan juga tinggi) dan
kemudian akan menurun dengan bertambahnya umur tumbuhan.
2. Faktor eksternal, adalah faktor
yang berasal dari luar sel atau lingkungan, terdiri atas:
a.
Suhu. Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan
pula kenaikan laju respirasi. Kecepatan reaksi respirasi akan meningkat untuk
setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada
masing-masing spesies tumbuhan. Perlu diingat, kenaikan suhu yang melebihi
batas minimum kerja wnzim, akan menurunkan laju respirasi karena enzim
respirasi tidak dapat bekerja dengan baik pada suhu tertalu tinggi.
b.
Kadar O2 udara. Pengaruh kadar oksigen dalam atmosfer
terhadap kecepatan respirasi akan berbeda-beda tergantung pada jaringan dan
jenis tumbuhan, tetapi meskipun demikian makin tinggi kadar oksigen di atmosfer
maka makin tinggi kecepatan respirasi tumbuhan.
c.
Kadar CO2 udara. Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida
diperkirakan dapat menghambat proses respirasi. Konsentrasi karbondioksida yang
tinggi menyebabkan stomata menutup sehingga tidak terjadi pertukaran gas atau
oksigen tidak dapat diserap oleh tumbuhan. Pengaruh hambatan yang telah diamati
pada respirasi daun mungkin disebabkan oleh hal ini.
d.
Kadar air dalam jaringan. Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam
jaringan kecepatan respirasi juga akan meningkat. Ini nampak jelas pada biji
yang sedang berkecambah.
e.
Cahaya. Cahaya dapat meningkatkan laju respirasi pada jaringan tumbuhan
yang berklorofil karena cahaya berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi
yang dihasilkan dari proses fotosintesis.
f.
Luka dan stimulus mekanik. Luka atau kerusakan jaringan (stimulus mekanik)
pada jaringan daun menyebabkan laju respirasi naik untuk sementara waktu,
biasanya beberapa menit hingga satu jam. Luka memicu respirasi tinggi karena
tiga hal, yaitu: (1) oksidasi senyawa fenol terjadi dengan cepat karena
pemisahan antara substrat dan oksidasenya dirusak; (2) proses glikolisis yang
normal dan katabolisme oksidatif meningkat karena hancurnya sel atau sel-sel
sehingga menambah mudahnya substrat dicapai enzim respirasi; (3) akibat luka
biasanya sel-sel tertentu kembali ke keadaan meristematis diikuti pembentukan
kalus dan penyembuhan atau perbaikan luka.
g.
Garam-garam mineral. Jika akar menyerap garam-garam mineral dari dalam
tanah, laju respirasi meningkat. Hal ini dikaitkan dengan energi yang
diperlukan pada saat garam/ion diserap dan diangkut. Keperluan energi itu
dipenuhi dengan menaikkan laju respirasi. Fenomena ini dikenal dengan respirasi
garam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab
sebelumnya maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk
menghasilkan energi yang digunakan untuk aktivitas sel dan dan kehidupan
tumbuhan dalam bentuk ATP atau senyawa berenergi tinggi lainnya.
2. Kuosien Respirasi adalah cara mengukur konsumsi oksigen
dan produksi CO2 melalui perbandingan antara produksi CO2
dengan O2.
3. Respirasi secara umum terjadi pada 4 tahap yaitu
glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus Krebs dan transpor elektron,
dimana semuanya berlangsung di mitokondria kecuali glikolisis.
4. Fermentasi merupakan proses yang berlangsung ketika tidak
terdapat oksigen bagi tumbuhan seperti ketika akar terendam air. Pada
fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi etanol dalam dua langkah. Langkah
pertama melepaskan karbon dioksida dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa
berkarbon dua, asetaldehida. Pada langkah kedua asetaldehida direduksi menjadi
etanol oleh NADH.
5. Respirasi antar atau intramolekul
terjadi sama seperti pada proses fermentasi. Respirasi anaerob pada tumbuhan
disebut juga respirasi intramolekul, mengingat, bahwa respirasi ini hanya
terjadi di dalam molekul saja.
