KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas
kehadirat Allah Yang Mahaesa atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang merupakan syarat mengikuti ujian genetika yang
berjudul “Rangkaian Kelamin pada Drosophila”.
Makalah ini menjelaskan tentang
hubungan pautan seks dengan crossing over, rangkaian kelamin pada Drosophila
dan pola penurunannya.
Perkenankanlah kami menyampaikan
terima kasih kepada : Ibu Dosen Helmy Widyastuti S.Si., M.Si. mata kuliah
Genetika atas tugas yang diberikan sehingga menambah wawasan kami akan
kandungan mineral air laut dan kadar salinitas air laut, demikian pula kepada
teman-teman yang turut memberi sumbang saran dalam penyelesaian makalah
sebagaimana yang kami sajikan.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu dari
lubuk hati kami yang paling dalam memohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun dan mendorong membuka cakrawala pemahaman akan ilmu genetika terutama
dalam hal yang menyengkut rangkaian kelamin pada Drosophila.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita.
Makassar, 26 April 2013
Risky Nurhikmayani
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
sejarah biologi, telah banyak temuan-temuan penting yang diperoleh oleh
orang-orang yang berwawasan cukup luas atau cukup beruntung memilih organisme
percobaan yang cocok dengan masalah penelitian yang ditangani diantaranya Morgan
yang memilih salah satu spesies lalat buah, Drosophila
melanogaster. Drosophila melanogaster
memiliki dua karakter untuk fenotip populasi almiah yang disebut wild type
dan mutan. Wild type ditunjukkan dengan warna mata yang merah pada Drosophila. Sifat-sifat yang merupakan
alternatif wild type, misalnya mata putih pada Drosophila, disebut fenotip mutan karena disebabkan oleh alel yang
dianggap muncul sebagai perubaha, atau mutasi pada alel wild type.
Morgan
dan para mahasiswanya menciptakan notasi untuk menyimbolkan alel-alel pada
Drosophila yang masih banyak digunakan untuk lalat buah. Morgan mengawinkan
lalat bermata putih dengan betina bermata merah. Semua keturunan pertamanya
bermata merah, menunjukkan bahwa alel wild type dominan. Ketika Morgan
mengawinkan lalat keturunan pertama dengan sesamanya , ia mengamati rasio fenotip
3:1 klasik diantara keturunan kedua. Akan tetapi ada hasil tambahan yang
mengejutkan dimana sifat mata putih hanya muncul pada jantan. Semua betina
keturunan kedua bermata merah, sedangkan setengah dari jumlah jantan bermata
merah dan setengahnya lagi bermata putih. Sehingga Morgan menyimpulkan bahwa
warna mata lalat tertaut dengan jenis kelamin dengan asumsi bahwa jika gen
warna mata tidak terkait dengan jenis kelamin dapat diduga bahwa setengah dari
jumlah lalat bermata putih adalah jantan sedangkan setengahnya lagi adalah
betina.
Temuan
Morgan tentang korelasi antara sifat tertentu jenis kelamin individu khususnya
pada Drosophila melanogaster
mendukung teori kromosom tentang pewarisan sifat, yaitu gen yang spesifik yang
dikandung dalam suatu kromosom yang spesifik. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka dibuatlah sebuah makalah
mengenai rangkaian kelamin pada Drosophila.
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan sebagai berikut
:
1. Bagaimanakah
hubungan antara pautan (linkage)
dengan pindah silang?
2. Bagaimanakah
rangkai kelamin pada Drosophila?
3. Bagaimanakah
pola penurunan sifat yang terangkai kelamin pada Drosophila?
Adapun
tujuan yang akan dicapai adalah :
1. Untuk
mengetahui hubungan antara pautan (linkage) dengan pindah silang.
2. Untuk
mengetahui rangkai kelamin pada Drosophila.
3. Untuk
mengetahui pola penurunan sifat yang terangkai kelamin pada Drosophila.
Manfaat yang
diharapkan dapat diperoleh adalah :
1. Menambah
wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam hal rangkai kelamin pada Drosophila.
2. Mahasiswa
mampu memahami bahwa sifat tidak hanya diturunkan melalui kromosom autosom,
namun juga dapat terangkai pada kromosom kelamin.
Roobert J. Brooker (2008)
menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Genetics
: Analysis & Principles” menjelaskan :
“In eukaryotic spesies, each linear
chromosome contains a very long segment of DNA. A chromosome contains many
individual function units called genes, that influence an organism’s traits. A
typical chromosome is expected to contain many hundreds or perhaps a few
thousand different genes. The term linkage has two related meaning. First,
linkage refers to the phenomenom that two or more genes may be located on the
same chromosome. The genes are physically linked to each other, because each eukaryotic
chromosome contains a single, continuous, linear molecule of DNA. Second, genes
that are close together on the same chromosome tend to be transmitted as a
unit. This second meaning indicates that linkage has an influence on
inheritance patterns”
Hal ini berarti pada
spesies eukariotik, setiap kromosom linear terdiri
dari segmen DNA yang sangat panjang.
Sebuah kromosom dapat terdiri dari
banyak unit fungsi individual
yang disebut gen, yang mempengaruhi sifat-sifat suatu organisme. Sebuah kromosom khas diperkirakan
mengandung ratusan atau mungkin ribuan gen
yang berbeda. Istilah linkage memiliki dua makna
terkait. Pertama, linkage mengacu pada fenomena
bahwa dua atau lebih gen mungkin terletak pada
kromosom yang sama. Gen-gen secara
fisik terhubung satu sama lain, karena
masing-masing kromosom eukariotik
mengandung tunggal, terus
menerus, molekul DNA linier. Kedua, gen
yang berdekatan pada kromosom yang sama
cenderung ditransmisikan sebagai satu unit. Maksud dari makna kedua ini
bahwa pautan
(linkage) memiliki pengaruh terhadap pola warisan.
Adanya dua gen atau
lebih yang berada pada satu kromosom disebut sebagai pautan (linkage) kromosom.
Gen tersebut bisa berada pada sesama kromosom autosom atau pada koromosom seks.
Gen itu tidak mengalami hukum II Mendel mengenai pasangan secara bebas. Sebagai
contoh adalah alel A dan a serta alel B dan b. Gen dari kedua alel itu tidak
berpasangan secara bebas, misalnya membentuk pasangan Aa, AB, aB dan ab.
Melainkan, hanya membentuk pasangan berdasarkan posisi masing-masing gen di
tiap kromosom saja. Misalnya AB dan ab. Tidak terjadi pasangan Ab atau aB.
Hanya ada dua macam fenotip pada generasi F2 . Dengan demikian pada percobaan
persilangan, pada F2 tidak dihasilkan rasio fenotip 9:3:3:1, melainkan 3 : 1,
karena hanya ada dua macam pasangan alel (AB dan ab saja). Peristiwa
ini disebut pautan penuh. Selain peristiwa pautan penuh,
terjadi juga peristiwa pautan sebagian (partial linkage). Dalam peristiwa ini,
pada F2 dihasilkan empat macam fenotip, seperti pada persilangan pada umumnya.
Rasio fenotip yang dihasilkan tidak berupa 9:3:3:1 melainkan bervariasi pada
setiap pasangan alel.