6. Lintasan Pentosa Fosfat (LPF)
adalah lintasan reaksi yang berbeda dengan glikolisis dan siklus Krebs karena
terbentuk senyawa antara yang terdiri dari 5 atom karbon.
7. Efisiensi respirasi adalah
metode penghitungan laba ATP, yang mana jika dihitung ATP total yang diperoleh
dari oksidasi 1 mol glukosa adalah 36 ATP dengan estimasi penghitungan
diperoleh sekitar 40% energi potensial kimia dalam glukosa di transfer ke ATP.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi
laju respirasi terdiri dari faktor internal yaitu jumlah plasma sel, jumlah
substrat, umur dan tipe pertumbuhan. Faktor eksternal yaitu suhu, kadar O2
di udara, kadar CO2 di udara, kadar air dalam jaringan, cahaya dan
luka stimulus mekanik.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan
kesimpulan yang diperoleh maka penulis menyarankan :
1.
Makalah ini dapat dijadikan proses pembelajaran
khususnya dalam menambah pengetahuan tentang respirasi pada tumbuhan.
2.
Perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang
proses-proses respirasi pada tumbuhan dan diadakannya percobaan sederhana yang
spesifik untuk membuktikan bahwa tumbuhan melakukan respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, 2013. Electron Transpor System. http://biologypunk.blogspot.com
/2013/06/electron-transport-system-sistem.html. Diakses pada 14 September 2013
pukul 15.42 WITA.
Ata, Khaeriah. 2011. Makalah Respirasi pada Tumbuhan. http://ataseulanga. blogspot.com/2011/03/makalah-respirasi-pada-tumbuhan.html. Diakses pada 14 September 2013 pukul 15.47 WITA.
Budiyanto, 2013. Pengertian Proses Siklus Krebs. http://budisma.web.id /pengertian-proses-siklus-krebs-siklus-asam-sitrat.html.
Diakses pada 14 September 2013 pukul 15.40 WITA.
Campbell, dkk. 2010. Biologi. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Fauzi, Ahmad. 2012. Dekarboksilasi Oksidatif Asam Piruvat. http://biohikmah.blogspot.com/2012/09/dekarboksilasi-oksidatif-asam-piruvat.html. Diakses pada 14 September 2013
pukul 15.33 WITA.
Fauziawati, Nova. 2011. Respirasi.
http://novanurfauziawati.files.wordpress. com/2012/02/4-1-respirasi-2.pdf.
Diakses pada 14 September 2013 pukul 15.34 WITA.
Iskandar, La Ode. 2012. Respirasi pada Tumbuhan. http://laodeiskandar.blogspot. com /2012/03/respirasi-pada-tumbuhan.html. Diakses pada 14 September 2013 pukul
15.45 WITA.
Jazair, Rizal, 2011. Tahapan Siklus Krebs. http://sainsedutainment. blogspot.com/2011/10/tahapan-reaksi-siklus-krebs.html.
Diakses pada 14 September 2013 pukul 15.37 WITA.
Lakitan, Benyamin. 2012. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali
Press, Jakarta.
Lovelles, A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk
Daerah Tropis. Gramedia, Jakarta.
Magfirah, Feyzar. 2013. Mekanisme Transpor Elektron. http://feyzarmaghfirah.
blogspot.com/2013/02/transpor-elektron.html. Diakses pada 14 September 2013 pukul 15.43 WITA.
Santosa. 1990. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Satriyo, 2012. Glikolisis, TCA cycle dan PP pathway. http://satriyobuds. blogspot.com/2012/11/glikolisis-tca-cycle-dan-pp-pathway.html. Diakses pada 14 September 2013 pukul 15.35 WITA.
Suyitno. 2006.
Respirasi pada Tumbuhan. http://staff.uny.ac.id/sites/default /files/pengabdian/suyitno-aloysius-drs-ms/pengayaan-materi-respirasi pada-tumbuhan-bagi-siswa-sma-kalasan.pdf. Diakses pada 14 September 2013
pukul 15.30 WITA.