Terjadinya pautan sebagian ini
disebabkan karena adanya pertukaran sebagian segmen kromosom dari satu kromosom
dengan kromosom pasangannya. Peristiwa pertukaran segmen kromosom ini disebut pindah silang (crossing over). Adapun cara mengetahui adanya pautan gen, pertama
adalah dengan menghitung rasio F2. Bila rasio F2 tidak sesuai dengan
perbandingan 9:3:3:1, berarti terjadi peristiwa pautan antara gen. Tidak
sesuainya rasio F2 dengan teori berarti tidak terjadi peristiwa pemisahan bebas
dan penggabungan bebas menurut hukum Mendel. Cara kedua adalah dengan melakukan
testcross. Testcross dilakukan antara satu individu yang genotipenya tidak
diketahui dengan individu homozigot resesif pada semua gen yang terlibat. Bila
diadakan testcross bagi dua pasang alel, turunan yang dihasilkan dari testcross
akan menunjukkan rasio 1:1:1:1 bagi keempat kemungkinan pasangan fenotip.
Gen-gen yang terletak pada kromosom
kelamin dinamakan gen rangkai kelamin
(sex-linked genes) sementara
fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa rangkai kelamin (linkage).
Adapun gen berangkai adalah gen-gen yang terletak pada kromosom selain kromosom
kelamin, yaitu kromosom yang pada individu jantan dan betina sama strukturnya
sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam
ini dinamakan autosom (Zaif, 2009).
Seperti halnya gen berangkai
(autosomal), gen-gen rangkai kelamin tidak mengalami segregasi dan penggabungan
secara acak di dalam gamet-gamet yang terbentuk. Akibatnya, individu-individu
yang dihasilkan melalui kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah fenotipe
dan genotipe yang menyimpang dari hukum Mendel. Selain itu, jika pada percobaan
Mendel perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan dan betina dipertukarkan)
menghasilkan keturunan yang sama, tidak demikian halnya untuk sifat-sifat yang
diatur oleh gen rangkai kelamin (Zaif, 2009).
Gen rangkai kelamin dapat
dikelompok-kelompokkan berdasarkan atas macam kromosom kelamin tempatnya
berada. Oleh karena kromosom kelamin pada umumnya dapat dibedakan menjadi
kromosom X dan Y, maka gen rangkai kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes)
dan gen rangkai Y (Y-linked genes).
Di samping itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi
memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely
sex-linked genes). Pada bab ini akan dijelaskan cara pewarisan
macam-macam gen rangkai kelamin tersebut serta beberapa sistem penentuan jenis
kelamin pada berbagai spesies organisme (Zaif, 2009).
Peristiwa
penting pada teori kromosom yang menemukan adanya enam pautan gen pada Drosophila
melanogaster oleh Morgan tahun 1910 dan kondisi genetik dan sitological studi
eksperimen yang disebabkan oleh Morgan, Bridges, dan lainnya. Hasil pembiakan
yang mata berwarna merah dengan mata berwarna putih, Morgan menemukan secara
individual yang memiliki warna mata
putih (Singh, 2008).
Adanya
rangkai kelamin mula-mula dikemukakan oleh Morgan yang mulai penelitiannya di
Columbia University kemudian dilanjutkan di Indtitut Teknologi Kalifornia. Ia
menggunakan lalat Drosophila melanogaster
dengan memperhatikan warna matanya. Lalat yang normal bermata merah, tetapi
diantara sekian banyak lalat bermata merah terdapat pula lalat jantan bermata
putih. Karena berbeda dari yang normal, maka lalat yang bermata putih disebut
mutan (Suryo, 2005).
Keberadaan gen berangkai pada suatu organisme, yang
meliputi urutan dan jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromososm untuk
spesies tersebut, misalnya peta kromosom untuk lalat buah yang terdiri dari
empat kelompok gen. Gen- gen yang terletak pada kromosom. Kromosom kelamin dibedakan atas kromosom X dan
kromosom Y. Drosophila melanogaster betina memiliki kromosom X sebanyak dua
buah dengan bentuk batang lurus. Kromosom Y hanya dimiliki oleh Drosophila melanogaster jantan dengan
bentuk sedikit bengkok pada salah satu ujungnya dan lebih pendek dari kromosom
X. Drosophila melanogaster jantan memiliki satu buah kromosom X dan satu buah
kromosom Y. Oleh karena itu, formula kromosom untuk Drosophila melanogaster
betina adalah 3AA + XX (dengan 3 pasang autosom + 1 pasang kromosom X), sedangkan
untuk Drosophila melanogaster jantan adalah 3AA + XY (3 pasang autosom + sebuah
kromosom X + sebuah kromosom Y) (Suryo, 2005). Lalat buah (Drosophila
melanogaster) jantan mahupun betina dewasa yang telah matang dapat dilihat
perbedaannya walaupun dengan kasat mata. Perbedaan tersebut diantaranya sebagai
berikut.
1. Drosophila
melanogaster betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan
dengan Drosophila melanogaster jantan.
2. Bagian
abdomen (perut) Drosophila melanogaster betina terdapat garis-garis hitam yang
tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdomen. Bagian abdomen Drosophila
melanogaster jantan juga terdapat pola garis hitam yang tebal di sepanjang
abdomen bagian dorsal, akan tetapi garis hiam di bagian ujung abdomennya
berfusi.
3. Bagian
ujung abdomen Drosophila melanogaster betina lancip, kecuali ketika sedang
dipenuhi telur-telur, sedangkan ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan
membulat dan tumpul.
4. Khusus
Drosophila melanogaster jantan terdapat karakter khusus berupa sex comb yaitu
kira-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal pertama pada kaki
depannya. Sex comb adalah ciri utama Drosophila melanogaster jantan. Sex comb
dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis kelamin lalat buah pada dua jam
pertama setelah lalat tersebut menetas, ketika bentuk dan pigmentasi lalat
tersebut belum berkembang sempurna (Jones & Rickards, 1991).
5. Bristle
adalah rambut-rambut halus yang terletak pada ujung posterior dari toraks
bagian dorsal yang berfungsi untuk sensor mekanik. Halter merupakan sepasang
sayap yang tereduksi dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat
terbang (Jones & Rickards, 1991).
Ciri-ciri Drosophila
melanogaster ¬normal (wild type) adalah sebagai berikut:
1. Drosophila
melanogaster tipe liar (wild type) memiliki mata bulat lonjong dengan warna
merah cerah. Warna pigmen mata pada Drosophila melanogaster berasal dari pigmen
pteridin dan ommochrome (Klug & Curmings, 1994).
2. Lalat
tipe liar memiliki warna tubuh cokelat keabu-abuan dengan panjang ukuran sayap
normal (Campbell, dkk, 2008).
3. Indikasi
sayap normal adalah sayap yang panjangnya lebih panjang melebihi panjang
tubuhnya (Campbell, dkk, 2008).
Hal yang harus
diperhatikan dalam pengamatan terhadap Drosophila melanogaster adalah jenis
kelamin, keadaan mata, keadaan sayap, dan warna tubuh. Mutasi yang terjadi pada
mata Drosophila melanogaster diantaranya adalah:
1. White
(w) merupakan mutan dengan warna mata putih karena tidak memiliki pigmen
pteridin dan ommochrome. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 1,5.
2. Vermilion
(v) merupakan mutan dengan warna mata merah yang sangat terang (warna
vermilion). Mutasi teradi pada kromosom nomor 1, lokus 33.
3. Bar
(B) merupakan mutan dengan bentuk mata yang sipit. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 1, lokus 57.
4. Carnation
(car) merupakan mutan dengan warna mata seperti anyelir. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 1, lokus 62,5.
5. Purple
(pr) merupakan mutan dengan mata warna ungu. Mutasi terjadi pada kromosom nomor
2, lokus 54,5.
6. Brown
(bw) merupakan mutan dengan mata warna cokelat. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 2, lokus 104.
7. Lobe
(L) merupakan mutan dengan mata yang tereduksi, sehingga mata terlihat sangat
kecil dan tidak berbentuk bulat lonjong. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 2,
lokus 72,0.
8. Cinnabar
(cn) merupakan mutan dengan mata berwarna merah sedikit agak orange. Mutasi
terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 57,5.
9. Star
(S) merupakan mutan dengan mata kasar dan kecil. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 2, lokus 1,3.
10. Sepia
(se) merupakan mutan dengan mata warna cokelat tua agak kehitaman, hal tersebut
karena mutan kelebihan pigmen sepiapterin. Mutasi terjadi pada kromosom nomor
3, lokus 26.
11. Scarlet
(st) merupakan mutan dengan mata warna merah tua. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 3, lokus 44.
12. Rough
(ro) merupakan mutan dengan permukaan mata yang agak kasar dan faset abnormal.
Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,1.
13. Claret
(ca) merupakan mutan dengan mata berwarna merah anggur atau merah delima
(ruby). Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 100,7.
14. Eyemissing
(eym) merupakan mutan yang tidak mempunyai organ mata. Mutasi terjadi pada
kromosom nomor 4, lokus 2,0.
Mutasi yang terjadi
pada sayap Drosophila melanogaster
adalah sebagai berikut:
1. Cut
wings (ct) merupakan mutan dengan sayap yang terpotong. Mutasi terjadi pada
kromosom nomor 1, lokus 20.
2. Miniature
(m) merupakan mutan dengan panjang sayapnya sama dengan panjang tubuhnya.
Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 36,1.
3. Dumpy
(dp) merupakan mutan dengan bentuk sayap yang terbelah sehingga panjang sayap
tampak hanya dua per tiga dari panjang sayap normal.
4. Vestigial
(vg) merupakan mutan dengan sayap yang tereduksi yang berarti panjang sayap
mutan jauh lebih pendek dibanding panjang sayap Drosophila melanogaster normal,
akibatnya Drosophila melanogaster dengan bentuk sayap tersebut tidak dapat
terbang. Mereka hanya mengandalkan bristle sebagai alat sensor mekaniknya.
5. Curly
(Cy) merupakan mutan dengan sayap melengkung ke atas, baik pada saat terbang
mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 50,0.
6. Taxi
(tx) merupakan mutan dengan sayap yang terentang, baik ketika terbang mahupun
hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,0.
Mutasi pada warna tubuh
Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut:
1. Yellow
(y) merupakan mutan dengan warna tubuh kuning. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 1, lokus 0,0.
2. Black
(b) merupakan mutan dengan warna tubuh hitam pekat. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 2, lokus 48,5.
3. Ebony
(e) merupakan mutan dengan warna tubuh gelap. Mutasi terjadi pada kromosom
nomor 3, lokus 70,7 (Russell, 1994).
Untuk menandai
Drosophila melanogaster alel tipe normal dari gen beberapa lokus sering
digunakan tanda +. Alel mutan diberi simbol dengan menggunakan huruf pertama
atau dua huruf pertama dari kata yang mendeskripsikan mutasi tersebut. Misalnya
bw adalah simbol untuk alel mata cokelat, vg untuk alel sayap vestigial, dan w
untuk alel mata putih. Alel tipe liar yang cocok dapat diberikan tanda +, atau
bisa juga dibedakan dengan cara menuliskannya bw+, vg+, dan w+. Alel mutan
resesif dituliskan dengan huruf kecil (misalnya vg), sementara alel mutan
dominan dituliskan dengan huruf kapital (misalnya B untuk alel mata Bar, atau
B+ untuk alel mata normal) (Jones & Rickards, 1991). Cara penulisan suatu
individu mutan Drosophila melanogaster adalah dengan mengurutkan mulai dari
seks, keadaan mata, keadaan sayap, dan warna tubuh. Contahnya adalah sebagai
berikut:
1. Drosophila
melanogaster jantan normal, maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♂
w+ w+ m+ m+ e+ e+.
2. Drosophila
melanogaster betina dengan sayap tereduksi, maka penulisan notasi individu
tersebut adalah: ♀ w+ w+ vg vg e+ e+.
3. Drosophila
melanogaster betina dengan mata putih dan tubuh berwarna kuning, maka penulisan
notasi individu tersebut adalah: ♀ w w m+ m+ y y.
4. Drosophila
melanogaster jantan dengan warna tubuh hitam dan sayapnya melengkung ke atas,
maka penulisan notasi individu tersebut adalah: ♂ w+ w+ cy cy b b.
5. Drosophila
melanogaster jantan dengan warna tubuh gelap dan memiliki mata sipit, maka
penulisan notasi individu tersebut adalah: ♂ B B m+ m+ se se.
C. Pola Penurunan Sifat
yang Terangkai Kelamin pada Drosophila
Percobaan yang
pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa mengungkapkan peristiwa rangkai
kelamin dilakukan oleh Morgan. Dia menyilangkan lalat D. Melanogaster jantan
bermata putih dengan betina bermata merah. Lalat bermata merah lazim dianggap sebagai
lalat normal atau tipe alami (wild type), sedangkan gen pengatur tipe alami,
misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan tanda +. Biasanya,
meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan terhadap alel mutannya (Susanto,
Agus Hery, 2011).
Hasil
persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F1, ternyata berbeda jika
tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami (bermata merah) dan tetua
betinanya bermata putih. Dengan perkataan lain, perkawinan resiprok
menghasilkan keturunan yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil yang
berbeda ini memberikan petunjuk bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada
hubungannya dengan jenis kelamin, dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa
gen yang mengatur warna mata pada Drosophila terletak pada kromosom kelamin,
dalam hal ini kromosom X. Oleh karena itu, gen pengatur warna mata ini
dikatakan sebagai gen rangkai X. Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies
organisme lainnya, individu betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan
sendirinya homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan mempunyai
susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina ini dikatakan bersifat
homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang hanya membawa sebuah kromosom X
akan menghasilkan dua macam gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa
kromosom X dan gamet yang membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan
bersifat heterogametik(Susanto, Agus Hery, 2011).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya maka disimpulkan sebagai berikut :
1.
Terjadinya pautan (linkage) sebagian ini disebabkan
karena adanya pertukaran (crossing over) sebagian segmen kromosom dari satu
kromosom dengan kromosom pasangannya.
2.
Gen berangkai
pada Drosophila melanogaster terkait pada kromosom kelaminnya yaitu pada
kromososm X sehingga disebut rangkai kelamin pada Drosophila.
3.
Gen yag
terangkai pada kromosom kelamin memperlihatkan pola penurunan yang unik, lalat D. Melanogaster jantan bermata putih
dengan betina bermata merah. Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada
generasi F1, ternyata berbeda jika tetua jantan yang digunakan adalah tipe
alami (bermata merah) dan tetua betinanya bermata putih.
B. Saran
Berdasarkan
pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh maka penulis menyarankan kepada
mahaiswa agar menghayati dan memahami materi ini karena dapat membantu menambah
wawasan kita akan gen-gen yang terangkai kelamin khususnya pada Drosophila.
DAFTAR
PUSTAKA
Brooker, Robert J., 2008. Genetics : Analysis & Principles Third Edition. Hill
International Edition. Canada.
Campbell, Neil A., dkk., 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Jones, R.N., G.K. Rickards. 1991. Practical Genetics. Open University
Press. Milton Keynes
Klug, W.S
& M.R. Cummings. 1994. Concepts of
genetics. 4th ed. Prentice hall, New Jersey
Russell, P.J. 1994. Foundamental of Genetics. Harper Collins College Publishers. New
York.
Singh, B.S. and M.P. Singh, 2008. Cytogenetics. Satish Serial
Publishing House. New Delhi.
Suryo.
2005. Genetika Manusia. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Zaif. 2009. Rangkai Kelamin dan Penentuan Jenis Kelamin. http://zaifbio.
wordpress.com. Diakses tanggal 25 April 2013 pukul 23.22 WITA.